SIFAT YANG HARUS WUJUD DALAM DIRI DA’I


Azas dakwah yang pertama adalah yakin kepada Allah SWT. Pada saat kita berjuang keluar di jalan Allah, maka langkah pertama dan langkah terakhir yang harus kita kerjakan adalah membenarkan keyakinan kepada Allah SWT.  Dan inilah azas dakwah. Dengan kerja dakwah ini, Allah SWT telah memuliakan para Anbiya AS. Allah SWT telah meninggikan derajat mereka, telah mengangkat mereka, telah mensukseskan mereka. Demikian pula karena kerja dakwah ini, Allah SWT telah memuliakan dan memberikan kejayaan serta kesuksesan kepada para Sahabat RA, para Auliya dan para Wali. Begitu pula, apabila kita kerja dakwah, maka Allah SWT akan memberikan kemuliaan, kesuksesan, seperti yang telah diberikan kepada para Ambiya, para Sahabat, para Auliya dan para Wali. Tidak ada perbedaan terhadap manusia yang mengerjakan dakwah termasuk kita, Allah SWT telah janjikan kemuliaan serta keselamatan baik di dunia maupun di akhirat. Ini adalah masalah yang haq, tidak ada keragu-raguan lagi terhadap janji-janji Allah SWT tersebut, apabila kita kerja dakwah maka Allah Ta’ala akan memelihara kita dan memuliakannya di dunia maupun di akhirat. Untuk itu, dalam kerja dakwah ini janganlah memandang terhadap asbab yang ada pada diri kita, jangan terkesan kepada asbab kita, jangan memandang asbab kita dan jangan memandang kepada orang-orang kaya. Janganlah tergantung kepada asbab yang ada pada diri kita, tetapi tergantunglah kepada kekuatan dan kekuasaan Allah SWT. Oleh karena itu, apabila seorang da’i  berpaling dari Allah SWT, maka akan sangat berbahaya bagi da’i tersebut.

Dalam mengerjakan dakwah ini, kita harus penuh dengan rasa tawadhu’. Di dalam kerja dakwah ini, Allah SWT telah letakkan kebesaran-kebesaran, kemuliaan-kemuliaan, dan keagungan-keagungan. Oleh karena itu, dalam mengerjakan dakwah ini, jangan ada rasa sombong dalam hati kita. Jangan menilai diri kita lebih baik dari orang yang lainnya, karena apabila sifat ini muncul di hati kita, maka Allah SWT tidak akan memandang diri kita lagi.
Dalam kerja dakwah ini, harus kita imbangi dengan rasa tawadhu’. Kita menyebar ke seluruh alam untuk berdakwah, namun dengan sifat-sifat yang tidak congkak. Bahkan, kita harus sampaikan kepada orang-orang yang kita dakwahi tersebut, bahwa sebenarnya “kami sama dengan kalian”. Sebagaimana kaum muslimin yang lain, kita tidak ada bedanya. Rasulullah SAW, bersabda: “Barangsiapa yang tawadhu’ karena Allah, maka Allah SWT akan tinggikan derajatnya. Dan barangsiapa takabur atau sombong di hadapan Allah SWT, maka Allah akan hinakan dia dan akan menjatuhkannya”.
Sebagai da’i, kita harus selalu khusnudhon atau berbaik sangka kepada orang lain. Harus selalu kita tanamkan baik sangka ini, kepada orang lain. Sedangkan kepada diri sendiri, harus ditanamkan su’udhon atau buruk sangka. Jadi, baik sangka untuk orang lain dan buruk sangka untuk diri sendiri. Apabila kita dapat melakukan hal yang demikian, maka Allah SWT akan pilih kita sebagai da’i-Nya. Jangan salahkan mereka, tetapi salahkan diri sendiri. Kalau sifat-sifat semacam ini telah tertanam pada diri kita, maka akan dapat dicapai kesatuan hati. Sedangkan kalau kita selalu berburuk sangka kepada orang lain, maka hasilnya akan timbul perpecahan di mana-mana, dan kesatuan hati sulit dicapai.
Untuk mengerjakan dakwah ini, kita harus merasa kecil, sehingga Allah SWT akan menjaga kita dan Allah Ta’ala akan menaikkan derajat kita, serta Allah akan memberikan kejayaan kepada kita.
Kerja ini, adalah kerja ijtimai. Untuk melestarikan agar kerja dengan cara ijtimai ini tetap berjalan, adalah suatu hal yang sangat penting sekali. Kerja ijtimai ini harus tetap kita lakukan, meskipun badan kita letih, harta kita habis, tetapi tetap saja kita harus mengusahakan agar kerja ini tetap dengan cara ijtimai. Agar supaya cara kerja ijtimai ini tetap dapat kita pertahankan, maka kita harus mempunyai tiga sifat. Pertama, harus dihindarkan prasangka buruk kepada orang lain. Kedua, jangan mencari aib orang lain. Ketiga, pada saat kita melihat aib orang lain, maka jangan dibicarakan kepada orang yang lainnya lagi. Apabila ketiga perkara ini dapat kita jaga dengan baik, maka Allah SWT akan pelihara kerja dengan cara ijtimai ini, dan kerja ini akan menjadi kerja yang lestari.
Dengan kerja yang penuh mubarak, kerja yang penuh berkah ini, maka kita harus lakukan dengan penuh mujahadah. Mujahadah adalah ruh dari kerja ini. Mujahadah adalah ruh daripada Islam. Mujahadah telah dihabiskan oleh musuh kita, sehingga Islam keluar dari diri kita. Apabila ummat ini tetap dalam kondisi mujahadah, maka Islam akan tersebar. Tetapi kalau musuh-musuh kita membawa kita dalam kondisi yang penuh kenyamanan, keenakan, banyak istirahat, maka Islam akan keluar dari kehidupan ummat ini, sehingga tidak ada ruh lagi pada ummat Islam. Dalam kerja yang besar ini, setiap saat kita harus siap untuk bermujahadah. Apabila kita siap bermujadah, maka kapan saja dan dalam keadaan bagaimanapun kita akan mudah mengerjakan usaha dakwah.

Dalam mengerjakan dakwah ini, harus dengan sifat ikhlas. Caranya dengan membesarkan tentang akhirat dan mengecilkan dunia. Tidak menginginkan sesuatu apapun yang ada di dunia, kecuali akhirat, itu yang disebut ikhlas. Bagi orang yang ikhlas, dia tidak tergiur dengan gemerlapnya dunia, karena dia yakin akan mendapatkan yang lebih baik di akhirat nanti. Kita mengerjakan dakwah ini, tidak ada pamrih dari siapapun, semata-mata karena Allah. Pada saat kita dakwah, kemudian orang mau mendengarkan atau tidak mendengarkan, hal ini tidak menjadi masalah. Orang mau duduk atau tidak duduk di masjid mendengarkan bayan atau targhib, tidak ada masalah. Yang penting, kita ikhlas mengerjakan usaha ini. Tetapi, kalau tidak ikhlas, kita paksa orang untuk duduk tawajuh. Pada saat mereka tidak mau duduk, kita marah. Ini sebagai pertanda kita tidak ikhlas. Terserah mereka, yang penting kerja saja semata-mata mengharap ridho dari Allah. Apabila kita tidak ikhlas, maka kita tidak akan dapat mencapai suatu maqom atau kedudukan yang diterima oleh Allah SWT.

Dengan musyawarah kita mengerjakan usaha ini, itu juga namanya pengorbanan. Dengan musyawarah, kita juga akan mendapat sifat ta’at. Apabila kita mengikuti musyawarah, dan musyawarah itu salah, maka Allah akan memberikan ma’af. Apabila kita tidak ikut keputusan musyawarah, kemudian terjadi kesalahan, maka Allah akan memberi azab dan tidak mema’afkan. Kalau ini terjadi, maka islah tidak akan kita dapatkan, dan syetan akan menduduki kita. Islah itu wajib, dan berdebat itu haram. Orang yang selalu berdebat, maka dia tidak akan mendapatkan sifat. Apabila da’i ada usaha untuk islah, maka Allah akan memberikan islah pertama kali padanya, dan orang lainpun akan mendapatkan islah juga.

Untuk mendapatkan islah, tidak hanya cukup dengan pengorbanan dan keletihan, tetapi juga harus dengan do’a kepada Allah SWT. Kita do’akan nama-nama kawan kita dengan menyebut namanya. Apabila kita mendo’akan kawan kita, maka malaikat akan mendo’akan kita. Kemungkinan do’a kita tidak diterima oleh Allah, tetapi do’a para malaikat pasti akan diterima oleh Allah. Maka kita harus jaga betul do’a ini. Jangan lupa dengan do’a dan jangan lalai. Do’a adalah senjata bagi orang mukmin. Dengan do’a, Allah akan senang kepada kita. Orang yang tidak mau berdo’a, dia akan mendapat celaan dari Allah. Karena sama saja dengan tidak ta’at kepada Allah. Untuk itu, kita harus selalu jaga do’a ini. Habis beramal kita berdo’a. Habis membaca Al Quran kita berdo’a. Habis sholat kita berdo’a. Habis jaulah kita berdo’a. Dan di akhir malam, pada saat orang lain tertidur pulas, kita berdo’a kepada Allah. Apabila kita  selalu jaga do’a, maka segala macam keburukan yang ada di hati kita, kedengkian, kebencian, dengan kodrat Allah akan dijauhkan semua keburukan tersebut. Semoga Allah Ta’ala memberikan taufiq kepada kita semua. Amien.

Sifat sabar, adalah sifat yang sangat penting. Seorang da’i harus mempunyai sifat yang sabar dan tahamul. Para sahabat RA, telah mempunyai sifat sabar ini. Apabila kita kerja dakwah dengan sabar dan tahamul, maka Allah akan hindarkan dari segala kerugian. Apabila kita kerja ini dengan tidak sabar, maka kita tidak akan dapat melakukan kerja dakwah ini. Ini adalah kerja-kerja para Nabi AS. Dalam kerja ini, kita akan mengalami kekurangan nikmat-nikmat, dan mendapatkan banyak kesusahan. Apabila kita kerja dengan sifat sabar dan tahamul, maka Allah akan hindarkan kita dari kerugian-kerugian dan Allah akan teguhkan kita dalam kerja ini.
Demikian pula, kita kerja dakwah ini harus dengan perasaan syukur. Setiap langkah-langkah yang dikerjakan, kita harus bersyukur kepada Allah. Setelah mengerjakan amal, kita koreksi diri kita: “Ya Allah, saya tidak dapat menunaikan amal ini dengan haq sesuai dengan yang dikehendaki. Apabila ada kekurangan-kekurangannya, ya Allah ampunilah diri saya”. Da’i harus senantiasa bersyukur kepada Allah dalam situasi apapun. Dalam kesulitan, dalam kesusahan, harus selalu bersyukur. Setiap saat dan keadaan, harus selalu bersyukur. Apabila kita selalu bersyukur, maka Allah akan bukakan keuntungan dalam kerja ini. Apabila kita bersyukur, maka Allah akan berikan dua keuntungan yang besar. Pertama, amal itu akan diterima oleh Allah. Kedua, Allah akan berikan istiqomah dalam amalan itu. Untuk itu, setiap saat dan setiap keadaan, kita harus selalu bersyukur kapada Allah SWT. Dalam salah satu ayat, Allah berfirman yang artinya antara lain: “Apabila kalian bersyukur maka akan Aku tambah nikmat-Ku dan apabila tidak bersyukur maka akan datang azab-Ku”. Jadi kenikmatan dari Allah akan dicabut, dan azab Allah akan datang, kepada orang yang tidak bersyukur. Untuk itu, maka kita niatkan untuk berdakwah dengan sifat-sifat tersebut di atas. Insya Allah. Kemudian kalau ada kekurangan-kekurangan, maka kita harus bersihkan hati kita.
Apabila karkun tidak bersatu, bagaimana akan dapat menyatukan seluruh dunia. Untuk itu, yang pertama kita harus belajar kasih dan sayang. Apabila sifat cinta dan kasih sayang tidak ada, maka pertolongan Allah tidak akan bersama kita. Apabila tidak ada rasa cinta, maka tidak ada kemampuan untuk membuat kerja. Apabila tidak bersatu, maka kita tidak akan dapat mempelajari kerja ini dan kerja ini tidak akan terbuka untuk kita. Apabila tidak dengan cinta dan kasih sayang, maka kita tidak akan dapat bermusyawarah. Untuk itu harus ada rasa cinta satu sama lainnya. Kita harus saling melayani kepada setiap orang. Kita harus hargai setiap orang. Semoga Allah Ta’ala memberikan taufiq kepada kita semua. Amien.