BAYAN TERAKHIR HATRAJI SHEIKH I’NAMUL HASAN (RAHMATULLAH ALAIHI) DI IJTIMA TONGI, BANGLADESH 7 JANUARI 1995



                Allah SWT tidak hanya mengirim kita ke dunia, tetapi juga memberikan petunjuk-petunjuk bagaimana kita harus menyikapi hidup ini. Cara hidup yang dipilih Allah Ta’ala untuk kita, itulah yang disebut “din” atau agama (Islam). Agama bukanlah hanya sekedar beberapa bentuk amalan dan ritual. Agama adalah pola hidup, yang melibatkan seluruh aspek kehidupan ummat manusia. Tidak ada bagian dari salah satu aspek kehidupan manusia yang dapat disebut sebagai agama, apakah itu berhubungan dengan iman, ibadah, akhlaq, mualamat, muasyarat. Tetapi, kelima aspek kehidupan inilah yang disebut sebagai agama, sehingga tidak dapat dipisah-pisahkan,  harus utuh dilaksanakan secara keseluruhan, tidak hanya menekuni salah satu aspeknya saja. Melaksanakan perintah Allah sesuai dengan ajaran dari Rasulullah SAW, dengan berpegang teguh pada kelima aspek tersebut, itulah yang disebut sebagai agama. Siapa saja yang mengikuti cara-cara Rasulullah SAW dan ta’at kepada Allah Ta’ala dengan berpedoman kepada lima aspek tertsebut, dapat dikatakan orang itu ada agama pada dirinya.

            Allah SWT telah memberikan petunjuk-petunjuk yang apabila kita ikuti, maka akan dapat mengantarkan kita kepada suatu kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat nanti. Allah Maha Tahu, apa sebenarnya kebutuhan dari ciptaan-Nya. Allah tidak hanya sekedar memberikan petunjuk-petunjuk yang sempurna dalam kehidupan ini, tetapi siapa saja yang  melaksanakan petunjuk-petunjuk tersebut dan ta’at kepada-Nya, akan mendapat kesuksesan di dua tempat yaitu dunia dan akhirat. Allah akan memberikan barokah di dunia ini dan menaikkan derajatnya di akhirat.

            Pengetahuan manusia sangatlah terbatas, demikian pula ilmunya juga sangat sedikit, serta tidak tahu apa kerugian-kerugian yang telah dilaluinya dan kerugian-kerugian yang akan dihadapinya kelak. Hanya dengan mengikuti pola hidup Rasulullah SAW, kita akan mendapatkan kesuksesan. Kalau tidak, apapun pola hidup yang manusia ikuti apakah dia pria atau wanita, akan menjerumuskannya ke dalam kegagalan dan kerugian sehingga tidak ada keuntungannya sama sekali. Kalaulah manusia itu ada yang mengatakan mengalami kesuksesan tanpa mengikuti pola hidup Rasulullah SAW, sifatnya sangat sementara dan waktunya hanya di dunia ini saja. Meskipun manusia tersebut dapat dikatakan sukses, namun dalam realitanya, kehidupannya adalah penuh dengan tipu daya, bukan kesuksesan hakiki dan juga tidak menguntungkan sama sekali. Tidak ada satupun ilmu pengetahuan manusia, yang dapat bekerja di akhirat nanti, tidak ada yang dapat menolongnya, kecuali petunjuk-petunjuk dalam agama, dan hanya inilah yang disebut sebagai sukses. Apapun pola hidup manusia, di luar agama, hanya akan mendatangkan kerugian dan kegagalan semata. Manusia, karena kesombongannya dan tidak menyadari kerugian yang sebenarnya dalam mengikuti pola hidup yang hanya mengikuti keputusan dan naluri mereka sendiri, pada suatu saat akan mengalami kerugian kemudian muncul kekhawatiran-kekhawatiran. Ia menghadapi kesulitan di dunia dan di akhirat, dan hanya Allah-lah yang mengetahui kesulitan-kesulitan yang akan dihadapinya.

            Semenjak Allah menurunkan anak cucu Adam As. ke muka bumi ini, sejak saat itu Allah Ta’ala juga menurunkan petunjuk-petunjuk-Nya. Pada setiap masa seorang Nabi datang, selalu disertai dengan petunjuk-petunjuk. Pada saat seorang Nabi meninggalkan dunia ini, diturunkan seorang Nabi yang lainnya lagi. Dengan kedatangan Rasulullah SAW, maka rantai kenabian telah terputus dan stempel kenabian berakhir pada Rasulullah SAW. Sekarang, tidak akan datang lagi seorang Nabi, dan juga tidak akan datang petunjuk-petunjuk yang baru. Petunjuk-petunjuk yang sudah diturunkan oleh Allah SWT adalah merupakan petunjuk yang sudah lengkap dan terakhir, serta akan abadi sampai datangnya hari kiamat nanti. Sejalan dengan kemajuan peradaban manusia,  seorang Nabi yang diturunkan oleh Allah, syariat-syariat agama yang diturunkan bersama Nabi tersebut, disesuaikan dengan waktu dan tingkatan mental ummat pada waktu itu. Pada saat Rasulullah SAW datang, peradaban manusia sudah sempurna, oleh karena itu syariah yang diturunkan sudah sempurna, sehingga tidak diperlukan lagi syariah yang baru. Sebagai contoh, baju yang dikenakan oleh seseorang. Pada saat ia baru lahir ke muka bumi, ukuran bajunya hanya satu macam. Pada saat si anak berumur 5 tahun, maka baju yang lama atau pada saat dia masih bayi, sudah tidak dapat digunakan lagi dan ukuran baru harus dibeli. Demikian pula pada saat berumur 10 tahun, ukuran baju anak tersebut akan berubah semakin besar. Manakala anak tumbuh terus menerus sampai pada umur tertentu/matang, sampai dengan saat ia meninggal, maka ukuran baju akan tetap sama yaitu satu ukuran saja. Demikianlah, peradaban manusia yang terus tumbuh berkembang sampai dengan datangnya Rasulullah SAW, peradaban manusia sudah sempurna atau matang, sehingga tidak diperlukan lagi syariah-syariah baru.

Kedatangan para Nabi sudah berhenti, tetapi kerja para Nabi tidak pernah  dan tidak akan berhenti. Dengan barakah yang diberikan oleh Allah SWT, bersamaan dengan tugas-tugas yang dibebankan kepada Rasulullah SAW, maka tugas dan kerja para Nabi tersebut diletakkan di pundak ummat ini. Sehubungan dengan hal itu, maka telah menjadi kodrat Allah bahwa pada hari kebangkitan nanti, ummat-ummat Nabi yang lainnya diminta untuk memberikan jalan dan memberikan prioritas utama kepada ummat Rasulullah SAW, untuk menghadap kepada Allah SWT. Pada saat ummat Rasulullah SAW, melewati ummat-ummat terdahulu, maka para ummat tersebut akan mengatakan bahwa ummat Rasulullah SAW, mempunyai kualitas sebagai seorang Nabi. Apakah yang menyebabkan kemulian semacam ini ?. Kualitas mulia tersebut, dikarenakan ummat Rasulullah SAW, telah mengemban tugas kenabian, yaitu berdakwah, mengajak ummat manusia untuk ta’at kepada Allah Ta’ala dan menjauhi larangan-Nya. Manakala dakwah hidup, maka semua aspek agama akan menjadi segar kembali dan seluruh aspek yang diperintahkan oleh Allah SWT akan hidup. Sementara itu, sehubungan dengan berhentinya kerja dakwah, maka kehidupan syaitan telah memasuki pola hidup kita, sehingga peradaban manusia menjadi sakit. Obat mujarab untuk menyembuhkan penyakit itu, adalah hanya dengan dakwah. Oleh karena itu, kita harus menjadikan dakwah sebagai maksud hidup kita. Apabila kita secara terus menerus melakukan usaha dakwah, maka seluruh kehidupan agama termasuk cabang-cabangnya akan hidup dan tumbuh dengan subur.

            Imam Malik Rah.A, telah mengatakan bahwa ummat yang hidup saat ini, akan dapat mengikuti jejak para pendahulunya, dengan cara melakukan dakwah. Pada saat mereka melakukan dakwah, maka pada saat itu pula akan menghasilkan kebaikan-kebaikan. Pada saat kebaikan-kebaikan semakin tersebar di permukaan bumi ini dan berserakan di mana-mana, maka kita akan mendapatkan Rahmat dan Barokah dari Allah SWT. Allah Ta’ala tidak mempunyai hubungan dengan siapapun. Allah memulai semuanya dengan “petunjuk”. Bagi siapa saja yang mengikuti petunjuk-Nya, maka akan mendapat rahmat dari Allah Ta’ala. Dan siapa saja yang mengabaikan petunjuk-Nya, maka Allah tidak merasa dirugikan apa-apa, tetapi justru akan merugikan mereka yang meninggalkannya. Siapa saja yang tidak ta’at kepada Allah, maka justru akan membawa kerugian pada diri sendiri. Apabila perintah-perintah Allah tidak ditegakkan di muka bumi ini, maka Kebesaran dan Kemuliaan Allah tidak akan berkurang sedikitpun. Demikian pula, pada saat seluruh manusia ta’at kepada-Nya, maka Kebesaran dan Kemuliaan Allah juga tidak akan bertambah. Jika seluruh ummat manusia tidak ta’at kepada Allah, maka Allah juga tidak akan menderita kerugian sedikitpun. Apapun masalah yang dihadapi oleh manusia, apakah itu kemuliaan atau kehancuran, semata-mata hanya akibat dari ulah manusia yang bersangkutan. Oleh karena itulah sahabat-sahabatku, dakwah sangatlah penting pada saat sekarang ini, sehingga seluruh aspek kehidupan akan berjalan di bawah petunjuk yang benar, yang pada gilirannya kita akan mendapatkan cucuran rahmat dan keberkahan dari Allah Ta’ala.

Bagi mereka yang terus menerus melakukan usaha dakwah dan menanggung segala akibatnya, maka amal dakwah akan mereka terima, dan melalui dakwah inilah seluruh pola kehidupan yang benar akan datang. Seluruh Ambiya yang datang, telah melakukan usaha dakwah.

            Pada saat ini, kita sering mendengar slogan-slogan atau ide-ide baru yang mengatakan bahwa kita akan mengalami kejayaan atau dapat berkembang, apabila Islam harus ditingkatkan, materi dunia harus dikuasai, kedudukan tinggi harus ditempati dan lain sebagainya. Seluruh Ambiya datang, dan melakukan kerja atau usaha atas Iman, mereka bekerja atas hati-hati manusia. Apabila hati-hati manusia sudah dapat dibenahi, maka seluruh tatanan kehidupan secara otomatis akan terbenahi pula, dan kesemuanya akan berjalan dengan normal. Sasaran kerja para Nabi, adalah hati manusia sehingga iman akan masuk ke dalam hati manusia. Dan imanlah benda dalam tubuh manusia yang paling berharga. Oleh karena itu, kita harus menjadikan dakwah sebagai suatu tugas mulia, dan meletakkannya di atas pundak kita, sebagai beban yang harus dipikul bersama. Dengan demikian, maka setiap diri kita ini akan menjadi seorang da’i, dan tidak ada satupun di antara kita yang tidak melakukan kerja dakwah. Kita harus berfikir dan mengambil keputusan, bahwa dakwah adalah pola hidup kita. Allah Ta’ala telah berfirman dalam Al Quran: “Hai Nabi, katakan kepada mereka; inilah jalan-Ku, untuk menyajak manusia kepada Allah, dan bagi mereka yang akan mengikuti-Ku”.  Mereka yang menganggap dirinya sebagai ummat Rasulullah SAW, dan mengikuti sunnah-sunnah beliau, jalan hidup mereka adalah jalan hidup dakwah. Oleh karenya, marilah kita jadikan dakwah sebagai pola hidup kita.

            Dakwah kita adalah kalimah imaniyah dan sholat. Kedua masalah ini bukan merupakan kesempurnaan agama. Apakah yang dimaksud dengan kalimah. Ini adalah kunci sorga dan dunia. Apabila kalimah imaniyah yang pada dasarkan adalah “yakin” kita pegang dengan teguh, maka pintu-pintu gerbang sorga dan dunia akan terbuka lebar untuk kita. Tetapi sayangnya, kalimah syahadat saat ini, tidak dapat mencegah kita dari perbuatan haram. Oleh karena itulah, kita harus bekerja keras atas kalimah tersebut, sehingga yakin masuk ke dalam hati, dan ada kekuatan untuk melaksanakan perintah-perintah Allah serta menjauhi larangan-Nya. Dalam kondisi semacam inilah, maka kehidupan ini akan menjadi indah dan menyenangkan.

            Demikian pula halnya dengan sholat. Apabila sholat dilaksanakan dengan cara yang benar, maka kita akan dapat terhindar dari tindakan maksiat, karena Allah Ta’ala telah berfirman: “Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar”. Namun demikian sholat kita saat ini, tidak dapat mencegah perbuatan kita dari tindakan-tindakan syaitan, dan sholat itu tidak dapat mencegah perbuatan maksiat. Sholat semacam ini, tidak mempunyai ruh. Tidak ada kehidupan dalam sholat kita. Rasulullah SAW telah bersabda: “Sholat yang tidak dapat mencegah perbuatan dosa dan tidak dapat menjauhkan syaitan, itu sebenarnya bukan sholat”. Sholat semacam ini, tidak hidup dan tidak mempunyai ruh serta tidak ada kekuatannya. Oleh karena itu, apabila kita yakin terhadap kalimah imaniyah dan sholat kita hidup atau ada ruhnya, maka syaitan dan kemaksiatan akan jauh dari kita. Para ulama telah menulis, bahwa sholat adalah tindakan yang paling tepat untuk menjauhkan godaan syaitan.

            Kita harus sungguh-sungguh dalam melaksanakan sholat, dan menyampaikan dakwah tentang sholat. Dengan demikian, maka ruh sholat akan memasuki kehidupan kita dan sholat yang dilakukan secara benar sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW, dapat kita kerjakan dengan baik. Kita tidak boleh marah kepada orang lain, yang belum dapat melakukan sholatnya dengan betul, tetapi tugas kita adalah untuk menyampaikan dakwah tentang sholat. Dengan dakwah tentang sholat inilah, maka kebesaran sholat akan masuk ke dalam diri kita,  sehingga kita mudah melaksanakan sholat tersebut.

            Demikian pula halnya dengan dzikir. Apabila amal kita semata-mata untuk mengingat Allah, berfikir tentang Allah, maka amalan tersebut akan terasa hidup. Sedangkan sholat kita, kalau tidak disertai dengan dzikir, maka tidak akan mempunyai kehidupan. Oleh karena itu, kita harus membiasakan diri untuk mengerjakan dzikir, dan mencoba untuk selalu ingat kepada Allah,  pada saat apapun dan dimanapun kita berada.

            Tidak kalah pentingnya, adalah masalah ilmu. Masalah ilmu, mempunyai kaitan yang sangat erat dengan masalah iman. Melalui ilmu inilah kita mengerti nilai-nilai amalan yang sedang kita lakukan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering memahami tentang nilai-nilai benda atau makhluk, tetapi kita tidak tahu nilai-nilai dari amalan agama. Apabila kita tidak mengetahui berapa tingginya nilai suatu benda, maka hati kita tidak akan tertarik kepada benda yang dimaksud. Tetapi, kalau kita mengetahui nilai dari benda tersebut, maka hati kita akan sangat tertarik dan berupaya untuk memilikinya. Hari ini, salah satu sebab atau alasan mengapa kita tidak melakukan amalan sholeh, disebabkan oleh karena ketidak tahuan kita terhadap nilai-nilai amalan tersebut. Kita tidak tahu, seberapa besar nilai suatu amalan di hadapan Allah. Padahal satu amalan, bisa bernilai lebih besar daripada dunia dan seisinya. Hanya satu amalan saja kita laksanakan, dapat menyelamatkan diri kita. Seluruh dunia bergabung menjadi satu,  tidak dapat menyelamatkan kita dari api neraka, atau kemurkaan Allah. Namun demikian, dengan satu amalan saja, kita dapat terselamat dari api neraka dan dari murka Allah Ta’ala. Namun, masalahnya kita tidak mengetahui nilai dari suatu amalan. Kita sungguh-sungguh lengah terhadap masalah ini. Oleh karena itu, kita harus melakukan taklim tentang fadhail amal. Msalah ini harus diakukan sedemikian rupa, sehingga keyakinan terhadap amal tersebut akan mengakar di hati.

            Selanjutnya adalah masalah ikram. Kita harus berikram terhadap sesama saudara. Hanya disebabkan karena tidak berikram kepada saudara sesama muslim, maka kita tidak mendapatkan pahala dari Allah SWT. Pada hari pengadilan nanti, seseorang akan menerima banyak amalan tentang shodaqoh, puasa, sholat dalam buku amalnya. Namun demikian, ia menyakiti saudaranya yang lain, maka seluruh amalannya tersebut akan mengalir ke orang yang disakiti itu, sehingga buku amalannya sendiri menjadi kosong. Oleh karena itu, untuk menjaga amalan kita sendiri, kita harus melaksanakan ikram. Sehingga tidak ada satupun orang yang tidak kita hormati, tidak ada satupun orang yang kita sakiti, justru kita berusaha berikram kepada mereka dengan cara yang  sebaik-baiknya. Manakala kita bicara dengan seseorang, harus kita sampaikan dakwah tentang ikram, sehingga tidak ada orang yang akan menganggap enteng diri kita. Sebanyak mana kita memberikan ikram, maka sebanyak itu pulalah kita akan selamat.

            Masalah lainnya, adalah ikhlas dalam niat. Apakah yang dimaksud dengan ikhlas ?. Ikhlas adalah melakukan suatu amalan, semata-mata hanya mengharapkan ridho dari Allah. Tidak mempunyai pamrih apapun kepada makhluk, inilah yang disebut ikhlas. Rasulullah SAW telah bersabda: “Ikhlas adalah sebagian daripada iman”. Apabila ikhlas ada dalam iman, maka itulah yang disebut sebagai sebenar-benarnya iman. Dan apabila tidak ada ikhlas, maka akan muncul kemunafikan. Oleh karena itulah, maka kita harus benar-benar ikhlas dalam setiap melakukan suatu amalan. Di sisi lain, kita tidak boleh berangan-angan atau mengatakan diri kita sebagai orang yang ikhlas (mukhlis). Karena masalah ini hanya Allah-lah yang akan menentukannya, siapa sebenarnya hamba-Nya yang betul-betul mukhlis. Dan masalah ini, tidak berada di tangan kita. Pada hari pengadilan nanti, barulah akan nampak siapa yang sebenarnya termasuk orang yang dapat dikatagorikan sebagai seorang mukhlis. Semoga Allah memberikan sifat ikhlas, dalam setiap amalan yang kita lakukan.

            Masalah terakhir yang perlu diperhatikan adalah dakwah. Dalam melaksanakan dakwah ini, kita perlu meninggalkan rumah untuk sementara waktu, dan semua yang kita cintai yang selama ini telah merasuk ke dalam hati kita. Inilah yang disebut sebagai keluar di jalan Allah. Pada saat keluar di jalan Allah inilah, maka amalan-amalan yang kita lakukan secara pelahan-lahan dan pasti, akan memasuki hati kita, dan amalan itu sendiri akan terasa hidup, karena ada ruhnya. Oleh karena itu, dalam melaksanakan dakwah ini kita harus bersungguh-sungguh. Apabila hal ini dapat kita lakukan, maka kita akan merasakan kesejukan hati dalam melaksanakan dakwah. Dan amalan-amalan selama keluar di jalan Allah ini, apabila diletakkan dalam salah satu timbangan, maka timbangan amal ini akan turun ke bawah dan timbangan di sebelah lainnya akan naik ke atas. Karena beratnya timbangan amalan tersebut, sehingga seseorang berfikir timbangan tersebut akan menimpa dirinya. Namun demikian, semua amalan itu hanya dengan syarat apabila dilaksanakan dengan ikhlas dan penuh rasa yakin. 