BAYAN MAGHRIB MAULANA SHAMIM DI MARKAZ YOGYAKARTA, MASJID JAMI’ AL ITTIHAD TANGGAL: 10 APRIL 2000


            Allah SWT meletakkan dua nidhom atau dua aturan dalam kehidupan ini. Yang pertama adalah nidhom ghoibi dan yang kedua nidhom dhohiri. Yang dimaksud dengan nidhom dhohiri, adalah sesuatu yang dapat dilihat oleh mata kita, seperti pertanian, perikanan, perkantoran, pembangunan jalan dan sebagainya, yang ada saat ini. Apa yang nampak di hadapan mata kita ini adalah nidhom yang dhohir. Sedangkan nidhom yang ghoibi yaitu yang diatur oleh Allah SWT melalui para malaikat. Sebagai perumpaan, kita lihat bayang-bayang atau naungan ketika awan sedang berjalan. Naungan tersebut adalah bayangan daripada dhohiri, sedangkan yang ghoibi adalah awan itu sendiri. Jadi adanya bayangan tersebut, karena adanya awan. Contoh yang kedua, dapat pula dimisalkan tubuh kita ini, yang nampak adalah dhohiri sedangkan yang menggerakkan terletak dalam tubuh kita yaitu ruh kita disebut ghoibi. Dengan demikian, alam ini semua baik peredaran matahari, bulan, bintang-bintang semua yang ada ini adalah dhohiri saja, dan itu semua diatur oleh nidhom ghoibi dari Allah SWT. Nidhom yang dhohiri ini pada dasarnya ikut kepada nidhom ghoibi, yang tidak terlihat oleh kedua mata kita.

Manusia ini akan berjaya, akan berbahagia,  apabila dia senantiasa mengikuti nidhom ghoibi yang diatur oleh Allah SWT. Dia atur segala macam kehidupan ini, menurut apa yang diatur oleh Allah SWT. Dia tidak terkesan dengan nidhom yang dhohiri. Maka kejayaan dan kebahagian akan diberikan kepada manusia, kalau dia paham akan nidhom dhohiri tersebut.

Yang namanya iman, adalah iman kepada nidhom yang ghoibi. Maka kita katakan dalam lafadz iman kita  Amantubillahi wa malaaikatihi, yaitu iman kepada Allah dan iman kepada para malaikat. Inilah yang dimaksud dengan iman kepada yang ghoib. Allah SWT tidak terlihat oleh kita, begitu pula para malaikat. Semua nidhom yang dhohiri ini diatur oleh nidhom yang ghoibi, dan yang berkuasa atau dominan adalah nidhom ghoibi, bukan nidhom yang dhohiri.

Fir’aun, dia berusaha mengatur kerajaannya dengan nidhom dhohiri. Dia mempertahankan kerajaannya, dengan nidhom dhohiri. Pada suatu hari dia bermimpi, bahwasanya akan lahir seorang bayi dari Bani Israil yang akan menggoncangkan dan menghancurkan kerajaannya. Kemudian ia berusaha menghalangi kelahiran bayi yang akan menghancurkan kerajaannya tadi, dengan membuat nidhom-nidhom dhohiri. Yaitu, dia perintahkan semua orang di kerajaannya dan segenap tentaranya, untuk membunuh setiap bayi Bani Israel yang lahir, sehingga sekian ribu bayi telah dibunuh. Kemudian para menterinya mengatakan kepada Fir’aun: “Kalau semua bayi-bayi ini dibunuh, maka siapa yang akan kerja di kerajaan kita ?. Yang menyapu, yang memasak, semua adalah kuli-kuli dari Bani Israil. Kalau semua ini dibunuh, siapa yang akan kerja di kerajaan kita nanti ?.” Mendengar nasehat ini, kemudian Fir’aun merobah peraturan: “Kalau begitu, setahun kita bunuh dan setahun kita biarkan hidup”.

Allah SWT ingin melihatkan nidhom ghoibi-Nya. Ingin menantang nidhom dhohiri yang dibuat oleh Fir’aun. Maka Allah SWT wujudkan, Harun AS lahir pada tahun yang tidak ada pembunuhan. Beliau lahir dengan selamat. Dan Allah SWT ingin nampakkan kekuasaan-Nya, dilahirkan Musa AS di tahun yang ada pembunuhan. Lahirlah Musa AS, maka ibunyapun ketakutan: “Bagaimana anak saya ini akan dibunuh oleh Fir’aun di tahun tersebut.” Tapi Allah SWT, katakan kepada ibunya Musa AS: “Jangan takut. Letakkan anakmu dalam satu kotak, dan hanyutkan dalam sungai, nanti Kami akan pelihara dengan cara Kami sendiri, dan nanti Kami akan mengembalikannya kepadamu.” Allah SWT menyenangkan ibunya Musa AS, agar jangan khawatir akan kematian anaknya di tangan Fir’aun. Tuhan adalah Tuhan. Jadi Tuhan yang menciptakan, maka Tuhan pulallah yang memelihara. Dia yang menciptakan, maka Dia pulalah yang menjaga hamba-Nya tersebut. Dengan kekuatannya sendiri, Allah akan jaga. Sedangkan manusia, tanpa bantuan dan kekuatan dari Allah, tidak mampu berbuat apa-apa. Tapi, Allah tanpa bantuan dari makhluk-Nya mampu berbuat segala-galanya.

Pada suatu saat Fir’aun bersama isterinya, memandang ke arah sungai. Istana Fir’aun memang di buat di atas sungai. Mereka melihat pemandangan seperti biasa, benda-benda yang mengapung di atas sungai termasuk kotak-kotak. Tetapi, pada hari itu Allah ingin menampakkan nidhom ghoibi kepada Fir’aun dan juga kepada seluruh manusia. Isteri Fir’aun memandang kotak terapung di atas sungai, dengan pemandangan yang lain dibandingkan dengan hari-hari biasa. Allah arahkan pandangan mereka ke kotak tersebut. Kotak itu semakin mendekat dan mendekat ke istana Fir’aun. Kemudian kotak tersebut diambil, dan setelah dibuka, ternyata isinya seorang bayi yang sangat cantik sekali. Allah SWT kemudian tanamkan perasaan cinta isteri Fir’aun kepada bayi tersebut, dan Fir’aun marah. Dia pikir bahwa bayi inilah yang akan menghancurkan kerajaannya, maka ia ingin membunuhnya.

Tetapi nidhom ghoibi dari Allah SWT bagaimana ?. Allah menantang Fir’aun. Ribuan bayi telah dibunuh dimana-mana, dan sekarang di depannya dihadapkan seorang bayi. Mampukah sekarang dia membunuh bayi tersebut ?. Bagaimana nidhom ghoibi Allah wujudkan ?. Yaitu dengan cara menanamkan perasaan cinta isteri Fir’aun kepada bayi itu. Rasa cinta, inilah tentara daripada Allah. Ketika Fir’an akan membunuh, maka isteri Fir’aun mengatakan: “Jangan kau bunuh dia”. Akhirnya Fir’aun tidak dapat berbuat apa-apa. Dan inilah ciri khas kehidupan di dunia, bahwa orang-orang besar selalu tunduk kepada isterinya. Di tengah rakyatnya ia berbicara yang hebat-hebat : “Ana robbukumul a’la, saya adalah tuhanmu yang lebih tinggi”. Bicara seenaknya, perintah seenaknya, tidak mau mendengarkan suara siapapun juga. Tetapi, setelah di rumah ia akan tunduk kepada isterinya. Inilah orang dunia. Kemudian Allah ingin tundukkan lagi Fir’aun, dengan cara bagaimana ?. Fir’aun berkata: “Saya adalah robb-mu yang memelihara segala-galanya”. Pada saat itulah isteri Fir’aun semakin cinta dan sayang kepada Musa AS, dan menangis terus menangis, meminta kepada Fir’aun agar mencarikan wanita yang dapat menyusui bayi tersebut. Padahal Fir’aun sudah mengatakan dirinya sebagai robb (tuhan) tetapi, dia tidak mampu memberikan susu kepada bayi, sehingga dia cari wanita-wanita yang dapat menyusukannya. Dan Allah  SWT perlihatkan kekuasaan-Nya, dengan kenyataan bahwa Musa menutup mulutnya dan tidak mau menyusu kepada semua wanita yang  manapun juga. Fir’aun lemah, dia tidak dapat menunjukkan bahwa dirinya robb yang dapat memberikan susu kepada seorang bayi, atau memerintahkan para wanita untuk memberikan susunya masing-masing. Musa tetap saja tidak mau menyusu. Akhirnya kakak atau saudari Musa AS yang selalu mengikuti perjalanan kotak tersebut, datang kepada Fir’aun, dan dia katakan : “Saya mempunyai seorang ibu, dan dia pandai menyusukan. Kalau sekiranya engkau mau, maka akan saya panggilkan ibu saya.” Manusia lemah, tidak dapat berbuat apa-apa tanpa ijin dari Allah SWT. Maka hadirlah ibu Musa AS ke istana Fir’aun untuk menyusui Musa AS anaknya sendiri.

Begitulah, bahwa orang-orang dunia ini selalu tunduk kepada isterinya. Tetapi, orang yang beragama, Allah tundukkan isterinya untuk dia. Jadi isteri akan memberikan kenikmatan dalam kehidupan tersebut. Memang Nabi SAW telah katakan : “Dunia ini adalah perhiasan, keindahan dan sebaik-baiknya keindahan adalah isteri yang sholeha”. Isteri yang beragama dan ta’at kepada suaminya, maka itulah yang disebut agama, dan inilah yang memberikan kenikmatan dalam kehidupan. Tetapi kalau isteri tidak ta’at kepada suaminya, maka itu namanya bukan isteri yang baik. Maka isteri yang tidak baik, yang tidak ta’at kepada suaminya, maka segala amalannya puasa, zakat, sholat, tidak akan diterima oleh Allah SWT. Maka yang paling utama dalam melaksanakan amalan bagi seorang isteri, adalah ketaatannya kepada suami. Jadi, meskipun dia sudah beribadah dan beribadah, selama dia tidak ta’at kepada suaminya, maka amalannya tersebut akan berguguran dan jatuh.

Menghadapi kenyataan tersebut Fir’aun kebingungan. Menteri-menteripun kebingungan, bagaimana anak bayi ini tidak mau menyusu dan menangis terus menerus. Maka sekiranya anak ini mati, tidak ada makanan,  Fir’aun akan malu. Bagaimana negara Mesir yang begitu besar pada waktu itu, tidak mampu menjaga seorang anak bayi saja. Inilah yang menyebabkan kebingungan Fir’aun. Namun setelah datang ibu Musa AS, dan ternyata Musa AS dengan cepatnya menyusu kepada ibunya sendiri, Fir’aun tidak tahu bahwa wanita itu adalah ibu bayi tersebut. Pada saat Musa AS mulai menyusu, maka Fir’aun mulai gembira, demikian pula para menteri menjadi tenang, karena tidak dipermalukan dengan kematian bayi tadi. Kemudian saking begitu senangnya Fir’aun, maka dikatakan kepada ibu Musa AS : “Segala keperluan kamu akan menjadi tanggungjawab saya. Keperluan kamu dan keluarga kamu akan menjadi tanggungjawab saya.” Jadi bagaimana Musa AS dipelihara ?. Bukan Fir’aun atau ibunya yang memelihara. Tetapi, Allah SWT yang memeliharanya. Allah gunakan Fir’aun yang ingin  membunuh bayi tadi, untuk memelihara Musa dan ibunya. Berkat keberkahan Musa AS, Allah cukupkan segala keperluan ibu dan keluarganya yang lain. Inilah kekuasaan Allah SWT. Allah ingin memperlihatkan kelemahan dari manusia, dan di sisi lain Allah ingin tunjukkan kekuatan-Nya.

Yang namanya iman, tercakup dalam tiga hal. Kalau ketiga hal ini tertanam dalam diri kita, maka baru itulah yang disebut kita beriman. Pertama, kita harus yakin terhadap sifat Rububiyah Allah SWT. Kedua, yakin terhadap sifat uluhiyah Allah SWT dan ketiga yakin terhadap asma Allah SWT.

Begitu pula Namrud, diberitakan oleh para ahli nujum bahwa pada suatu malam akan mengalir mani dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan dan akan lahir seorang anak yang dapat menggoncangkan kerajaannya. Maka Namrud setelah tahu tentang pertanda tersebut, ia kumpulkan semua rakyatnya pada malam yang telah ditentukan oleh para ahli nujumnya tersebut. Karena malam itu, akan terjadi perpindahan seperma seorang laki-laki ke ovum seorang wanita, maka dipisahkannya seluruh wanita jauh-jauh dengan laki-laki. Dan dia umumkan, tidak boleh satupun laki-laki dan perempuan, suami dan isteri, yang bertemu pada malam hari itu. Inilah nidhom dhohiri yang dibuat oleh Namrud, untuk menghalang-halangi kelahiran seorang bayi yang akan menghancurkan kerajaannya.

Namrud pada malam itu, memerintahkan seorang menterinya untuk menjaga para laki-laki dan isteri menteri tersebut untuk menjaga para wanita. Kemudian Namrud duduk di tengah-tengah antara kelompok laki-laki dan kelompok perempuan tersebut dengan hebatnya, dengan harapan dia dapat mamantau langsung bahwa tidak akan terjadi pergaulan antara suami dan isteri pada malam tersebut. Dia jaga, dia jaga terus, dan akhirnya dia mengantuk, kemudian tertidur lelap. Menteri yang menjaga laki-laki tersebut, berusaha dengan keras agar tidak ada satupun laki-laki yang masuk ke tempat perempuan, demikian pula di seberang yang lain, isteri menteri yang bertugas menjaga kaum wanita, berjaga dengan keras agar tidak ada seorang wanitapun menyeberang ke tempat laki-laki. Dia perhatikan terus menerus, dan malampun semakin larut, yang mengakibatkan semua wanita tertidur. Demikian pula di sebelah yang lain, ternyata semua laki-laki juga tertidur. Melihat kaum wanita sudah tertidur semua, maka isteri menteri tersebut berusaha mendekat ke tempat kaum laki-laki, berjaga-jaga agar jangan sampai ada satupun laki-laki yang mendekati kelompok wanita. Dia berjalan dan berjalan terus mendekati perbatasan kaum laki-laki. Demikian pula menteri tersebut, melihat kaum laki-laki sudah tertidur semua, dia mendekat ke perbatasan tempat wanita, dengan harapan tidak ada satupun wanita yang akan menyeberang ke tempat laki-laki dan membangunkan suaminya. Dia berjalan dan berjalan terus, sehingga sampailah dia di tempat perbatasan kaum wanita. Di situlah kemudian kedua makhluk Allah, suami isteri yang bertugas menjadi penjaga tersebut saling bertemu, saling mendekat, kemudian saling berbicara dan akhirnya timbul rasa cinta dan kasih sayang, yang akhirnya ditutup dengan pergaulan suami isteri yang justru dilakukan di bawah telapak kaki Namrud sendiri. Sebenarnya, kalau malam itu menteri tersebut mengerjakan sholat atau amalan lain, maka tidak akan terjadi pergaulan dengan isterinya. Tetapi, karena dia bertugas sebagai security saja atau sebagai satpam, sementara itu isterinya juga menjalankan tugas yang sama, maka terjadilah apa yang seharusnya terjadi, dan itulah yang dikehendaki oleh Allah SWT.

Pada pagi harinya, setelah program yang dibuat oleh Namrud dijalankan, maka para ahli nujumnya datang kepada Namrud. Dan dikatakannya : “Wahai sang raja, tadi malam telah terjadi perpindahan seperma seorang laki-laki ke dalam rahim isterinya”. Inilah nidhom ghoibi yang ingin Allah SWT tunjukkan. Setelah diberitahu oleh para ahli nujumnya, maka raja Namrud marah,  dan rakyatnyapun juga marah. Mereka katakan : “Mengapa sudah dikasih tahu oleh raja, masih saja menentang perintah raja dan terjadi pergaulan antara suami dan isteri, padahal sudah dilakukan penjagaan dengan ketat”. Menteri dan isteri yang saling bergaul tadi malam, juga berpura-pura marah. Maka dibuatlah peraturan yang kedua, yaitu dikatakan : “Kita catat dengan baik. Kapan bayi yang akan lahir dengan perhitungan yang tepat, sejak terjadinya pertemuan antara suami isteri tersebut, akan dibunuh semua”.

Demikianlah sifat-sifat kerajaan atau suatu negara, yang berbuat salah menterinya, yang menjadi korban adalah rakyatnya sendiri. Bagaimana aturan atau nidhom ghoibi yang dibuat oleh Allah SWT terhadap peristiwa tersebut ?. Kehamilan ibu Ibrahim AS tadi, lain daripada kehamilan wanita yang lain. Pada saat waktu melahirkan, ibu Ibrahim AS pergi ke hutan dan tidak ada satupun rakyat atau raja Namrud yang tahu, sehingga dia dapat melahirkan dengan mudah dan selamat, kemudian kembali lagi masuk ke kerajaan lagi, seolah-olah tidak ada peristiwa luar biasa yang telah terjadi. Ibrahim lahir dengan selamat, sementara itu sekian banyak bayi yang lahir bersamaan waktunya telah terbunuh. Dalam keadaan baru lahir, Ibrahim ditinggalkan begitu saja di dalam hutan, bukan ibunya yang memelihara, tetapi Allah SWT yang memeliharanya. Allah SWT yang menjaga dan memelihara bayi yang masih dalam rahim ibunya, dan Allah SWT yang memelihara setelah bayi tersebut lahir dari rahim ibunya. Allah SWT yang memelihara air mani selama 4 bulan sehingga menjadi tubuh yang sempurna, dan Allah pulalah yang meniupkan ruh dalam tubuh bayi tersebut. Pernahkan kita berfikir, kenapa baru 4 bulan ditiupkan ruh ke dalam tubuh bayi yang masih dalam kandungan ?. Kenapa tidak dikeluarkan saja langsung ?. Kenapa Allah  SWT masih simpan dalam rahim ibunya selama 5 bulan lagi ?. Pernahkan kita berfikir samacam ini ?. Kenapa setelah ditiupkan ruh, tidak langsung saja dikeluarkan dari rahim ibunya ?. Kenapa masih harus ditahan selama 5 bulan dalam kandungan ibunya ?. Pada dasarnya, Allah ingin memperlihatkan kepada manusia, untuk berfikir, bahwa Allah yang memberikan ruh, kemudian Allah yang memelihara dalam rahim ibu tersebut.

Bagaimana Allah SWT memelihara Nabi Ibrahim AS ?. Yaitu dikeluarkannya dari dua ibu jari Ibrahim, dari satu jari keluar susu dan dari satu jari lainnya keluar madu. Inilah kekuatan Allah SWT, dan perkembangan Ibrahim AS tidak seperti perkembangan bayi-bayi yang lainnya. Perkembangan bayi lain yang membutuhkan waktu satu tahun, bagi Ibrahim AS cukup dalam waktu satu bulan saja. Demikian pula perkembangan bayi yang lainnya dalam enam bulan, bagi Ibrahim AS hanya memerlukan waktu satu minggu saja. Atau satu minggu perkembangan bayi biasa, maka bagi Ibrahim AS cukup satu hari saja. Ini adalah kekuasaan Allah SWT.

Ibu Ibrahim AS, sekali-kali melihat keadaan anaknya dalam hutan, dan ternyata perkembangannya begitu cepat, sangat bagus sekali, sangat tampan sekali, sangat gagah sekali, sehingga yakinlah ibunya bahwa yang memelihara Ibrahim adalah Allah SWT. Karena cepatnya perkembangan Ibrahim, sehingga dia tumbuh menjadi anak yang besar, kemudian dia pergi ke kota. Sampai di kota orang-orangpun bingung, melihat ibu jari si anak, mengeluarkan susu dan madu. Orang yang menyangka anak ini lahir pada saat yang ditentukan oleh Namrud, mereka semakin tidak percaya. Demikian pula orang-orang yang ahli menghitung kelahiran anak, mengatakan tidak mungkin kalau dia lahir pada hari yang ditentukan oleh Namrud, kalau dilihat dari bentuk fisik anak tersebut. Mereka berkesimpulan, bahwa anak ini lahir jauh hari dari tanggal atau hari yang telah ditentukan tersebut. Inilah kekuasaan Allah SWT. Allah telah pelihara Ibrahim AS.

Itulah yang namanya iman, hendaknya kita tanamkan dalam hati kita sifat rububiyah dari Allah SWT. Allah yang memelihara bayi sejak dalam rahim ibunya, Allah  pula yang memelihara kita di padang mahsyar. Allah yang  memberikan ruh kita dalam kubur, dan selama 60-70 tahun Allah yang memberikan ruh dalam tubuh kita. Dia yang memelihara kita. Dia yang memberi makan kita. Dia yang memberikan segala-galanya kepada kita.

Keyakinan terhadap rububiyah Allah SWT harus senantiasa kita tanamkan dalam diri kita. Selama belum tertanam keimanan terhadap rububiyah Allah tadi, maka kehidupan kita masih belum lurus. Allah SWT telah berfirman: “Sesungguhnya orang yang mengatakan rabb kami adalah Allah”.  Ayat ini tidak sampai di situ saja, tetapi diteruskan dia tetap istiqomah dalam pengakuan tadi, karena untuk mengucapkan “rabb kami adalah Allah” itu mudah, tetapi untuk istiqomah ini yang dituntut oleh Allah SWT. Bagaimana dalam kehidupan di dunia ini, kita yakini bahwa rabb kita adalah Allah SWT. Oleh karena itu, selama keimanan ini belum menghunjam dalam diri kita, maka kita tidak akan mampu menjawab pertanyaan di kubur. Karena dalam kubur, pertanyaan pertama yang akan diajukan adalah: “Man Rabbuka ?”. Rabb kamu siapa ?. Dan siapa yang mampu untuk menjawab ?. Yaitu orang-orang yang sudah tertanam sifat rububiyah dalam hati mereka. Maka dari itu, orang yang selama hidupnya di dunia yakin terhadap tokonya, yakin terhadap pertaniannya, yakin terhadap perdagangannya, yakin terhadap perkantorannya, maka dalam kubur dia tidak akan mampu menjawab pertanyaan tersebut.

Apa yang direkam oleh kaset, itulah yang akan keluar pada saat diputarkan. Kalau yang kita rekam adalah orang membaca ayat Al Quran, maka Al Quran itulah yang akan keluar dari kaset tadi. Tetapi kalau yang direkam tadi adalah ceremah-ceramah, maka ceramah-ceramah inilah yang akan keluar. Demikian pula kalau yang direkam lagu-lagu yang tidak karuan (dan tidak ada lagu yang karuan), maka lagu-lagu itulah yang akan keluar. Oleh karena itu, kalau belum tertanam betul rububiyah Allah tersebut dalam diri kita, maka kita tidak akan mampu menjawab pertanyaan kubur. Tetapi kalau itu yang sudah tertanam dan terhunjam dalam diri kita, maka itulah yang akan keluar pada saat ada pertanyaan dalam kubur nanti.

Yang namanya iman, bukan hanya sekedar ucapan saja. Ucapan hanya sekedar mendhohirkan iman. Tetapi hakekat iman, adalah terletak dalam hati manusia itu sendiri. Yang terhunjam dalam hati, itulah yang namanya iman. Kadang-kadang lisan ini juga dapat berbohong, bisa berdusta. Misalnya, kita duduk di restoran, minum kopi atau teh, makan sate atau yang lainnya. Kemudian ada teman lewat di depan restoran, terus kita panggil kita tawari makan dan minum. Ini lisan kita. Tetapi dalam hati, kalau dia mau, maka kita yang akan bayar. Lisan dia memanggil kawannya, tetapi di hati mengatakan mudah-mudahan jangan datang. Inilah yang namanya lisan, bisa berbohong. Lisan berbicara, apa yang sebenarnya tidak ada dalam hati.

Seorang hamba Allah sedang tidur pada jam 2.00 siang bersama isterinya. Dia merasa mengantuk yang sangat berat, tetapi tiba-tiba pintu rumahnya diketuk oleh seseorang. Ternyata yang datang adalah adik iparnya. Maka diapun bangun. Dia buka pintu, dan masya Allah, diterimanya adik iparnya tersebut dengan senyuman, marhaban, marhaban, marhaban. Mukanya tersenyum, mulutnya berbicara manis, tetapi dalam hatinya dia berbicara: “mengapa dia ini datang pada waktu yang tidak tepat, suasana yang tidak tepat ini ?”. Dalam hatinya, dia tidak suka kedatangan tamu tadi. Lisannya mengatakan menerima dan mukanya ramah, tetapi hatinya berkata  lain. Kemudian isterinya bangun dan melihat adiknya sendiri yang datang, maka diterimanya dengan baik, dengan muka tersenyum dan perkataan yang manis. Selanjutnya dia pergi ke dapur, serta membuatkan teh untuk adiknya. Kalau si suami menerima kedatangan adik iparnya dengan mulut manis, tetapi hatinya tidak suka, maka si isteri menerima dengan tulus ikhlas, dengan wajah manis dan senyuman serta di hatinya juga demikian, karena yang datang adalah adiknya sendiri, keluarganya sendiri, maka kedatangannya diterima dengan baik. Apa yang ada dalam hatinya, itulah yang ada di lisannya.

Demikianlah, apabila iman seseorang itu hanya ada di lisan, dan belum menghunjam dalam hatinya, maka dia tidak akan sanggup menjawab pertanyaan kubur. Kalau iman sudah ada dalam hati, yakin terhadap kodrat Allah, yakin terhadap Dzat Allah, yakin kepada sunnatullah dan semuanya terhunjam dalam hatinya, maka dengan mudahnya kita akan dapat menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh Allah dalam kubur nanti.

Sebenarnya amalan ummat manusia hari ini, tidaklah kurang. Banyak sekali amalan-amalan yang dikerjakan oleh orang. Bahkan hampir seluruh dunia, penuh dengan amalan-amalan manusia, yang mana pada jaman-jaman terdahulu, belum ada amalan-amalan sebanyak yang dilakukan manusia saat ini. Kalau kita lihat, jumlah masjid saat ini sangatlah banyak, yang mana jumlah ini belum pernah ada pada masa-masa dahulu. Begitu pula orang yang sholat hari ini, jauh lebih banyak dibandingkan dengan orang-orang yang sholat pada jaman dahulu. Begitu pula para hafidz Al Quran, dan orang alim yang ada pada hari ini, jauh lebih banyak dibandingkan dengan jaman terdahulu. Orang-orang yang mengerjakan amalan-amalan agama saat ini, jauh lebih banyak dibandingkan dengan mereka yang mengerjakan pada jaman dahulu. Meskipun begitu banyak amalan agama, banyak masjid, banyak hafidz, banyak orang alim, tetapi mengapa orang Islam saat ini justru dalam kehinaan ?. Dan tidak ada kehinaan ummat Islam saat ini lebih banyak dibandingkan dengan ummat yang terdahulu. Tidak ada cucuran darah ummat Islam yang lebih banyak ditumpahkan ke permukaan bumi pada saat ini, dibandingkan dengan cucuran darah yang terdahulu. Kenapa semua ini terjadi , dan sebab apa ini terjadi ?. Semuanya ada. Apa yang tidak ada ?. Yang tidak ada, adalah keyakinan dalam hati ummat Islam saat ini. Hati manusia saat ini, telah kosong terhadap Dzat Allah, telah kosong terhadap kodrat Allah. Keyakinan terhadap hari kebangkitan, keyakinan terhadap sorga dan neraka, telah kosong di hati manusia, sehingga ruh agama sudah hilang dalam kehidupan ummat sekarang.

Lisan kita mudah berkata, bahwa kerajaan tidak ada apa-apanya. Harta tidak ada apa-apanya. Begitu pula gunung, matahari, bulan, bintang, emas, semua tidak ada apa-apanya. Lagi dan lagi, semua itu kita ucapkan di lisan dengan mudahnya. Tetapi, pada saat kita berbenturan dengan benda-benda yang kita hajatkan tersebut, maka pada saat itulah hati kita tidak dapat menolak terhadap benda-benda yang kita hajatkan tadi.

Hati manusia akan selalu ta’at kepada sesuatu yang diinginkan tersebut. Para Anbiya AS, menggunakan medan atau lahan usaha merekayang berupa hati-hati manusia. Apabila di hati manusia diibaratkan sebagai bumi, kemudian tertanam bibit-bibit keyakinan yang benar terhadap kodrat Allah, terhadap sunnatullah, terhadap zat Allah, terhadap sorga, terhadap neraka dan sebagainya, maka manusia akan mudah menta’ati  segala perintah Allah. Berhadapan dengan segala bentuk kebendaan di dunia ini, baik itu pertanian, perdagangan, perekonomian, dan segala macam bentuk-bentuk yang ada di dunia sejak Nabi Adam AS sampai Muhammad SAW, bagi seorang yang beriman, hanya dengan satu kalimat yaitu “laa ilaaha illallah”.

Untuk itu, yang pertama kali harus kita tanamkan di hati adalah bahwa Kholiq kita adalah Allah SWT. Dia yang menciptakan segala-galanya. Dan Allah-lah yang meletakkan sifat mudhorot dan manfaat dalam kebendaan tersebut. Allah yang menciptakan, dan seluruh yang dicptakan-Nya berhajat kepada Allah SWT. Tidak ada satupun benda yang bermanfaat bagi Allah dan tidak ada satupun yang mudhorot bagi Allah,  tetapi benda-benda itu semuanya berhajat kepada Kholiq-nya Allah.

Sifat-sifat Allah harus senantiasa kita tanamkan dalam hati kita, sehingga kita yakin bahwa Allah Kholiq, Allah yang mencipta, Allah Qodir, Allah yang berkuasa, Allahu shomad, Allah tidak berhajat kepada ciptaan-Nya, tetapi ciptaan-Nya yang berhajat kepada Allah.

Kapan keyakinan ini akan datang ?. Yaitu dengan usaha. Dan bukan sembarang usaha, tetapi usaha para Anbiya AS. Bukan usaha yang dibuat oleh manusia, tetapi usaha yang dibuat oleh para Anbiya. Apakah usaha itu ?. Yaitu dakwah. Dalam medan dakwah inilah, iman akan diajarkan. Iman tidak akan datang di rumah dengan begitu saja  atau di bawa angin, tetapi kapan iman akan datang ?. Yaitu pada saat orang berjalan keluar dan berjuang di jalan Allah SWT. Pada saat manusia keluar dan berjuang di jalan Allah, merasakan kepanasan di tengah terik matahari, kedinginan di tengah hujan yang lebat, tetapi terus berkorban, bermujahadah, dan penuh dengan kesabaran, berbagai macam hantaman dia hadapi, maka pada saat itulah imannya akan terbentuk.

Iman tidak akan datang hanya dengan pembicaraan, dengan ceramah-ceramah, dengan mendengar bayan, dengan bacaan, dengan tulisan, dengan berbagai cara ini iman tidak akan terbentuk. Tetapi, iman akan datang dengan cara mengikuti usaha dakwah yang dibuat oleh Rasulullah SAW. Berjuang dan pergi ke medan dakwah dengan penuh pengorbanan, maka sifat yakin akan terbentuk. Iman akan datang, pada saat kita keluar di jalan Allah dan menangis di hadapan Allah. Pada saat kita keluar di jalan Allah, kita bayangkan tentang kebesaran Allah, kita katakan tentang kebesaran Allah, kita sampaikan tentang kebesaran Allah kepada manusia lainnya, maka kebesaran Allah tersebut akan datang di hati kita. Kita sampaikan tentang kebesaran Allah, hingga kebesaran makhluk keluar dari hati kita. Menafikan segala kebesaran benda-benda yang ada di luar badan kita seperti pertanian, perdagangan, semua itu baru separuh dari iman. Sedangkan menafikan semua apa yang ada pada diri kita, dan semua yang kita miliki, itulah yang disebut kesempurnaan iman.

Untuk mengatakan bahwa toko kamu tidak bermanfaat, perdagangan kamu tidak bermanfaat, untuk menafikan yang kita miliki, menafikan usaha kita, itu adalah suatu hal yang sulit. Kapan kita dapat menafikan itu semua ?. Yaitu pada saat kita keluar dan berjuang di jalan Allah. Pada saat itu, kita juga dapat menafikan bahwa diri kita, juga tidak dapat  bermanfaat bagi keluarga sendiri. Setelah kita keluar 4 bulan di jalan Allah, baru kita akan tahu apa yang sebenarnya ada dalam hati kita. Pada saat itulah kita tahu apa yang ada di hati kita, apakah yakin pada kebendaan atau yakin kepada Allah. Inilah masa atau waktu ujian dari Allah SWT. Saat keluar kita harus tanamkan di hati kita, bahwa apa yang ada dari langit sampai bumi yang mengatur adalah Allah dan semua adalah ciptaan Allah, Rabb mereka adalah Allah. Dicontohkan, bagaimana keyakinan Sofyan Ats-tsauri Rah.A. Seandainya bumi ini menjadi kuningan semua, dan langit adalah besi, tidak ada satupun biji yang dapat tumbuh di bumi, dan tidak ada setetespun air yang turun dari langit, selama keyakinan masih tertanam dalam hati, maka Sofyan Ats-tsauri yakin bahwa Allah SWT akan pelihara dia. Namun demikian, kalau dalam kondisi semacam itu, kemudian dia katakan siapa yang akan pelihara saya, maka Sofyan Ats-tsauri katakan bahwa ia tidak beriman. Selama keyakinan tidak tertanam dalam hati kita, maka kehidupan kita tidak akan berubah. Kehidupan kita tidak akan berubah dengan ilmu, dan juga tidak berubah dengan amalan, tetapi kehidupan akan berubah dengan keyakinan yang ada pada hati kita. Seseorang yang telah berbuat maksiat, dia berzina, dia korupsi, dan segala macam bentuk kemaksiatan lainnya tidak akan dapat berubah, selama keyakinan terhadap Allah tidak tertanam dalam hatinya.

            Rasulullah SAW, berusaha di Mekkah untuk menanamkan keimanan di hati manusia, selama 13 tahun. Tidak ada Nabi yang lebih besar dari Rasulullah SAW, Beliau adalah Nabi yang termulia, dan Beliau mengajarkan iman. Tidak ada pengajar yang lebih baik dari Rasulullah SAW, dan tidak ada pelajar yang lebih hebat dari para Sahabat RA. Pengajarnya adalah yang terbaik dan santri atau pelajarnya yang terbaik pula. Tetapi untuk menanamkan keimanan, berapa tahun ?. 13 tahun dibutuhkan waktu untuk menanamkan iman. Kalau begitu, berapa tahun untuk menanamkan keimanan dalam hati kita ?.

Apabila kita berdakwah kepada orang lain dengan mengatakan : “Wahai saudara, kerjakanlah sholat dengan betul”. Maka dia akan jawab: “Insya Allah, saya akan solat dengan betul”. Dia bersedia untuk mengerjakan sholat. Kemudian kita katakan : “Wahai saudara, kerjakanlah ibadah haji”. Maka dia akan jawab: “Insya Alah, saya akan kerjakan haji”. Kemudian kita katakan : “Wahai saudara, bacalah Al Quran dengan betul”. Maka dia akan jawab: “Insya Allah, saya akan baca Al Quran dengan betul”. Dia senang diajak sholat, dia senang disuruh pergi haji, dia senang disuruh baca Al Quran. Tetapi, kalau kita katakan  kepadanya : “Wahai saudara, hendaklah engkau belajar iman dengan keluar 4 bulan”. Maka dia akan marah. Maka dia akan katakan kembali kepada kita: “Hai saudara, apakah saya tidak beriman, sehingga harus belajar iman lagi ?”. Hadirin sekalian, inilah yang disebut misunderstanding, kesalah pahaman dalam kehidupan kita sejak kita lahir di muka bumi, kita merasa diri kita sudah beriman, yang berarti tidak perlu lagi belajar iman. Inilah kesalah pahaman ummat Islam saat ini, sehingga mereka sekarang dalam kehinaan.

            Pada saat ini iman kita ini tidak ada. Di hati kita, tidak ada tergambar tentang iman. Oleh karena itu, meskipun kita beramal, beramal terus, tetap saja amalan tadi tidak dapat mengeluarkan kita dari kehinaan. Maka dari itu, usaha kita yang paling utama adalah belajar iman. Kuatkanlah iman kita, seperti yang pernah dikatakan oleh para sahabat Nabi SAW, bahwa: “Pertama kali yang kami pelajari adalah iman, kemudian  baru kami mempelajari Al Quran. Sehingga dengan demikian, Al Quran menambah keimanan kami”. Yang namanya iman, bukan percaya kepada yang dhohir, tetapi yang dikatakan iman itu adalah percaya kepada yang ghoib. Iman kepada yang ghoib itulah yang dinamakan iman. Yakin dan percaya kepada yang diberitakan oleh Allah SWT, yakin kepada yang dikatakan oleh Rasulullah SAW, itulah yang namanya iman. Inilah iman yang dipelajari oleh para sahabat RA, dan inilah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.

            Sahabat Ali RA mengatakan: “Apabila dibukakan hijab kepadaku, diperlihatkan sorga dan segala kenikmatannya, sorga dengan makanan, buah-buahan, sorga dengan bidadari, begitu pula  istana diperlihatkan kepadaku, maka apa yang telah dikatakan dan diberitakan oleh Rasulullah SAW kepadaku, tidak ada bedanya. Bagiku tidak ada bedanya, sorga yang dinampakkan dengan nyata di hadapan mataku dan apa yang diberitakan oleh Rasulullah SAW”.

            Pada suatu hari Sayidina Ali RA sakit keras. Betul-betul sakit, dan ruh hampir keluar dari tubuh Beliau. Maka semua yang ada di sekitar Sayidina Ali RA, menangis dan menangis. Beliau kemudian membuka matanya melihat orang pada menangis, dan Beliau  bertanya : “Mengapa kalian menangis ?.” Dijawab oleh yang hadir: “Kami menangis, karena melihat keadaanmu yang sakit keras semacam ini, dan engkau akan meninggal dunia”. Mendengar jawaban ini, Sayidina Ali RA langsung bangun dari tempat tidurnya dan mengatakan: “Demi Allah, saya tidak akan mati karena sakit ini. Karena saya yakin kepada apa yang telah disabdakan oleh Rasulullah SAW kepada saya, bahwa: “Wahai Ali, engkau tidak akan mati, sebelum darah mengucur dari kepalamu dan membasahi jenggot-jenggotmu. Maka saya tidak akan mati, karena sakit yang sedang saya derita ini”. Itulah iman yang ada pada Sayidina Ali RA. Beliau yakin kepada apa yang diberitakan oleh Rasulullah SAW.

            Pada suatu hari Sayidina Ali RA bangun dari tidurnya. Ternyata, Beliau melihat ada orang-orang yang berjaga di sekitar rumah Beliau. Kemudian Beliau bertanya: “Wahai saudara-saudara, apa yang kalian jaga di rumahku ini ?. Apakah kalian menjagaku dari orang-orang di langit atau orang-orang di bumi ?”. Dijawab oleh para penjaga tersebut: “Kami menjaga tuan dari kejahatan orang-orang yang ada di bumi ini, karena kami tidak mampu menjagamu dari mereka yang ada di langit”. Maka dikatakan oleh Sayidina Ali RA : “Wahai saudara-saudara kembalilah kalian ke rumah masing-masing dan tidurlah. Jangan kau ganggu tidur tersebut. Apapun yang akan terjadi di bumi ini, sudah diputuskan di langit sana. Kalau sudah diputuskan di langit bahwa saya akan mati, dengan perbuatan orang di bumi, maka keberadaan kalian untuk menjagaku tidak akan bermanfaat, karena pasti saya akan mati. Dan kalau saya sudah diputuskan akan dipelihara oleh Allah SWT, maka sekian banyak orang berusaha akan menghancurkan diriku, maka mereka sama sekali tidak akan dapat berbuat apa-apa”. Inilah iman para sahabat. Yakin dengan apa yang diberitakan oleh Allah SWT dan yakin kepada apa yang dikatakan oleh Rasulullah SAW. Yakin kepada yang ghoib.

            Orang-orang bertanya kepada Sayidina Ali RA : “Wahai Ali, bagaimana ketika kamu tidur pada saat malam hijrahnya Rasulullah SAW”. Dijawab oleh Sayidina Ali RA: “Pada malam itu, saya dapat tidur dan merasakan ketenangan serta nikmatnya tidur yang belum pernah saya rasakan sampai saat ini. Saya rasakan kenikmatan tidur dan ketenangan pada malam hijrah tersebut, melebihi malam-malam yang lain”. Padahal malam itu, ada ancaman dari 100 pedang, yang berarti dapat terbunuh karena tidur di atas pembaringan Baginda Rasulullah SAW. Kenapa ?. Karena, dikatakan oleh Sayidina Ali RA : “Pada malam tersebut, sebelum Nabi keluar dari rumah Beliau katakan kepadaku: “Hai Ali, besok pagi engkau akan bangun. Serahkanlah amanah-amanah ini. Serahkan uang-uang ini kepada si Fulan, si Fulan dan si Fulan. Kemudian, wahai Ali, nanti Engkau akan mejumpaiku di kota Madinnah”. Maka dikatakan oleh Sayidina Ali bahwa: “Saya yakin tidak akan mati pada malam tersebut. Dan paginya saya akan menunaikan amanah Rasulullah SAW dan saya yakin tidak akan mati, sebelum sampai di kota Madinnah”. Inilah imannya para sahabat RA.

Suatu hari Rasulullah SAW sedang berjalan, kemudian diikuti oleh seorang Yahudi. Salah satu sahabat dari Anshor, melihat peristiwa tersebut, kemudian timbul tanda tanya, mengapa Yahudi itu mengikuti langkah-langkah Rasulullah SAW dengan cepat, dan dia tahu bahwa orang-orang Yahudi sering berbuat kejahatan terhadap orang-orang Islam, baik di jaman dahulu maupun sekarang. Bahkan kejahatan orang-orang Yahudi sekarang lebih ganas dibandingkan dengan dahulu. Mereka selalu memusuhi orang-orang Islam. Melihat orang Yahudi berjalan di belakang Rasulullah SAW, maka orang Anshor tersebut mengejarnya dan berjaga-jaga kemungkinan orang Yahudi tersebut, akan berbuat kejahatan kepada Rasulullah SAW. Setelah orang Yahudi tersebut dapat mengerjar Rasulullah SAW, maka dipeganglah tangan Rasulullah SAW dan dikatakannya : “Wahai Muhammad, engkau telah berhutang kepadaku, dan sampai sekarang engkau belum membayar”. Maka dijawab oleh Rasulullah SAW : “Dulu saya sudah bayar hutang saya”. Yahudi menyahut: “Belum, kau belum bayar hutang”. Nabi SAW jawab: “Sudah, sudah saya bayar”.  Yahudi berkata: “Siapa saksinya ?”. Maka orang Anshor yang mengikuti dan memperhatikan peristiwa tersebut mengatakan: “Saya ya Rasulullah yang menjadi saksi. Tuan sudah membayar hutang tuan”.  Akhirnya orang Yahudi tersebut pergi, karena sudah ada saksi bahwa Nabi SAW sudah membayar hutangnya. Setelah orang Yahudi pergi, maka Rasulullah SAW bertanya kepada sahabat Anshor tadi : “Wahai sauadara, ketika saya berhutang dan ketika saya membayar hutang, kamu tidak ada. Kenapa engkau berani menjadi saksi bahwa saya telah membayar hutang ?”.  Dijawab oleh sahabat tersebut: “Ya Rasulullah, mata saya boleh salah memandang, lisan saya boleh salah berbicara, dan telinga saya boleh salah mendengar. Tetapi, apa yang kau katakan, apa yang kau ucapkan, tentu tidak akan salah. Apa yang kau katakan bahwa engkau telah membayar hutang, maka saya yakin bahwa engkau telah membayar hutang tersebut”. Mendengar ketegasan dan jawaban itu, Rasulullah SAW sangat gembira dengan sahabat Anshor tersebut dan Beliau katakan : “Kalaulah saksi itu harus dua orang, maka untuk kau cukup satu orang saja”.
Karena keyakinan sudah keluar dari hati kita, maka ruh amalan ini telah hilang. Ruh dzikir kita lemah, ruh sholat kita lemah, ruh zakat kita lemah, dan seluruh nur amalan-amalan kita telah keluar dari diri kita. Karena apa ?. Karena lemahnya iman yang ada pada diri kita. Maka dari itu, kalau kita keluar 4 bulan, sebenarnya kita berusaha mencari mahol atau suasana yang baik, yang selama ini telah dikitari oleh lingkungan yang kurang baik. Selama kita tidak keluar dan berjuang di jalan Allah dan tidak mendakwahkan tentang iman kepada orang lain sebanyak-banyaknya, dan kita tidak menangis di hadapan Allah untuk  diberikan iman tersebut, maka selama-lamanya keyakinan kepada kebendaan tidak akan keluar dari diri kita.

Lisannya orang Islam hari ini, mereka mengagungkan Allah, mereka merasa dirinya bersama Allah,  Laa ilaaha illallah, Allahu Akbar. Lisannya mengagungkan Allah, mengagungkan Rasulullah Hadirin yang dimuliakan oleh Allah SWT, tetapi dalam hatinya meyakini seakan-akan mengatakan bahwa Allah tidak ada dan Rasulullah tidak ada. Oleh karena itu, orang-orang Islam saat ini senantiasa dalam kehinaan, karena di hati mereka tidak  ada Allah dan tidak ada Rasulullah SAW.

Sayidina Hussain RA, beliau pergi ke Kuffah. Beliau sudah berjanji akan ke sana, dan memang kedatangannya diminta oleh orang-orang Kuffah. Maka Beliau pergi ke Mekkah dulu, untuk thawaf. Setelah thawaf, Beliau bertemu dengan Abdullah Bin Zubair RA. Setelah Abdullah Bin Zubair RA, mengetahui bahwa Sayidina Hussain RA akan pergi ke Kuffah, maka dinasehati: “Wahai saudara, janganlah engkau pergi ke sana.  Karena orang-orang Kuffah, adalah orang-orang yang banyak melakukan makar. Jadi mereka tidak dapat dipercaya. Engkau jangan pergi ke sana”. Jawab Sayidina Hussain RA : “Saya sudah berjanji untuk pergi ke sana, bagaimanapun saya akan tunaikan janji tersebut”. Kemudian Beliau melanjutkan perjalanannya, dan berjalan, berjalan terus menuju ke Kuffah. Di pertengahan jalan, Beliau bertemu dengan orang-orang yang baru pulang dari Kuffah. Beliau bertanya: “Bagaimana keadaan orang-orang di Kuffah ?”. Jawab orang-orang tadi : “Wahai Hussain, sebaiknya engkau pergi kembali ke Madinnah, jangan pergi ke Kuffah. Keadaan tidak baik di sana. Kembalilah saja”. Maka kata Sayidina Hussain RA : “Saya bukan minta bermusyawarah dengan kalian. Tidak. Saya ingin menanyakan, bagaimana keadaan orang-orang Kuffah. Bagaimanapun, saya akan datang. Karena saya sudah berjanji, dan apapun yang akan terjadi saya akan tepati janji untuk datang ke Kuffah. Cuma, saya ingin tanya kepadamu, bagaimana keadaan orang-orang Kuffah, tolong jelaskan”. Mereka kemudian menjawab : “Orang Kuffah, lisan mereka bersama kamu. Lisan mereka menantikan kehadiran kamu, memujimu. Semua rumah menantikan kehadiranmu dan memuji dirimu. Lisan mereka memuji kamu, tetapi pedang mereka bersama Yazid”.

Demikianlah keadaan ummat Islam saat ini, lisan mereka bersama Allah SWT dan Rasulullah SAW, tetapi amal mereka bersama orang-orang Yahudi dan Nasrani. Maka bagaimana akan datang pertolongan dari Allah SWT. Coba pikirkan. Jadi pertolongan Allah akan datang, seandainya ada kehidupan Nabi SAW dalam ummat ini. Maka selama kehidupan atau sunnah Nabi tidak datang pada diri ummat ini, selama itu pula pertolongan Allah tidak akan datang. Kita menginginkan kejayaan dalam harta, dalam kerajaan, dalam kedudukan, dalam pangkat dan sebagainya. Padahal kejayaan dan kesuksesan, tidak diletakkan oleh Allah dalam kebendaan tersebut, tetapi dalam cara yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Di Baghdad pada waktu itu ada 2.200.000 orang muslim. Mereka muslim, tetapi kehidupan Islam tidak ada pada diri mereka. Kehidupan cara Nabi, telah keluar dari kehidupan mereka, maka mereka banyak mendholimi orang. Dan pada waktu itu, ada kaum Tartar. Orang-orang Muslim di Bagdad telah berbuat dholim kepada orang-orang Tartar. Pada suatu hari, pimpinan mereka, naik ke atas gunung. Dia berteriak memanggil tuhannya, untuk membantu orang Tartar. Tetapi tidak ada jawaban. Maka dia ganti memanggil Tuhannya orang Islam. Dan dia berkata: “Hai Tuhannya orang Islam , kalaulah Engkau haq, maka bantulah kami melawan orang-orang Islam karena kami telah didholimi ”. Maka ada jawaban atau suara: “Seranglah orang-orang Islam. Nanti akan ada pertolongan untuk kamu”. Pada saat peperangan terjadi, jumlah orang Tartar sangat sedikit sekali. Tetapi dengan jumlah yang sedikit tersebut, mereka dapat menang atas orang-orang Islam yang jumlahnya lebih banyak. Di antara 2.200.000 orang Islam di Bagdad, sebanyak 1.700.000 orang Islam mati dan dilemparkan ke sungai Dajla. Satu orang wanita Tartar, berhasil membunuh sekian banyak orang Islam. Wanita tadi, mengatakan kepada orang Islam: “Kamu berdiri di sini semua, saya belum membawa senjata. Tunggu di sini, saya akan pulang mengambil senjata, dan jangan ada yang bergerak”. Kemudian wanita tersebut pulang ke rumahnya. Dia balik ke medan perang, dan dibunuhnya satu persatu orang Islam tersebut. Orang-orang Islam itu, tidak ada yang berani melawan wanita tadi.

Setelah peperangan selesai dan kemenangan berada di kaum Tartar, maka salah satu dari pemimpin mereka mengumpulkan bala tentaranya.  Dan dia berkata: “Wahai tentara-tentaraku, kemenangan kalian ini bukan atas pertolongan tuhan kita. Tetapi, semata-mata hanya sebab pertolongan Tuhannya orang-orang Islam sendiri. Maka sekarang, ucapkanlah: “Laa ilaaha illallah, Muhammadur Rasulullah”. Dan sebagian tentara Tartar masuk Islam, kemudian menyebarkan agama Islam ini sampai ke daratan China. Jadi Allah bersama dengan yang haq. Tidak bersama dengan yang tidak haq.

Ada dua orang Islam. Tetangga mereka ada orang kafir. Tanahnya orang yang bukan Islam diambil. Apabila kita ini betul-betul Islam, maka tanah tadi tidak akan kita serahkan kepada orang Islam yang satunya lagi, tetapi akan kita kembalikan kepada orang yang bukan Islam tadi yang menjadi pemiliknya. Itulah yang namanya haq. Apabila orang Islam yang telah mengambil hak orang kafir tadi, kemudian mengembalikan tanah itu kepada orang kafir, apabila ini terjadi dan orang-orang Islam senantiasa berbuat yang demikian, maka pada saat itu Allah akan bersama dengan orang-orang Islam tersebut.

Oleh karena itulah, Rasulullah senantiasa mengingatkan para sahabat Beliau: “Hati-hatilah dengan do’a orang-orang yang didholimi. Karena tidak ada hijab antara mereka dengan Allah SWT. Tidak ada penghalang antara langit dan bumi, dan do’a mereka senantiasa diterima oleh Allah”.

Agama Islam, adalah agama yang membawa haq. Namun demikian, anehnya orang-orang Islam saat ini, tidak siap menerima yang haq. Karena mereka tidak dapat membedakan yang haq dan tidak haq, yang bathil dan tidak bathil, maka pertolongan Allah tidak bersama orang-orang Islam tersebut. Kalaulah orang-orang Islam ini menyadari mana yang haq dan tidak haq, dan melaksanakan hal-hal yang haq saja, maka tidak ada satupun orang Islam yang tidak sholat lagi.

Bagaimana caranya untuk meyakini yang haq adalah haq dan yang tidak haq adalah tidak haq, maka kita harus usaha untuk semua ummat Islam di seluruh dunia. Dengan demikian, maka dakwah yang kita kerjakan sekarang ini adalah bertujuan untuk mengembalikan orang Islam, untuk memahami yang haq adalah haq dan yang tidak haq adalah tidak haq.

Kenapa pada saat sekarang ini ummat Islam dalam keadaan kebingungan, dalam kesusahan, tidak ada solusi dari berbagai masalah yang mereka hadapi ?. Karena mereka meninggalkan amal agama, meninggalkan sholat, lari kepada partainya, lari ke pada kaumnya,  lari kepada golongannya dan di sisi lain mereka meninggalkan agamanya. Pada saat ini, manusia ada semangat dan keinginan untuk menunjukkan ke-nasionalisme-annya, kenegaraannya, kesukuannya, tetapi untuk menunjukkan semangat bahwa mereka sebagai ummat Rasulullah SAW, tidak ada.

Inilah tugas kita saat ini, berdakwah ke seluruh dunia, pergi dan menjumpai  orang-orang Islam, ajarkan kembali tentang iman, tanamkan kembali keyakinan kepada Allah SWT, dakwahkan kepada mereka, maka dengan cara ini orang kafirpun akan terdakwahi oleh usaha dakwah kita. Jadi, kita sekarang ini keliling ke seluruh dunia, kita ajak kepada orang-orang Islam untuk kembali kepada iman yang benar dan menguatkan iman-iman mereka, kita ajak kepada keimanan yang betul, dan kepada orang-orang kafir kita dakwahkan agar masuk ke dalam Islam. Telah difirmankan oleh Allah SWT : “Ya ayuhalladzina amanu” kita ajak orang Islam kepada iman, kuatkan iman, tanamkan iman dengan betul,  sedangkan kepada orang kafir “masuklah kepada Islam, kalian akan selamat”.

Jadi, selama keimanan tidak terhunjam dalam hati kita, kita tidak akan mampu melaksanakan Islam dalam kehidupan kita sehari-hari. Dengan demikian, Islam tergantung kepada keimanan. Selama keyakinan kepada Allah SWT belum tertanam dalam hati kita dari ujung kaki sampai ujung rambut, maka Islam tidak dapat kita laksanakan dengan baik. Itulah yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW selama 13 tahun, mengajar keimanan kepada para sahabat RA selama di kota Makkah. Maksud dan tujuan perjuangan selama di Makkah tersebut, adalah menanamkan keimanan sampai hari kiamat. Sedangkan kehidupan di Madinah adalah janji. Jadi, kehidupan Madani yang dijanjikan oleh Allah SWT tidak akan terwujud dalam kehidupan kita, selama kehidupan Mekkah yaitu kehidupan yang berdasarkan keimanan belum tertanam dalam diri kita. Itulah usaha Nabi SAW yang pertama, yaitu bagaimana agar iman tertanam ke dalam hati-hati para sahabat RA. Dalam mengajar keimanan kepada para sahabat RA, Rasulullah SAW, mengatakan: “Lihatlah aku. Lihatlah kehidupanku”. Bukan lihatlah si fulan atau si fulan yang lainnya. Itulah Islam, senantiasa melihat perintah Allah Ta’ala dan melihat kehidupan Baginda Rasulullah SAW.

Apabila iman telah terbentuk dan amalan Islam ada dalam kehidupan kita, maka pada saat itulah pertolongan Allah dari langit akan datang untuk ummat ini. Selama ummat Islam tidak mempelajari iman, tidak mempelajari Islam dalam kehidupan mereka sehari-hari, maka selama itu pula mereka akan terkesan dan yakin terhadap kebendaan, yakin kepada harta, yakin kepada kedudukan, dan yakin kepada apa saja selain Allah SWT. Tetapi, apabila ummat Islam ini sudah mempelajari iman, mempelajari Islam, maka pada saat itu pertolongan Allah akan turun dan  tanpa kebendaan itu Allah mampu untuk memelihara mereka. Untuk menyempurnaan keperluan manusia, Allah tidak meletakkan kepada kebendaan, tidak diletakkan kepada kerajaan, tidak diletakkan pada harta, tetapi Allah meletakkannya pada amalan yang ada pada diri Rasulullah SAW. Para sahabat RA, untuk menunaikan hajat hidup mereka, tidak pernah menundukkan kepalanya kepada raja-raja, juga tidak menudukkan kepala kepada makhluk, tetapi langsung menundukkan kepala di hadapan Allah SWT dengan mengerjakan sholat.

Meminta bantuan kepada Allah SWT, itulah yang disebut sebagai ibadah, dan memberikan bantuan kepada makhluk itulah yang disebut akhlak. Pada saat ummat Islam betul-betul mereka hanya meminta kepada Allah melalui ibadah yang mereka kerjakan, dan memberikan kemanfaatan kepada makhluk yaitu yang namanya akhlak tadi, maka pada saat itulah pintu untuk masuk Islam akan terbuka lebar untuk orang-orang yang lain. Para sahabat RA, mereka sempurnakan perintah Allah, mereka kerjakan ibadah kepada Allah, dan keperluan pribadi mereka ditekan sedemikian rupa dan memberikan keperluan atau manfaat kepada orang lain, maka inilah yang namanya khalifah. Para sahabat RA menjadi khalifatullah di permukaan bumi, karena mereka hanya menyembah Allah, mengabdikan diri mereka kepada Allah, dan menekan keperluan mereka sehari-hari untuk diberikan kepada yang lain. Memenuhi perut sendiri itu namanya kebinatangan, dan memenuhi perut orang lain inilah yang disebut khalifah. Membangun rumah untuk diri sendiri itu namanya kebinatangan, dan membangun rumah untuk orang lain itulah namanya khalifah. Inilah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada kita.
Para sahabat RA, demi agama mereka telah hijrah ke Madinah. Kemudian pada saat Mekkah dibuka kembali dan para sahabat pulang lagi ke Mekkah, jangankan untuk merebut rumah orang lain, untuk tinggal atau bernaung di rumah mereka sendiri saja yang telah ditinggalkannya hijrah, mereka berusaha untuk menghindarinya.

Seorang sahabat Nabi bernama Abdullah bin Ummi Maktum, seorang buta, dari kota Mekkah ikut hijrah ke Madinah. Setelah pembukaan Mekkah dia pergi ke Makkah bersama Rasulullah SAW. Sejak kecil dia tinggal di Mekkah, sehingga hafal betul lorong-lorong yang ada di kota Mekkah. Dia minta kepada Rasulullah SAW, : “Ya Rasulullah  saya sudah hafal betul lorong-lorong di kota Makkah ini, maka berikanlah saya sebuah rumah di sini, agar senantiasa saya mudah beribadah di Baitullah. Dan saya lebih hafal lorong-lorong di Mekkah dibandingkan dengan di Madinah”.  Rasulullah SAW kemudian berbisik kepada Abdullah Bin Ummi Maktum: “Wahai saudara, rumah-rumah di sorga lebih baik dari rumah-rumah di Makkah ini”. Mendengar bisikin ini, maka Ummi Maktum mengatakan : “Ya Rasulullah, cukuplah nasehatmu itu untuk saya, saya tidak akan tinggal di Makkah dan akan kembali ke Madinah untuk merindukan rumah-rumah di syurga Allah SWT”. Begitulah hadirin sekalian, seorang sahabat yang sudah buta yang tidak dapat melihat rumahnya sendiri, tapi ada keinginan untuk memilikinya kembali,  setelah ditegur oleh Rasulullah SAW, diingatkan akan adanya rumah-rumah di syurga, maka niatnya tersebut segera diurungkan.

Maka dari itu, marilah kita ajarkan kepada setiap orang Islam tiga kata-kata ini. Pertama, kepada orang Islam, kita katakan bagaimana mematangkan iman mereka. Kedua, bagaimana orang-orang Islam beribadah dengan betul. Ketiga, bagaimana setiap orang Islam, memperbaiki akhlak mereka. Dan ketiga-tiganya ini, akan datang dengan usaha. Iman akan terbentuk dalam usaha selama empat bulan. Begitu pula ibadah akan terbentuk dalam empat bulan dan akhlakpun akan terbentuk dalam empat bulan.  Maka siapa yang akan keluar empat bulan, akan terbentuk segala-galanya. Kalau kita keluar dan berjuang di jalan Allah selama empat bulan ini, maka iman, ibadah, dan akhlak akan terbentuk selama empat bulan tersebut. Insya Allah semua niat dan bersedia.

Semua dapat dicapai dengan usaha dan pengorbanan, tidak hanya dengan mendengarkan saja. Apabila ketiga perkara tadi yaitu iman, ibadah dan akhlak kita dakwahkan dan kita bicarakan lagi dan lagi selama keluar dan berjuang di jalan Allah, kemudian kita berdo’a meminta kepada Allah SWT, maka ketiga-tiganya akan terbentuk dalam kehidupan kita. Pada saat ketiga perkara tersebut terbentuk dalam kehidupan kita, maka pertolongan Allah akan datang kepada kita. Para sahabat telah mempelajari ketiga perkara tersebut, maka pertolongan datang kepada mereka. Kalau mereka perlu makanan, Allah beri makanan. Mereka perlu air, Allah beri air. Mereka perlu Malaikat, Allah turunkan Malaikat untuk mereka. Mereka minta kendaraan dari binatang, Allah berikan. Orang yang sudah meninggal dunia, mereka minta dihidupkan maka Allah hidupkan. Para sahabat RA percaya kepada yang ghoib atau nidhom ghoibi, sehingga Allah dan para Malaikat bersama para sahabat RA. Bagaimana sekarang, apakah nidhom ghoibi ingin bersama kita ?. Insya Allah.

Ketika iman sudah terhunjam dalam hati seseorang serta terbentuk secara betul, dan dia istiqomah, maka hasilnya pada saat dia menghadapi sakaratul maut sebanyak 500 malaikat akan datang menjemput ruhnya, membawa kain sutra dan bermacam-macam minyak wangi yang harum menjemput orang tersebut. Dan mereka katakan : “Jangan takut, jangan khawatir” dan diberikan khabar gembira yaitu sorga yang akan diberikan kepadanya. Dan mereka juga katakan : “Kamilah pembela-pembelamu di dunia dan juga di akhirat”. Para malaikat akan membela kepada mereka yang mempunyai iman kokoh dan istiqomah dalam keimanan tadi. Yakin bahwa Robb mereka adalah Allah, dan istiqomah dalam pengakuannya, maka pada saat di dunia maupun di akhirat para malaikat akan bersamanya.

Para sahabat RA, kemanapun mereka pergi para malaikat senantiasa bersamanya. Dua kali sahabat RA menyeberang lautan tanpa kapal, yaitu Saad bin Abu Waqosh RA bersama 10.000 orang tentaranya dan yang kedua adalah Al A’la Hadrami RA bersama 300 orang tentara menyeberang tanpa kapal. Pada saat Al A’la Hadrami RA dalam perjalanan pulang ke kota Madinah, di tengah malam mereka beristirahat dan tidur bersama para sahabatnya. Pada waktu bangun tidur di pagi harinya, semua kendaraan mereka hilang. Semua onta-onta mereka telah pergi. Para sahabat kebingungan, karena mereka tidak punya binatang kendaraan lagi. Hadrami RA mengatakan kepada mereka: “Jangan khawatir”. Kemudian dia  sholat dua rakaat, dengan bertayamum, minta kepada Allah SWT berdo’a sambil menengadahkan tangan agar mereka mendapatkan air dan onta-ontanya dikembalikan. Belum selesai mereka berdo’a, dan tangan-tangannya masih menengadah, Allah SWT pancarkan mata air di belakang Hadrami. Para sahabat kemudian minum, dan orang-orang di sekitar tempat itu serta binatang-binatangan mereka juga minum. Kemudian onta-onta para sahabat kembali semua, tanpa seekorpun yang ketinggalan. Inilah pertolongan Allah SWT.

Oleh karena itu, apabila agama ada dalam diri kita, amalan ada pada diri kita, maka pertolongan Allah akan mudah didapatkan. Bagaimana, apakah Anda ingin pertolongan Allah bersama kita ?. Insya Allah. Bagaimana, apakah hanya dengan suara-suara semacam ini kemudian menundukkan kepala lagi ?. Segala sesuatu tanpa usaha tidak akan datang. Satu suap nasi saja, tidak akan datang tanpa usaha. Bagaimana iman akan datang, yakin akan datang, Islam akan datang, tanpa adanya susaha ? Inginkah Islam akan muncul ke permukaan ?. Insya Allah. Siapa yang ingin kejayaan Islam muncul kembali?. Angkat tangan mudah, coba sekarang berdiri dan mencatatkan namanya, empat bulan ke luar di jalan Allah.