Allah SWT meletakkan dua nidhom atau
dua aturan dalam kehidupan ini. Yang pertama adalah nidhom ghoibi dan yang
kedua nidhom dhohiri. Yang dimaksud dengan nidhom dhohiri, adalah sesuatu yang
dapat dilihat oleh mata kita, seperti pertanian, perikanan, perkantoran,
pembangunan jalan dan sebagainya, yang ada saat ini. Apa yang nampak di hadapan
mata kita ini adalah nidhom yang dhohir. Sedangkan nidhom yang ghoibi yaitu
yang diatur oleh Allah SWT melalui para malaikat. Sebagai perumpaan, kita lihat
bayang-bayang atau naungan ketika awan sedang berjalan. Naungan tersebut adalah
bayangan daripada dhohiri, sedangkan yang ghoibi adalah awan itu sendiri. Jadi
adanya bayangan tersebut, karena adanya awan. Contoh yang kedua, dapat pula
dimisalkan tubuh kita ini, yang nampak adalah dhohiri sedangkan yang
menggerakkan terletak dalam tubuh kita yaitu ruh kita disebut ghoibi. Dengan
demikian, alam ini semua baik peredaran matahari, bulan, bintang-bintang semua
yang ada ini adalah dhohiri saja, dan itu semua diatur oleh nidhom ghoibi dari
Allah SWT. Nidhom yang dhohiri ini pada dasarnya ikut kepada nidhom ghoibi,
yang tidak terlihat oleh kedua mata kita.
Manusia
ini akan berjaya, akan berbahagia,
apabila dia senantiasa mengikuti nidhom ghoibi yang diatur oleh Allah
SWT. Dia atur segala macam kehidupan ini, menurut apa yang diatur oleh Allah
SWT. Dia tidak terkesan dengan nidhom yang dhohiri. Maka kejayaan dan
kebahagian akan diberikan kepada manusia, kalau dia paham akan nidhom dhohiri
tersebut.
Yang
namanya iman, adalah iman kepada nidhom yang ghoibi. Maka kita katakan dalam
lafadz iman kita Amantubillahi wa malaaikatihi,
yaitu iman kepada Allah dan iman kepada para malaikat. Inilah yang dimaksud
dengan iman kepada yang ghoib. Allah SWT tidak terlihat oleh kita, begitu pula
para malaikat. Semua nidhom yang dhohiri ini diatur oleh nidhom yang ghoibi,
dan yang berkuasa atau dominan adalah nidhom ghoibi, bukan nidhom yang dhohiri.
Fir’aun,
dia berusaha mengatur kerajaannya dengan nidhom dhohiri. Dia mempertahankan
kerajaannya, dengan nidhom dhohiri. Pada suatu hari dia bermimpi, bahwasanya
akan lahir seorang bayi dari Bani Israil yang akan menggoncangkan dan
menghancurkan kerajaannya. Kemudian ia berusaha menghalangi kelahiran bayi yang
akan menghancurkan kerajaannya tadi, dengan membuat nidhom-nidhom dhohiri.
Yaitu, dia perintahkan semua orang di kerajaannya dan segenap tentaranya, untuk
membunuh setiap bayi Bani Israel yang lahir, sehingga sekian ribu bayi telah
dibunuh. Kemudian para menterinya mengatakan kepada Fir’aun: “Kalau semua bayi-bayi ini dibunuh, maka
siapa yang akan kerja di kerajaan kita ?. Yang menyapu, yang memasak, semua
adalah kuli-kuli dari Bani Israil. Kalau semua ini dibunuh, siapa yang akan
kerja di kerajaan kita nanti ?.” Mendengar nasehat ini, kemudian Fir’aun
merobah peraturan: “Kalau begitu, setahun
kita bunuh dan setahun kita biarkan hidup”.
Allah
SWT ingin melihatkan nidhom ghoibi-Nya. Ingin menantang nidhom dhohiri yang
dibuat oleh Fir’aun. Maka Allah SWT wujudkan, Harun AS lahir pada tahun yang
tidak ada pembunuhan. Beliau lahir dengan selamat. Dan Allah SWT ingin
nampakkan kekuasaan-Nya, dilahirkan Musa AS di tahun yang ada pembunuhan.
Lahirlah Musa AS, maka ibunyapun ketakutan: “Bagaimana
anak saya ini akan dibunuh oleh Fir’aun di tahun tersebut.” Tapi Allah SWT,
katakan kepada ibunya Musa AS: “Jangan
takut. Letakkan anakmu dalam satu kotak, dan hanyutkan dalam sungai, nanti Kami
akan pelihara dengan cara Kami sendiri, dan nanti Kami akan mengembalikannya
kepadamu.” Allah SWT menyenangkan ibunya Musa AS, agar jangan khawatir akan
kematian anaknya di tangan Fir’aun. Tuhan adalah Tuhan. Jadi Tuhan yang
menciptakan, maka Tuhan pulallah yang memelihara. Dia yang menciptakan, maka
Dia pulalah yang menjaga hamba-Nya tersebut. Dengan kekuatannya sendiri, Allah
akan jaga. Sedangkan manusia, tanpa bantuan dan kekuatan dari Allah, tidak
mampu berbuat apa-apa. Tapi, Allah tanpa bantuan dari makhluk-Nya mampu berbuat
segala-galanya.
Pada
suatu saat Fir’aun bersama isterinya, memandang ke arah sungai. Istana Fir’aun
memang di buat di atas sungai. Mereka melihat pemandangan seperti biasa,
benda-benda yang mengapung di atas sungai termasuk kotak-kotak. Tetapi, pada
hari itu Allah ingin menampakkan nidhom ghoibi kepada Fir’aun dan juga kepada
seluruh manusia. Isteri Fir’aun memandang kotak terapung di atas sungai, dengan
pemandangan yang lain dibandingkan dengan hari-hari biasa. Allah arahkan
pandangan mereka ke kotak tersebut. Kotak itu semakin mendekat dan mendekat ke
istana Fir’aun. Kemudian kotak tersebut diambil, dan setelah dibuka, ternyata
isinya seorang bayi yang sangat cantik sekali. Allah SWT kemudian tanamkan
perasaan cinta isteri Fir’aun kepada bayi tersebut, dan Fir’aun marah. Dia
pikir bahwa bayi inilah yang akan menghancurkan kerajaannya, maka ia ingin
membunuhnya.
Tetapi
nidhom ghoibi dari Allah SWT bagaimana ?. Allah menantang Fir’aun. Ribuan bayi
telah dibunuh dimana-mana, dan sekarang di depannya dihadapkan seorang bayi.
Mampukah sekarang dia membunuh bayi tersebut ?. Bagaimana nidhom ghoibi Allah
wujudkan ?. Yaitu dengan cara menanamkan perasaan cinta isteri Fir’aun kepada
bayi itu. Rasa cinta, inilah tentara daripada Allah. Ketika Fir’an akan membunuh,
maka isteri Fir’aun mengatakan: “Jangan
kau bunuh dia”. Akhirnya Fir’aun tidak dapat berbuat apa-apa. Dan inilah
ciri khas kehidupan di dunia, bahwa orang-orang besar selalu tunduk kepada
isterinya. Di tengah rakyatnya ia berbicara yang hebat-hebat : “Ana robbukumul a’la, saya adalah tuhanmu
yang lebih tinggi”. Bicara seenaknya, perintah seenaknya, tidak mau
mendengarkan suara siapapun juga. Tetapi, setelah di rumah ia akan tunduk
kepada isterinya. Inilah orang dunia. Kemudian Allah ingin tundukkan lagi
Fir’aun, dengan cara bagaimana ?. Fir’aun berkata: “Saya adalah robb-mu yang memelihara segala-galanya”. Pada saat
itulah isteri Fir’aun semakin cinta dan sayang kepada Musa AS, dan menangis
terus menangis, meminta kepada Fir’aun agar mencarikan wanita yang dapat
menyusui bayi tersebut. Padahal Fir’aun sudah mengatakan dirinya sebagai robb
(tuhan) tetapi, dia tidak mampu memberikan susu kepada bayi, sehingga dia cari
wanita-wanita yang dapat menyusukannya. Dan Allah SWT perlihatkan kekuasaan-Nya, dengan
kenyataan bahwa Musa menutup mulutnya dan tidak mau menyusu kepada semua wanita
yang manapun juga. Fir’aun lemah, dia
tidak dapat menunjukkan bahwa dirinya robb yang dapat memberikan susu kepada
seorang bayi, atau memerintahkan para wanita untuk memberikan susunya
masing-masing. Musa tetap saja tidak mau menyusu. Akhirnya kakak atau saudari
Musa AS yang selalu mengikuti perjalanan kotak tersebut, datang kepada Fir’aun,
dan dia katakan : “Saya mempunyai seorang
ibu, dan dia pandai menyusukan. Kalau sekiranya engkau mau, maka akan saya
panggilkan ibu saya.” Manusia lemah, tidak dapat berbuat apa-apa tanpa ijin
dari Allah SWT. Maka hadirlah ibu Musa AS ke istana Fir’aun untuk menyusui Musa
AS anaknya sendiri.
Begitulah,
bahwa orang-orang dunia ini selalu tunduk kepada isterinya. Tetapi, orang yang
beragama, Allah tundukkan isterinya untuk dia. Jadi isteri akan memberikan
kenikmatan dalam kehidupan tersebut. Memang Nabi SAW telah katakan : “Dunia ini adalah perhiasan, keindahan dan
sebaik-baiknya keindahan adalah isteri yang sholeha”. Isteri yang beragama
dan ta’at kepada suaminya, maka itulah yang disebut agama, dan inilah yang
memberikan kenikmatan dalam kehidupan. Tetapi kalau isteri tidak ta’at kepada
suaminya, maka itu namanya bukan isteri yang baik. Maka isteri yang tidak baik,
yang tidak ta’at kepada suaminya, maka segala amalannya puasa, zakat, sholat,
tidak akan diterima oleh Allah SWT. Maka yang paling utama dalam melaksanakan
amalan bagi seorang isteri, adalah ketaatannya kepada suami. Jadi, meskipun dia
sudah beribadah dan beribadah, selama dia tidak ta’at kepada suaminya, maka
amalannya tersebut akan berguguran dan jatuh.
Menghadapi
kenyataan tersebut Fir’aun kebingungan. Menteri-menteripun kebingungan,
bagaimana anak bayi ini tidak mau menyusu dan menangis terus menerus. Maka
sekiranya anak ini mati, tidak ada makanan,
Fir’aun akan malu. Bagaimana negara Mesir yang begitu besar pada waktu
itu, tidak mampu menjaga seorang anak bayi saja. Inilah yang menyebabkan
kebingungan Fir’aun. Namun setelah datang ibu Musa AS, dan ternyata Musa AS
dengan cepatnya menyusu kepada ibunya sendiri, Fir’aun tidak tahu bahwa wanita
itu adalah ibu bayi tersebut. Pada saat Musa AS mulai menyusu, maka Fir’aun
mulai gembira, demikian pula para menteri menjadi tenang, karena tidak
dipermalukan dengan kematian bayi tadi. Kemudian saking begitu senangnya
Fir’aun, maka dikatakan kepada ibu Musa AS : “Segala keperluan kamu akan menjadi tanggungjawab saya. Keperluan kamu
dan keluarga kamu akan menjadi tanggungjawab saya.” Jadi bagaimana Musa AS
dipelihara ?. Bukan Fir’aun atau ibunya yang memelihara. Tetapi, Allah SWT yang
memeliharanya. Allah gunakan Fir’aun yang ingin
membunuh bayi tadi, untuk memelihara Musa dan ibunya. Berkat keberkahan
Musa AS, Allah cukupkan segala keperluan ibu dan keluarganya yang lain. Inilah
kekuasaan Allah SWT. Allah ingin memperlihatkan kelemahan dari manusia, dan di
sisi lain Allah ingin tunjukkan kekuatan-Nya.
Yang
namanya iman, tercakup dalam tiga hal. Kalau ketiga hal ini tertanam dalam diri
kita, maka baru itulah yang disebut kita beriman. Pertama, kita harus yakin
terhadap sifat Rububiyah Allah SWT. Kedua, yakin terhadap sifat uluhiyah Allah
SWT dan ketiga yakin terhadap asma Allah SWT.
Begitu
pula Namrud, diberitakan oleh para ahli nujum bahwa pada suatu malam akan
mengalir mani dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan dan akan lahir
seorang anak yang dapat menggoncangkan kerajaannya. Maka Namrud setelah tahu
tentang pertanda tersebut, ia kumpulkan semua rakyatnya pada malam yang telah ditentukan
oleh para ahli nujumnya tersebut. Karena malam itu, akan terjadi perpindahan
seperma seorang laki-laki ke ovum seorang wanita, maka dipisahkannya seluruh
wanita jauh-jauh dengan laki-laki. Dan dia umumkan, tidak boleh satupun
laki-laki dan perempuan, suami dan isteri, yang bertemu pada malam hari itu.
Inilah nidhom dhohiri yang dibuat oleh Namrud, untuk menghalang-halangi
kelahiran seorang bayi yang akan menghancurkan kerajaannya.
Namrud
pada malam itu, memerintahkan seorang menterinya untuk menjaga para laki-laki
dan isteri menteri tersebut untuk menjaga para wanita. Kemudian Namrud duduk di
tengah-tengah antara kelompok laki-laki dan kelompok perempuan tersebut dengan
hebatnya, dengan harapan dia dapat mamantau langsung bahwa tidak akan terjadi
pergaulan antara suami dan isteri pada malam tersebut. Dia jaga, dia jaga
terus, dan akhirnya dia mengantuk, kemudian tertidur lelap. Menteri yang
menjaga laki-laki tersebut, berusaha dengan keras agar tidak ada satupun
laki-laki yang masuk ke tempat perempuan, demikian pula di seberang yang lain,
isteri menteri yang bertugas menjaga kaum wanita, berjaga dengan keras agar
tidak ada seorang wanitapun menyeberang ke tempat laki-laki. Dia perhatikan
terus menerus, dan malampun semakin larut, yang mengakibatkan semua wanita
tertidur. Demikian pula di sebelah yang lain, ternyata semua laki-laki juga
tertidur. Melihat kaum wanita sudah tertidur semua, maka isteri menteri
tersebut berusaha mendekat ke tempat kaum laki-laki, berjaga-jaga agar jangan
sampai ada satupun laki-laki yang mendekati kelompok wanita. Dia berjalan dan
berjalan terus mendekati perbatasan kaum laki-laki. Demikian pula menteri
tersebut, melihat kaum laki-laki sudah tertidur semua, dia mendekat ke
perbatasan tempat wanita, dengan harapan tidak ada satupun wanita yang akan
menyeberang ke tempat laki-laki dan membangunkan suaminya. Dia berjalan dan
berjalan terus, sehingga sampailah dia di tempat perbatasan kaum wanita. Di
situlah kemudian kedua makhluk Allah, suami isteri yang bertugas menjadi penjaga
tersebut saling bertemu, saling mendekat, kemudian saling berbicara dan
akhirnya timbul rasa cinta dan kasih sayang, yang akhirnya ditutup dengan
pergaulan suami isteri yang justru dilakukan di bawah telapak kaki Namrud
sendiri. Sebenarnya, kalau malam itu menteri tersebut mengerjakan sholat atau
amalan lain, maka tidak akan terjadi pergaulan dengan isterinya. Tetapi, karena
dia bertugas sebagai security saja
atau sebagai satpam, sementara itu isterinya juga menjalankan tugas yang sama,
maka terjadilah apa yang seharusnya terjadi, dan itulah yang dikehendaki oleh
Allah SWT.
Pada
pagi harinya, setelah program yang dibuat oleh Namrud dijalankan, maka para
ahli nujumnya datang kepada Namrud. Dan dikatakannya : “Wahai sang raja, tadi malam telah terjadi perpindahan seperma seorang
laki-laki ke dalam rahim isterinya”. Inilah nidhom ghoibi yang ingin Allah
SWT tunjukkan. Setelah diberitahu oleh para ahli nujumnya, maka raja Namrud
marah, dan rakyatnyapun juga marah.
Mereka katakan : “Mengapa sudah dikasih
tahu oleh raja, masih saja menentang perintah raja dan terjadi pergaulan antara
suami dan isteri, padahal sudah dilakukan penjagaan dengan ketat”. Menteri
dan isteri yang saling bergaul tadi malam, juga berpura-pura marah. Maka
dibuatlah peraturan yang kedua, yaitu dikatakan : “Kita catat dengan baik. Kapan bayi yang akan lahir dengan perhitungan
yang tepat, sejak terjadinya pertemuan antara suami isteri tersebut, akan
dibunuh semua”.
Demikianlah
sifat-sifat kerajaan atau suatu negara, yang berbuat salah menterinya, yang
menjadi korban adalah rakyatnya sendiri. Bagaimana aturan atau nidhom ghoibi
yang dibuat oleh Allah SWT terhadap peristiwa tersebut ?. Kehamilan ibu Ibrahim
AS tadi, lain daripada kehamilan wanita yang lain. Pada saat waktu melahirkan,
ibu Ibrahim AS pergi ke hutan dan tidak ada satupun rakyat atau raja Namrud
yang tahu, sehingga dia dapat melahirkan dengan mudah dan selamat, kemudian
kembali lagi masuk ke kerajaan lagi, seolah-olah tidak ada peristiwa luar biasa
yang telah terjadi. Ibrahim lahir dengan selamat, sementara itu sekian banyak
bayi yang lahir bersamaan waktunya telah terbunuh. Dalam keadaan baru lahir,
Ibrahim ditinggalkan begitu saja di dalam hutan, bukan ibunya yang memelihara,
tetapi Allah SWT yang memeliharanya. Allah SWT yang menjaga dan memelihara bayi
yang masih dalam rahim ibunya, dan Allah SWT yang memelihara setelah bayi
tersebut lahir dari rahim ibunya. Allah SWT yang memelihara air mani selama 4
bulan sehingga menjadi tubuh yang sempurna, dan Allah pulalah yang meniupkan
ruh dalam tubuh bayi tersebut. Pernahkan kita berfikir, kenapa baru 4 bulan
ditiupkan ruh ke dalam tubuh bayi yang masih dalam kandungan ?. Kenapa tidak
dikeluarkan saja langsung ?. Kenapa Allah
SWT masih simpan dalam rahim ibunya selama 5 bulan lagi ?. Pernahkan
kita berfikir samacam ini ?. Kenapa setelah ditiupkan ruh, tidak langsung saja
dikeluarkan dari rahim ibunya ?. Kenapa masih harus ditahan selama 5 bulan
dalam kandungan ibunya ?. Pada dasarnya, Allah ingin memperlihatkan kepada
manusia, untuk berfikir, bahwa Allah yang memberikan ruh, kemudian Allah yang
memelihara dalam rahim ibu tersebut.
Bagaimana
Allah SWT memelihara Nabi Ibrahim AS ?. Yaitu dikeluarkannya dari dua ibu jari
Ibrahim, dari satu jari keluar susu dan dari satu jari lainnya keluar madu.
Inilah kekuatan Allah SWT, dan perkembangan Ibrahim AS tidak seperti
perkembangan bayi-bayi yang lainnya. Perkembangan bayi lain yang membutuhkan
waktu satu tahun, bagi Ibrahim AS cukup dalam waktu satu bulan saja. Demikian
pula perkembangan bayi yang lainnya dalam enam bulan, bagi Ibrahim AS hanya
memerlukan waktu satu minggu saja. Atau satu minggu perkembangan bayi biasa,
maka bagi Ibrahim AS cukup satu hari saja. Ini adalah kekuasaan Allah SWT.
Ibu
Ibrahim AS, sekali-kali melihat keadaan anaknya dalam hutan, dan ternyata
perkembangannya begitu cepat, sangat bagus sekali, sangat tampan sekali, sangat
gagah sekali, sehingga yakinlah ibunya bahwa yang memelihara Ibrahim adalah
Allah SWT. Karena cepatnya perkembangan Ibrahim, sehingga dia tumbuh menjadi
anak yang besar, kemudian dia pergi ke kota. Sampai di kota orang-orangpun
bingung, melihat ibu jari si anak, mengeluarkan susu dan madu. Orang yang
menyangka anak ini lahir pada saat yang ditentukan oleh Namrud, mereka semakin
tidak percaya. Demikian pula orang-orang yang ahli menghitung kelahiran anak,
mengatakan tidak mungkin kalau dia lahir pada hari yang ditentukan oleh Namrud,
kalau dilihat dari bentuk fisik anak tersebut. Mereka berkesimpulan, bahwa anak
ini lahir jauh hari dari tanggal atau hari yang telah ditentukan tersebut.
Inilah kekuasaan Allah SWT. Allah telah pelihara Ibrahim AS.
Itulah
yang namanya iman, hendaknya kita tanamkan dalam hati kita sifat rububiyah dari
Allah SWT. Allah yang memelihara bayi sejak dalam rahim ibunya, Allah pula yang memelihara kita di padang mahsyar.
Allah yang memberikan ruh kita dalam
kubur, dan selama 60-70 tahun Allah yang memberikan ruh dalam tubuh kita. Dia
yang memelihara kita. Dia yang memberi makan kita. Dia yang memberikan
segala-galanya kepada kita.
Keyakinan
terhadap rububiyah Allah SWT harus senantiasa kita tanamkan dalam diri kita.
Selama belum tertanam keimanan terhadap rububiyah Allah tadi, maka kehidupan
kita masih belum lurus. Allah SWT telah berfirman: “Sesungguhnya orang yang mengatakan rabb kami adalah Allah”. Ayat ini tidak sampai di situ saja, tetapi
diteruskan dia tetap istiqomah dalam pengakuan tadi, karena untuk mengucapkan “rabb kami adalah Allah” itu mudah,
tetapi untuk istiqomah ini yang dituntut oleh Allah SWT. Bagaimana dalam kehidupan
di dunia ini, kita yakini bahwa rabb kita adalah Allah SWT. Oleh karena itu,
selama keimanan ini belum menghunjam dalam diri kita, maka kita tidak akan
mampu menjawab pertanyaan di kubur. Karena dalam kubur, pertanyaan pertama yang
akan diajukan adalah: “Man Rabbuka ?”.
Rabb kamu siapa ?. Dan siapa yang mampu untuk menjawab ?. Yaitu orang-orang
yang sudah tertanam sifat rububiyah dalam hati mereka. Maka dari itu, orang
yang selama hidupnya di dunia yakin terhadap tokonya, yakin terhadap
pertaniannya, yakin terhadap perdagangannya, yakin terhadap perkantorannya,
maka dalam kubur dia tidak akan mampu menjawab pertanyaan tersebut.
Apa
yang direkam oleh kaset, itulah yang akan keluar pada saat diputarkan. Kalau
yang kita rekam adalah orang membaca ayat Al Quran, maka Al Quran itulah yang
akan keluar dari kaset tadi. Tetapi kalau yang direkam tadi adalah
ceremah-ceramah, maka ceramah-ceramah inilah yang akan keluar. Demikian pula
kalau yang direkam lagu-lagu yang tidak karuan (dan tidak ada lagu yang karuan),
maka lagu-lagu itulah yang akan keluar. Oleh karena itu, kalau belum tertanam
betul rububiyah Allah tersebut dalam diri kita, maka kita tidak akan mampu
menjawab pertanyaan kubur. Tetapi kalau itu yang sudah tertanam dan terhunjam
dalam diri kita, maka itulah yang akan keluar pada saat ada pertanyaan dalam
kubur nanti.
Yang
namanya iman, bukan hanya sekedar ucapan saja. Ucapan hanya sekedar
mendhohirkan iman. Tetapi hakekat iman, adalah terletak dalam hati manusia itu
sendiri. Yang terhunjam dalam hati, itulah yang namanya iman. Kadang-kadang
lisan ini juga dapat berbohong, bisa berdusta. Misalnya, kita duduk di
restoran, minum kopi atau teh, makan sate atau yang lainnya. Kemudian ada teman
lewat di depan restoran, terus kita panggil kita tawari makan dan minum. Ini
lisan kita. Tetapi dalam hati, kalau dia mau, maka kita yang akan bayar. Lisan
dia memanggil kawannya, tetapi di hati mengatakan mudah-mudahan jangan datang.
Inilah yang namanya lisan, bisa berbohong. Lisan berbicara, apa yang sebenarnya
tidak ada dalam hati.
Seorang
hamba Allah sedang tidur pada jam 2.00 siang bersama isterinya. Dia merasa
mengantuk yang sangat berat, tetapi tiba-tiba pintu rumahnya diketuk oleh
seseorang. Ternyata yang datang adalah adik iparnya. Maka diapun bangun. Dia buka
pintu, dan masya Allah, diterimanya adik iparnya tersebut dengan senyuman,
marhaban, marhaban, marhaban. Mukanya tersenyum, mulutnya berbicara manis,
tetapi dalam hatinya dia berbicara: “mengapa
dia ini datang pada waktu yang tidak tepat, suasana yang tidak tepat ini ?”.
Dalam hatinya, dia tidak suka kedatangan tamu tadi. Lisannya mengatakan
menerima dan mukanya ramah, tetapi hatinya berkata lain. Kemudian isterinya bangun dan melihat
adiknya sendiri yang datang, maka diterimanya dengan baik, dengan muka
tersenyum dan perkataan yang manis. Selanjutnya dia pergi ke dapur, serta
membuatkan teh untuk adiknya. Kalau si suami menerima kedatangan adik iparnya
dengan mulut manis, tetapi hatinya tidak suka, maka si isteri menerima dengan
tulus ikhlas, dengan wajah manis dan senyuman serta di hatinya juga demikian,
karena yang datang adalah adiknya sendiri, keluarganya sendiri, maka
kedatangannya diterima dengan baik. Apa yang ada dalam hatinya, itulah yang ada
di lisannya.
Demikianlah,
apabila iman seseorang itu hanya ada di lisan, dan belum menghunjam dalam
hatinya, maka dia tidak akan sanggup menjawab pertanyaan kubur. Kalau iman
sudah ada dalam hati, yakin terhadap kodrat Allah, yakin terhadap Dzat Allah,
yakin kepada sunnatullah dan semuanya terhunjam dalam hatinya, maka dengan
mudahnya kita akan dapat menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh Allah
dalam kubur nanti.
Sebenarnya
amalan ummat manusia hari ini, tidaklah kurang. Banyak sekali amalan-amalan
yang dikerjakan oleh orang. Bahkan hampir seluruh dunia, penuh dengan
amalan-amalan manusia, yang mana pada jaman-jaman terdahulu, belum ada
amalan-amalan sebanyak yang dilakukan manusia saat ini. Kalau kita lihat,
jumlah masjid saat ini sangatlah banyak, yang mana jumlah ini belum pernah ada
pada masa-masa dahulu. Begitu pula orang yang sholat hari ini, jauh lebih
banyak dibandingkan dengan orang-orang yang sholat pada jaman dahulu. Begitu
pula para hafidz Al Quran, dan orang alim yang ada pada hari ini, jauh lebih
banyak dibandingkan dengan jaman terdahulu. Orang-orang yang mengerjakan
amalan-amalan agama saat ini, jauh lebih banyak dibandingkan dengan mereka yang
mengerjakan pada jaman dahulu. Meskipun begitu banyak amalan agama, banyak
masjid, banyak hafidz, banyak orang alim, tetapi mengapa orang Islam saat ini
justru dalam kehinaan ?. Dan tidak ada kehinaan ummat Islam saat ini lebih
banyak dibandingkan dengan ummat yang terdahulu. Tidak ada cucuran darah ummat
Islam yang lebih banyak ditumpahkan ke permukaan bumi pada saat ini,
dibandingkan dengan cucuran darah yang terdahulu. Kenapa semua ini terjadi ,
dan sebab apa ini terjadi ?. Semuanya ada. Apa yang tidak ada ?. Yang tidak
ada, adalah keyakinan dalam hati ummat Islam saat ini. Hati manusia saat ini,
telah kosong terhadap Dzat Allah, telah kosong terhadap kodrat Allah. Keyakinan
terhadap hari kebangkitan, keyakinan terhadap sorga dan neraka, telah kosong di
hati manusia, sehingga ruh agama sudah hilang dalam kehidupan ummat sekarang.
Lisan
kita mudah berkata, bahwa kerajaan tidak ada apa-apanya. Harta tidak ada
apa-apanya. Begitu pula gunung, matahari, bulan, bintang, emas, semua tidak ada
apa-apanya. Lagi dan lagi, semua itu kita ucapkan di lisan dengan mudahnya.
Tetapi, pada saat kita berbenturan dengan benda-benda yang kita hajatkan
tersebut, maka pada saat itulah hati kita tidak dapat menolak terhadap
benda-benda yang kita hajatkan tadi.
Hati
manusia akan selalu ta’at kepada sesuatu yang diinginkan tersebut. Para Anbiya
AS, menggunakan medan atau lahan usaha merekayang berupa hati-hati manusia. Apabila
di hati manusia diibaratkan sebagai bumi, kemudian tertanam bibit-bibit
keyakinan yang benar terhadap kodrat Allah, terhadap sunnatullah, terhadap zat
Allah, terhadap sorga, terhadap neraka dan sebagainya, maka manusia akan mudah
menta’ati segala perintah Allah.
Berhadapan dengan segala bentuk kebendaan di dunia ini, baik itu pertanian,
perdagangan, perekonomian, dan segala macam bentuk-bentuk yang ada di dunia
sejak Nabi Adam AS sampai Muhammad SAW, bagi seorang yang beriman, hanya dengan
satu kalimat yaitu “laa ilaaha illallah”.
Untuk
itu, yang pertama kali harus kita tanamkan di hati adalah bahwa Kholiq kita
adalah Allah SWT. Dia yang menciptakan segala-galanya. Dan Allah-lah yang
meletakkan sifat mudhorot dan manfaat dalam kebendaan tersebut. Allah yang
menciptakan, dan seluruh yang dicptakan-Nya berhajat kepada Allah SWT. Tidak
ada satupun benda yang bermanfaat bagi Allah dan tidak ada satupun yang
mudhorot bagi Allah, tetapi benda-benda
itu semuanya berhajat kepada Kholiq-nya Allah.
Sifat-sifat
Allah harus senantiasa kita tanamkan dalam hati kita, sehingga kita yakin bahwa
Allah Kholiq, Allah yang mencipta, Allah Qodir, Allah yang berkuasa, Allahu
shomad, Allah tidak berhajat kepada ciptaan-Nya, tetapi ciptaan-Nya yang
berhajat kepada Allah.
Kapan
keyakinan ini akan datang ?. Yaitu dengan usaha. Dan bukan sembarang usaha,
tetapi usaha para Anbiya AS. Bukan usaha yang dibuat oleh manusia, tetapi usaha
yang dibuat oleh para Anbiya. Apakah usaha itu ?. Yaitu dakwah. Dalam medan
dakwah inilah, iman akan diajarkan. Iman tidak akan datang di rumah dengan
begitu saja atau di bawa angin, tetapi
kapan iman akan datang ?. Yaitu pada saat orang berjalan keluar dan berjuang di
jalan Allah SWT. Pada saat manusia keluar dan berjuang di jalan Allah, merasakan
kepanasan di tengah terik matahari, kedinginan di tengah hujan yang lebat,
tetapi terus berkorban, bermujahadah, dan penuh dengan kesabaran, berbagai
macam hantaman dia hadapi, maka pada saat itulah imannya akan terbentuk.
Iman
tidak akan datang hanya dengan pembicaraan, dengan ceramah-ceramah, dengan
mendengar bayan, dengan bacaan, dengan tulisan, dengan berbagai cara ini iman
tidak akan terbentuk. Tetapi, iman akan datang dengan cara mengikuti usaha
dakwah yang dibuat oleh Rasulullah SAW. Berjuang dan pergi ke medan dakwah
dengan penuh pengorbanan, maka sifat yakin akan terbentuk. Iman akan datang,
pada saat kita keluar di jalan Allah dan menangis di hadapan Allah. Pada saat
kita keluar di jalan Allah, kita bayangkan tentang kebesaran Allah, kita katakan
tentang kebesaran Allah, kita sampaikan tentang kebesaran Allah kepada manusia
lainnya, maka kebesaran Allah tersebut akan datang di hati kita. Kita sampaikan
tentang kebesaran Allah, hingga kebesaran makhluk keluar dari hati kita.
Menafikan segala kebesaran benda-benda yang ada di luar badan kita seperti
pertanian, perdagangan, semua itu baru separuh dari iman. Sedangkan menafikan
semua apa yang ada pada diri kita, dan semua yang kita miliki, itulah yang
disebut kesempurnaan iman.
Untuk
mengatakan bahwa toko kamu tidak bermanfaat, perdagangan kamu tidak bermanfaat,
untuk menafikan yang kita miliki, menafikan usaha kita, itu adalah suatu hal
yang sulit. Kapan kita dapat menafikan itu semua ?. Yaitu pada saat kita keluar
dan berjuang di jalan Allah. Pada saat itu, kita juga dapat menafikan bahwa
diri kita, juga tidak dapat bermanfaat
bagi keluarga sendiri. Setelah kita keluar 4 bulan di jalan Allah, baru kita
akan tahu apa yang sebenarnya ada dalam hati kita. Pada saat itulah kita tahu
apa yang ada di hati kita, apakah yakin pada kebendaan atau yakin kepada Allah.
Inilah masa atau waktu ujian dari Allah SWT. Saat keluar kita harus tanamkan di
hati kita, bahwa apa yang ada dari langit sampai bumi yang mengatur adalah
Allah dan semua adalah ciptaan Allah, Rabb mereka adalah Allah. Dicontohkan,
bagaimana keyakinan Sofyan Ats-tsauri Rah.A. Seandainya bumi ini menjadi
kuningan semua, dan langit adalah besi, tidak ada satupun biji yang dapat
tumbuh di bumi, dan tidak ada setetespun air yang turun dari langit, selama
keyakinan masih tertanam dalam hati, maka Sofyan Ats-tsauri yakin bahwa Allah
SWT akan pelihara dia. Namun demikian, kalau dalam kondisi semacam itu,
kemudian dia katakan siapa yang akan pelihara saya, maka Sofyan Ats-tsauri
katakan bahwa ia tidak beriman. Selama keyakinan tidak tertanam dalam hati
kita, maka kehidupan kita tidak akan berubah. Kehidupan kita tidak akan berubah
dengan ilmu, dan juga tidak berubah dengan amalan, tetapi kehidupan akan
berubah dengan keyakinan yang ada pada hati kita. Seseorang yang telah berbuat
maksiat, dia berzina, dia korupsi, dan segala macam bentuk kemaksiatan lainnya
tidak akan dapat berubah, selama keyakinan terhadap Allah tidak tertanam dalam
hatinya.
Rasulullah SAW, berusaha di Mekkah
untuk menanamkan keimanan di hati manusia, selama 13 tahun. Tidak ada Nabi yang
lebih besar dari Rasulullah SAW, Beliau adalah Nabi yang termulia, dan Beliau
mengajarkan iman. Tidak ada pengajar yang lebih baik dari Rasulullah SAW, dan
tidak ada pelajar yang lebih hebat dari para Sahabat RA. Pengajarnya adalah
yang terbaik dan santri atau pelajarnya yang terbaik pula. Tetapi untuk
menanamkan keimanan, berapa tahun ?. 13 tahun dibutuhkan waktu untuk menanamkan
iman. Kalau begitu, berapa tahun untuk menanamkan keimanan dalam hati kita ?.
Apabila
kita berdakwah kepada orang lain dengan mengatakan : “Wahai saudara, kerjakanlah sholat dengan betul”. Maka dia akan
jawab: “Insya Allah, saya akan solat
dengan betul”. Dia bersedia untuk mengerjakan sholat. Kemudian kita katakan
: “Wahai saudara, kerjakanlah ibadah
haji”. Maka dia akan jawab: “Insya
Alah, saya akan kerjakan haji”. Kemudian kita katakan : “Wahai saudara, bacalah Al Quran dengan
betul”. Maka dia akan jawab: “Insya
Allah, saya akan baca Al Quran dengan betul”. Dia senang diajak sholat, dia
senang disuruh pergi haji, dia senang disuruh baca Al Quran. Tetapi, kalau kita
katakan kepadanya : “Wahai saudara, hendaklah engkau belajar iman dengan keluar 4 bulan”. Maka
dia akan marah. Maka dia akan katakan kembali kepada kita: “Hai saudara, apakah saya tidak beriman, sehingga harus belajar iman
lagi ?”. Hadirin sekalian, inilah yang disebut misunderstanding, kesalah pahaman dalam kehidupan kita sejak kita
lahir di muka bumi, kita merasa diri kita sudah beriman, yang berarti tidak
perlu lagi belajar iman. Inilah kesalah pahaman ummat Islam saat ini, sehingga
mereka sekarang dalam kehinaan.
Pada saat ini iman kita ini tidak
ada. Di hati kita, tidak ada tergambar tentang iman. Oleh karena itu, meskipun
kita beramal, beramal terus, tetap saja amalan tadi tidak dapat mengeluarkan
kita dari kehinaan. Maka dari itu, usaha kita yang paling utama adalah belajar
iman. Kuatkanlah iman kita, seperti yang pernah dikatakan oleh para sahabat
Nabi SAW, bahwa: “Pertama kali yang kami
pelajari adalah iman, kemudian baru kami
mempelajari Al Quran. Sehingga dengan demikian, Al Quran menambah keimanan
kami”. Yang namanya iman, bukan percaya kepada yang dhohir, tetapi yang
dikatakan iman itu adalah percaya kepada yang ghoib. Iman kepada yang ghoib
itulah yang dinamakan iman. Yakin dan percaya kepada yang diberitakan oleh
Allah SWT, yakin kepada yang dikatakan oleh Rasulullah SAW, itulah yang namanya
iman. Inilah iman yang dipelajari oleh para sahabat RA, dan inilah yang
diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Sahabat Ali RA mengatakan: “Apabila dibukakan hijab kepadaku,
diperlihatkan sorga dan segala kenikmatannya, sorga dengan makanan,
buah-buahan, sorga dengan bidadari, begitu pula
istana diperlihatkan kepadaku, maka apa yang telah dikatakan dan
diberitakan oleh Rasulullah SAW kepadaku, tidak ada bedanya. Bagiku tidak ada
bedanya, sorga yang dinampakkan dengan nyata di hadapan mataku dan apa yang
diberitakan oleh Rasulullah SAW”.
Pada suatu hari Sayidina Ali RA
sakit keras. Betul-betul sakit, dan ruh hampir keluar dari tubuh Beliau. Maka
semua yang ada di sekitar Sayidina Ali RA, menangis dan menangis. Beliau
kemudian membuka matanya melihat orang pada menangis, dan Beliau bertanya : “Mengapa kalian menangis ?.” Dijawab oleh yang hadir: “Kami menangis, karena melihat keadaanmu
yang sakit keras semacam ini, dan engkau akan meninggal dunia”. Mendengar
jawaban ini, Sayidina Ali RA langsung bangun dari tempat tidurnya dan
mengatakan: “Demi Allah, saya tidak akan
mati karena sakit ini. Karena saya yakin kepada apa yang telah disabdakan oleh
Rasulullah SAW kepada saya, bahwa: “Wahai
Ali, engkau tidak akan mati, sebelum darah mengucur dari kepalamu dan membasahi
jenggot-jenggotmu. Maka saya tidak akan mati, karena sakit yang sedang saya
derita ini”. Itulah iman yang ada pada Sayidina Ali RA. Beliau yakin kepada
apa yang diberitakan oleh Rasulullah SAW.
Pada suatu hari Sayidina Ali RA
bangun dari tidurnya. Ternyata, Beliau melihat ada orang-orang yang berjaga di
sekitar rumah Beliau. Kemudian Beliau bertanya: “Wahai saudara-saudara, apa yang kalian jaga di rumahku ini ?. Apakah
kalian menjagaku dari orang-orang di langit atau orang-orang di bumi ?”.
Dijawab oleh para penjaga tersebut: “Kami
menjaga tuan dari kejahatan orang-orang yang ada di bumi ini, karena kami tidak
mampu menjagamu dari mereka yang ada di langit”. Maka dikatakan oleh
Sayidina Ali RA : “Wahai saudara-saudara
kembalilah kalian ke rumah masing-masing dan tidurlah. Jangan kau ganggu tidur
tersebut. Apapun yang akan terjadi di bumi ini, sudah diputuskan di langit
sana. Kalau sudah diputuskan di langit bahwa saya akan mati, dengan perbuatan
orang di bumi, maka keberadaan kalian untuk menjagaku tidak akan bermanfaat,
karena pasti saya akan mati. Dan kalau saya sudah diputuskan akan dipelihara
oleh Allah SWT, maka sekian banyak orang berusaha akan menghancurkan diriku,
maka mereka sama sekali tidak akan dapat berbuat apa-apa”. Inilah iman para
sahabat. Yakin dengan apa yang diberitakan oleh Allah SWT dan yakin kepada apa
yang dikatakan oleh Rasulullah SAW. Yakin kepada yang ghoib.
Orang-orang bertanya kepada Sayidina
Ali RA : “Wahai Ali, bagaimana ketika
kamu tidur pada saat malam hijrahnya Rasulullah SAW”. Dijawab oleh Sayidina
Ali RA: “Pada malam itu, saya dapat tidur
dan merasakan ketenangan serta nikmatnya tidur yang belum pernah saya rasakan
sampai saat ini. Saya rasakan kenikmatan tidur dan ketenangan pada malam hijrah
tersebut, melebihi malam-malam yang lain”. Padahal malam itu, ada ancaman
dari 100 pedang, yang berarti dapat terbunuh karena tidur di atas pembaringan
Baginda Rasulullah SAW. Kenapa ?. Karena, dikatakan oleh Sayidina Ali RA : “Pada malam tersebut, sebelum Nabi keluar
dari rumah Beliau katakan kepadaku: “Hai Ali, besok pagi engkau akan bangun.
Serahkanlah amanah-amanah ini. Serahkan uang-uang ini kepada si Fulan, si Fulan
dan si Fulan. Kemudian, wahai Ali, nanti Engkau akan mejumpaiku di kota
Madinnah”. Maka dikatakan oleh Sayidina Ali bahwa: “Saya yakin tidak akan mati pada malam tersebut. Dan paginya saya akan
menunaikan amanah Rasulullah SAW dan saya yakin tidak akan mati, sebelum sampai
di kota Madinnah”. Inilah imannya para sahabat RA.
Suatu
hari Rasulullah SAW sedang berjalan, kemudian diikuti oleh seorang Yahudi.
Salah satu sahabat dari Anshor, melihat peristiwa tersebut, kemudian timbul
tanda tanya, mengapa Yahudi itu mengikuti langkah-langkah Rasulullah SAW dengan
cepat, dan dia tahu bahwa orang-orang Yahudi sering berbuat kejahatan terhadap
orang-orang Islam, baik di jaman dahulu maupun sekarang. Bahkan kejahatan
orang-orang Yahudi sekarang lebih ganas dibandingkan dengan dahulu. Mereka
selalu memusuhi orang-orang Islam. Melihat orang Yahudi berjalan di belakang
Rasulullah SAW, maka orang Anshor tersebut mengejarnya dan berjaga-jaga
kemungkinan orang Yahudi tersebut, akan berbuat kejahatan kepada Rasulullah
SAW. Setelah orang Yahudi tersebut dapat mengerjar Rasulullah SAW, maka
dipeganglah tangan Rasulullah SAW dan dikatakannya : “Wahai Muhammad, engkau telah berhutang kepadaku, dan sampai sekarang
engkau belum membayar”. Maka dijawab oleh Rasulullah SAW : “Dulu saya sudah bayar hutang saya”.
Yahudi menyahut: “Belum, kau belum bayar
hutang”. Nabi SAW jawab: “Sudah,
sudah saya bayar”. Yahudi berkata: “Siapa saksinya ?”. Maka orang Anshor
yang mengikuti dan memperhatikan peristiwa tersebut mengatakan: “Saya ya Rasulullah yang menjadi saksi. Tuan
sudah membayar hutang tuan”. Akhirnya orang Yahudi tersebut pergi, karena
sudah ada saksi bahwa Nabi SAW sudah membayar hutangnya. Setelah orang Yahudi
pergi, maka Rasulullah SAW bertanya kepada sahabat Anshor tadi : “Wahai sauadara, ketika saya berhutang dan
ketika saya membayar hutang, kamu tidak ada. Kenapa engkau berani menjadi saksi
bahwa saya telah membayar hutang ?”.
Dijawab oleh sahabat tersebut: “Ya
Rasulullah, mata saya boleh salah memandang, lisan saya boleh salah berbicara,
dan telinga saya boleh salah mendengar. Tetapi, apa yang kau katakan, apa yang
kau ucapkan, tentu tidak akan salah. Apa yang kau katakan bahwa engkau telah
membayar hutang, maka saya yakin bahwa engkau telah membayar hutang tersebut”.
Mendengar ketegasan dan jawaban itu, Rasulullah SAW sangat gembira dengan
sahabat Anshor tersebut dan Beliau katakan : “Kalaulah saksi itu harus dua orang, maka untuk kau cukup satu orang
saja”.
Karena
keyakinan sudah keluar dari hati kita, maka ruh amalan ini telah hilang. Ruh
dzikir kita lemah, ruh sholat kita lemah, ruh zakat kita lemah, dan seluruh nur
amalan-amalan kita telah keluar dari diri kita. Karena apa ?. Karena lemahnya
iman yang ada pada diri kita. Maka dari itu, kalau kita keluar 4 bulan,
sebenarnya kita berusaha mencari mahol
atau suasana yang baik, yang selama ini telah dikitari oleh lingkungan yang
kurang baik. Selama kita tidak keluar dan berjuang di jalan Allah dan tidak
mendakwahkan tentang iman kepada orang lain sebanyak-banyaknya, dan kita tidak
menangis di hadapan Allah untuk
diberikan iman tersebut, maka selama-lamanya keyakinan kepada kebendaan
tidak akan keluar dari diri kita.
Lisannya
orang Islam hari ini, mereka mengagungkan Allah, mereka merasa dirinya bersama
Allah, Laa ilaaha illallah, Allahu
Akbar. Lisannya mengagungkan Allah, mengagungkan Rasulullah Hadirin yang
dimuliakan oleh Allah SWT, tetapi dalam hatinya meyakini seakan-akan mengatakan
bahwa Allah tidak ada dan Rasulullah tidak ada. Oleh karena itu, orang-orang
Islam saat ini senantiasa dalam kehinaan, karena di hati mereka tidak ada Allah dan tidak ada Rasulullah SAW.
Sayidina
Hussain RA, beliau pergi ke Kuffah. Beliau sudah berjanji akan ke sana, dan
memang kedatangannya diminta oleh orang-orang Kuffah. Maka Beliau pergi ke
Mekkah dulu, untuk thawaf. Setelah thawaf, Beliau bertemu dengan Abdullah Bin
Zubair RA. Setelah Abdullah Bin Zubair RA, mengetahui bahwa Sayidina Hussain RA
akan pergi ke Kuffah, maka dinasehati: “Wahai
saudara, janganlah engkau pergi ke sana.
Karena orang-orang Kuffah, adalah orang-orang yang banyak melakukan
makar. Jadi mereka tidak dapat dipercaya. Engkau jangan pergi ke sana”.
Jawab Sayidina Hussain RA : “Saya sudah
berjanji untuk pergi ke sana, bagaimanapun saya akan tunaikan janji tersebut”. Kemudian
Beliau melanjutkan perjalanannya, dan berjalan, berjalan terus menuju ke
Kuffah. Di pertengahan jalan, Beliau bertemu dengan orang-orang yang baru
pulang dari Kuffah. Beliau bertanya: “Bagaimana
keadaan orang-orang di Kuffah ?”. Jawab orang-orang tadi : “Wahai Hussain, sebaiknya engkau pergi
kembali ke Madinnah, jangan pergi ke Kuffah. Keadaan tidak baik di sana.
Kembalilah saja”. Maka kata Sayidina Hussain RA : “Saya bukan minta bermusyawarah dengan kalian. Tidak. Saya ingin
menanyakan, bagaimana keadaan orang-orang Kuffah. Bagaimanapun, saya akan
datang. Karena saya sudah berjanji, dan apapun yang akan terjadi saya akan
tepati janji untuk datang ke Kuffah. Cuma, saya ingin tanya kepadamu, bagaimana
keadaan orang-orang Kuffah, tolong jelaskan”. Mereka kemudian menjawab : “Orang Kuffah, lisan mereka bersama kamu.
Lisan mereka menantikan kehadiran kamu, memujimu. Semua rumah menantikan
kehadiranmu dan memuji dirimu. Lisan mereka memuji kamu, tetapi pedang mereka
bersama Yazid”.
Demikianlah
keadaan ummat Islam saat ini, lisan mereka bersama Allah SWT dan Rasulullah
SAW, tetapi amal mereka bersama orang-orang Yahudi dan Nasrani. Maka bagaimana
akan datang pertolongan dari Allah SWT. Coba pikirkan. Jadi pertolongan Allah
akan datang, seandainya ada kehidupan Nabi SAW dalam ummat ini. Maka selama
kehidupan atau sunnah Nabi tidak datang pada diri ummat ini, selama itu pula
pertolongan Allah tidak akan datang. Kita menginginkan kejayaan dalam harta,
dalam kerajaan, dalam kedudukan, dalam pangkat dan sebagainya. Padahal kejayaan
dan kesuksesan, tidak diletakkan oleh Allah dalam kebendaan tersebut, tetapi
dalam cara yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Di
Baghdad pada waktu itu ada 2.200.000 orang muslim. Mereka muslim, tetapi
kehidupan Islam tidak ada pada diri mereka. Kehidupan cara Nabi, telah keluar
dari kehidupan mereka, maka mereka banyak mendholimi orang. Dan pada waktu itu,
ada kaum Tartar. Orang-orang Muslim di Bagdad telah berbuat dholim kepada
orang-orang Tartar. Pada suatu hari, pimpinan mereka, naik ke atas gunung. Dia
berteriak memanggil tuhannya, untuk membantu orang Tartar. Tetapi tidak ada
jawaban. Maka dia ganti memanggil Tuhannya orang Islam. Dan dia berkata: “Hai Tuhannya orang Islam , kalaulah Engkau
haq, maka bantulah kami melawan orang-orang Islam karena kami telah didholimi
”. Maka ada jawaban atau suara: “Seranglah
orang-orang Islam. Nanti akan ada pertolongan untuk kamu”. Pada saat
peperangan terjadi, jumlah orang Tartar sangat sedikit sekali. Tetapi dengan
jumlah yang sedikit tersebut, mereka dapat menang atas orang-orang Islam yang
jumlahnya lebih banyak. Di antara 2.200.000 orang Islam di Bagdad, sebanyak
1.700.000 orang Islam mati dan dilemparkan ke sungai Dajla. Satu orang wanita
Tartar, berhasil membunuh sekian banyak orang Islam. Wanita tadi, mengatakan
kepada orang Islam: “Kamu berdiri di sini
semua, saya belum membawa senjata. Tunggu di sini, saya akan pulang mengambil
senjata, dan jangan ada yang bergerak”. Kemudian wanita tersebut pulang ke
rumahnya. Dia balik ke medan perang, dan dibunuhnya satu persatu orang Islam
tersebut. Orang-orang Islam itu, tidak ada yang berani melawan wanita tadi.
Setelah
peperangan selesai dan kemenangan berada di kaum Tartar, maka salah satu dari
pemimpin mereka mengumpulkan bala tentaranya.
Dan dia berkata: “Wahai
tentara-tentaraku, kemenangan kalian ini bukan atas pertolongan tuhan kita.
Tetapi, semata-mata hanya sebab pertolongan Tuhannya orang-orang Islam sendiri.
Maka sekarang, ucapkanlah: “Laa ilaaha
illallah, Muhammadur Rasulullah”. Dan sebagian tentara Tartar masuk
Islam, kemudian menyebarkan agama Islam ini sampai ke daratan China. Jadi Allah
bersama dengan yang haq. Tidak bersama dengan yang tidak haq.
Ada
dua orang Islam. Tetangga mereka ada orang kafir. Tanahnya orang yang bukan
Islam diambil. Apabila kita ini betul-betul Islam, maka tanah tadi tidak akan
kita serahkan kepada orang Islam yang satunya lagi, tetapi akan kita kembalikan
kepada orang yang bukan Islam tadi yang menjadi pemiliknya. Itulah yang namanya
haq. Apabila orang Islam yang telah mengambil hak orang kafir tadi, kemudian
mengembalikan tanah itu kepada orang kafir, apabila ini terjadi dan orang-orang
Islam senantiasa berbuat yang demikian, maka pada saat itu Allah akan bersama
dengan orang-orang Islam tersebut.
Oleh
karena itulah, Rasulullah senantiasa mengingatkan para sahabat Beliau: “Hati-hatilah dengan do’a orang-orang yang
didholimi. Karena tidak ada hijab antara mereka dengan Allah SWT. Tidak ada
penghalang antara langit dan bumi, dan do’a mereka senantiasa diterima oleh
Allah”.
Agama
Islam, adalah agama yang membawa haq. Namun demikian, anehnya orang-orang Islam
saat ini, tidak siap menerima yang haq. Karena mereka tidak dapat membedakan
yang haq dan tidak haq, yang bathil dan tidak bathil, maka pertolongan Allah
tidak bersama orang-orang Islam tersebut. Kalaulah orang-orang Islam ini
menyadari mana yang haq dan tidak haq, dan melaksanakan hal-hal yang haq saja,
maka tidak ada satupun orang Islam yang tidak sholat lagi.
Bagaimana
caranya untuk meyakini yang haq adalah haq dan yang tidak haq adalah tidak haq,
maka kita harus usaha untuk semua ummat Islam di seluruh dunia. Dengan
demikian, maka dakwah yang kita kerjakan sekarang ini adalah bertujuan untuk
mengembalikan orang Islam, untuk memahami yang haq adalah haq dan yang tidak
haq adalah tidak haq.
Kenapa
pada saat sekarang ini ummat Islam dalam keadaan kebingungan, dalam kesusahan,
tidak ada solusi dari berbagai masalah yang mereka hadapi ?. Karena mereka
meninggalkan amal agama, meninggalkan sholat, lari kepada partainya, lari ke
pada kaumnya, lari kepada golongannya
dan di sisi lain mereka meninggalkan agamanya. Pada saat ini, manusia ada
semangat dan keinginan untuk menunjukkan ke-nasionalisme-annya, kenegaraannya,
kesukuannya, tetapi untuk menunjukkan semangat bahwa mereka sebagai ummat
Rasulullah SAW, tidak ada.
Inilah
tugas kita saat ini, berdakwah ke seluruh dunia, pergi dan menjumpai orang-orang Islam, ajarkan kembali tentang
iman, tanamkan kembali keyakinan kepada Allah SWT, dakwahkan kepada mereka,
maka dengan cara ini orang kafirpun akan terdakwahi oleh usaha dakwah kita.
Jadi, kita sekarang ini keliling ke seluruh dunia, kita ajak kepada orang-orang
Islam untuk kembali kepada iman yang benar dan menguatkan iman-iman mereka, kita
ajak kepada keimanan yang betul, dan kepada orang-orang kafir kita dakwahkan
agar masuk ke dalam Islam. Telah difirmankan oleh Allah SWT : “Ya ayuhalladzina amanu” kita ajak orang
Islam kepada iman, kuatkan iman, tanamkan iman dengan betul, sedangkan kepada orang kafir “masuklah kepada Islam, kalian akan
selamat”.
Jadi,
selama keimanan tidak terhunjam dalam hati kita, kita tidak akan mampu
melaksanakan Islam dalam kehidupan kita sehari-hari. Dengan demikian, Islam
tergantung kepada keimanan. Selama keyakinan kepada Allah SWT belum tertanam
dalam hati kita dari ujung kaki sampai ujung rambut, maka Islam tidak dapat
kita laksanakan dengan baik. Itulah yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW
selama 13 tahun, mengajar keimanan kepada para sahabat RA selama di kota
Makkah. Maksud dan tujuan perjuangan selama di Makkah tersebut, adalah
menanamkan keimanan sampai hari kiamat. Sedangkan kehidupan di Madinah adalah
janji. Jadi, kehidupan Madani yang dijanjikan oleh Allah SWT tidak akan
terwujud dalam kehidupan kita, selama kehidupan Mekkah yaitu kehidupan yang
berdasarkan keimanan belum tertanam dalam diri kita. Itulah usaha Nabi SAW yang
pertama, yaitu bagaimana agar iman tertanam ke dalam hati-hati para sahabat RA.
Dalam mengajar keimanan kepada para sahabat RA, Rasulullah SAW, mengatakan: “Lihatlah aku. Lihatlah kehidupanku”.
Bukan lihatlah si fulan atau si fulan yang lainnya. Itulah Islam, senantiasa
melihat perintah Allah Ta’ala dan melihat kehidupan Baginda Rasulullah SAW.
Apabila
iman telah terbentuk dan amalan Islam ada dalam kehidupan kita, maka pada saat
itulah pertolongan Allah dari langit akan datang untuk ummat ini. Selama ummat
Islam tidak mempelajari iman, tidak mempelajari Islam dalam kehidupan mereka
sehari-hari, maka selama itu pula mereka akan terkesan dan yakin terhadap
kebendaan, yakin kepada harta, yakin kepada kedudukan, dan yakin kepada apa
saja selain Allah SWT. Tetapi, apabila ummat Islam ini sudah mempelajari iman,
mempelajari Islam, maka pada saat itu pertolongan Allah akan turun dan tanpa kebendaan itu Allah mampu untuk
memelihara mereka. Untuk menyempurnaan keperluan manusia, Allah tidak
meletakkan kepada kebendaan, tidak diletakkan kepada kerajaan, tidak diletakkan
pada harta, tetapi Allah meletakkannya pada amalan yang ada pada diri
Rasulullah SAW. Para sahabat RA, untuk menunaikan hajat hidup mereka, tidak
pernah menundukkan kepalanya kepada raja-raja, juga tidak menudukkan kepala
kepada makhluk, tetapi langsung menundukkan kepala di hadapan Allah SWT dengan
mengerjakan sholat.
Meminta
bantuan kepada Allah SWT, itulah yang disebut sebagai ibadah, dan memberikan bantuan kepada makhluk itulah yang disebut akhlak. Pada saat ummat Islam
betul-betul mereka hanya meminta kepada Allah melalui ibadah yang mereka
kerjakan, dan memberikan kemanfaatan kepada makhluk yaitu yang namanya akhlak
tadi, maka pada saat itulah pintu untuk masuk Islam akan terbuka lebar untuk
orang-orang yang lain. Para sahabat RA, mereka sempurnakan perintah Allah,
mereka kerjakan ibadah kepada Allah, dan keperluan pribadi mereka ditekan
sedemikian rupa dan memberikan keperluan atau manfaat kepada orang lain, maka
inilah yang namanya khalifah. Para sahabat RA menjadi khalifatullah di
permukaan bumi, karena mereka hanya menyembah Allah, mengabdikan diri mereka
kepada Allah, dan menekan keperluan mereka sehari-hari untuk diberikan kepada
yang lain. Memenuhi perut sendiri itu namanya kebinatangan, dan memenuhi perut
orang lain inilah yang disebut khalifah. Membangun rumah untuk diri sendiri itu
namanya kebinatangan, dan membangun rumah untuk orang lain itulah namanya
khalifah. Inilah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada kita.
Para
sahabat RA, demi agama mereka telah hijrah ke Madinah. Kemudian pada saat
Mekkah dibuka kembali dan para sahabat pulang lagi ke Mekkah, jangankan untuk
merebut rumah orang lain, untuk tinggal atau bernaung di rumah mereka sendiri
saja yang telah ditinggalkannya hijrah, mereka berusaha untuk menghindarinya.
Seorang
sahabat Nabi bernama Abdullah bin Ummi Maktum, seorang buta, dari kota Mekkah ikut
hijrah ke Madinah. Setelah pembukaan Mekkah dia pergi ke Makkah bersama
Rasulullah SAW. Sejak kecil dia tinggal di Mekkah, sehingga hafal betul
lorong-lorong yang ada di kota Mekkah. Dia minta kepada Rasulullah SAW, : “Ya Rasulullah saya sudah hafal betul lorong-lorong di kota
Makkah ini, maka berikanlah saya sebuah rumah di sini, agar senantiasa saya
mudah beribadah di Baitullah. Dan saya lebih hafal lorong-lorong di Mekkah
dibandingkan dengan di Madinah”.
Rasulullah SAW kemudian berbisik kepada Abdullah Bin Ummi Maktum: “Wahai saudara, rumah-rumah di sorga lebih
baik dari rumah-rumah di Makkah ini”. Mendengar bisikin ini, maka Ummi
Maktum mengatakan : “Ya Rasulullah,
cukuplah nasehatmu itu untuk saya, saya tidak akan tinggal di Makkah dan akan
kembali ke Madinah untuk merindukan rumah-rumah di syurga Allah SWT”.
Begitulah hadirin sekalian, seorang sahabat yang sudah buta yang tidak dapat
melihat rumahnya sendiri, tapi ada keinginan untuk memilikinya kembali, setelah ditegur oleh Rasulullah SAW, diingatkan
akan adanya rumah-rumah di syurga, maka niatnya tersebut segera diurungkan.
Maka
dari itu, marilah kita ajarkan kepada setiap orang Islam tiga kata-kata ini. Pertama, kepada orang Islam, kita
katakan bagaimana mematangkan iman mereka. Kedua,
bagaimana orang-orang Islam beribadah dengan betul. Ketiga, bagaimana setiap orang Islam, memperbaiki akhlak mereka.
Dan ketiga-tiganya ini, akan datang dengan usaha. Iman akan terbentuk dalam
usaha selama empat bulan. Begitu pula ibadah akan terbentuk dalam empat bulan
dan akhlakpun akan terbentuk dalam empat bulan.
Maka siapa yang akan keluar empat bulan, akan terbentuk segala-galanya.
Kalau kita keluar dan berjuang di jalan Allah selama empat bulan ini, maka
iman, ibadah, dan akhlak akan terbentuk selama empat bulan tersebut. Insya
Allah semua niat dan bersedia.
Semua
dapat dicapai dengan usaha dan pengorbanan, tidak hanya dengan mendengarkan
saja. Apabila ketiga perkara tadi yaitu iman, ibadah dan akhlak kita dakwahkan
dan kita bicarakan lagi dan lagi selama keluar dan berjuang di jalan Allah,
kemudian kita berdo’a meminta kepada Allah SWT, maka ketiga-tiganya akan
terbentuk dalam kehidupan kita. Pada saat ketiga perkara tersebut terbentuk
dalam kehidupan kita, maka pertolongan Allah akan datang kepada kita. Para
sahabat telah mempelajari ketiga perkara tersebut, maka pertolongan datang
kepada mereka. Kalau mereka perlu makanan, Allah beri makanan. Mereka perlu
air, Allah beri air. Mereka perlu Malaikat, Allah turunkan Malaikat untuk
mereka. Mereka minta kendaraan dari binatang, Allah berikan. Orang yang sudah
meninggal dunia, mereka minta dihidupkan maka Allah hidupkan. Para sahabat RA
percaya kepada yang ghoib atau nidhom ghoibi, sehingga Allah dan para Malaikat
bersama para sahabat RA. Bagaimana sekarang, apakah nidhom ghoibi ingin bersama
kita ?. Insya Allah.
Ketika
iman sudah terhunjam dalam hati seseorang serta terbentuk secara betul, dan dia
istiqomah, maka hasilnya pada saat dia menghadapi sakaratul maut sebanyak 500
malaikat akan datang menjemput ruhnya, membawa kain sutra dan bermacam-macam
minyak wangi yang harum menjemput orang tersebut. Dan mereka katakan : “Jangan takut, jangan khawatir” dan
diberikan khabar gembira yaitu sorga yang akan diberikan kepadanya. Dan mereka
juga katakan : “Kamilah pembela-pembelamu
di dunia dan juga di akhirat”. Para malaikat akan membela kepada mereka
yang mempunyai iman kokoh dan istiqomah dalam keimanan tadi. Yakin bahwa Robb
mereka adalah Allah, dan istiqomah dalam pengakuannya, maka pada saat di dunia
maupun di akhirat para malaikat akan bersamanya.
Para
sahabat RA, kemanapun mereka pergi para malaikat senantiasa bersamanya. Dua
kali sahabat RA menyeberang lautan tanpa kapal, yaitu Saad bin Abu Waqosh RA
bersama 10.000 orang tentaranya dan yang kedua adalah Al A’la Hadrami RA
bersama 300 orang tentara menyeberang tanpa kapal. Pada saat Al A’la Hadrami RA
dalam perjalanan pulang ke kota Madinah, di tengah malam mereka beristirahat
dan tidur bersama para sahabatnya. Pada waktu bangun tidur di pagi harinya,
semua kendaraan mereka hilang. Semua onta-onta mereka telah pergi. Para sahabat
kebingungan, karena mereka tidak punya binatang kendaraan lagi. Hadrami RA
mengatakan kepada mereka: “Jangan
khawatir”. Kemudian dia sholat dua
rakaat, dengan bertayamum, minta kepada Allah SWT berdo’a sambil menengadahkan
tangan agar mereka mendapatkan air dan onta-ontanya dikembalikan. Belum selesai
mereka berdo’a, dan tangan-tangannya masih menengadah, Allah SWT pancarkan mata
air di belakang Hadrami. Para sahabat kemudian minum, dan orang-orang di
sekitar tempat itu serta binatang-binatangan mereka juga minum. Kemudian
onta-onta para sahabat kembali semua, tanpa seekorpun yang ketinggalan. Inilah
pertolongan Allah SWT.
Oleh
karena itu, apabila agama ada dalam diri kita, amalan ada pada diri kita, maka
pertolongan Allah akan mudah didapatkan. Bagaimana, apakah Anda ingin
pertolongan Allah bersama kita ?. Insya Allah. Bagaimana, apakah hanya dengan
suara-suara semacam ini kemudian menundukkan kepala lagi ?. Segala sesuatu
tanpa usaha tidak akan datang. Satu suap nasi saja, tidak akan datang tanpa
usaha. Bagaimana iman akan datang, yakin akan datang, Islam akan datang, tanpa
adanya susaha ? Inginkah Islam akan muncul ke permukaan ?. Insya Allah. Siapa
yang ingin kejayaan Islam muncul kembali?. Angkat tangan mudah, coba sekarang
berdiri dan mencatatkan namanya, empat bulan ke luar di jalan Allah.