Pada jaman sekarang ini,
Allah SWT memberikan kepada kita usaha dakwah yang sangat mulia. Sebenarnya
kita bukan ahlinya dalam dakwah seperti ini. Dan dalam diri kita sebenarnya
tidak ada keahlian untuk berbuat demikian. Apalagi kalau kita tengok dalam
kehidupan kita di masa lalu, latar belakang kita di masa lalu, apa yang terjadi
dalam diri kita sendiri. Apabila kita melihat keahlian, kemampuan yang ada pada
diri kita, sebenarnya kita tidak memiliki kemampuan untuk mengerjakan dakwah
ini. Tetapi hanya semata-mata karena karunia dari Allah SWT, maka Allah
letakkan kemudahan dalam dakwah ini. Bagi Allah SWT, apapun yang ada di muka
bumi ini, tidak ada nilainya sama sekali di sisi Allah SWT. Dan apabila Allah
SWT ingin memberikan penilaian atau penghargaan terhadap seseorang, maka Allah
SWT jadikan dia sebagai seorang da’i. Nabi Sulaiman AS minta untuk diberikan
kerajaan, maka langsung diberikan oleh Allah SWT kerajaan tersebut, tanpa
menyebutkan kebaikan-kebaikan yang ada pada Beliau. Demikian pula pada saat
Nabi Zakaria AS meminta anak, maka diberikan oleh Allah SWT permintaan
tersebut, tanpa menyebutkan kebaikan-kebaikan Nabi Zakaria AS.
Tetapi,
ketika Nabi Musa AS meminta agar saudaranya yaitu Harun AS agar dapat juga
dijadikan sebagai Nabi untuk membuat amalan ini yaitu mengerjakan dakwah, maka
sebelum memberikan jawaban atas permintaan Musa AS, Allah SWT pertama kali
menyebutkan kebaikan-kebaikan yang ada pada diri-Nya. Sebelum memberikan
jawaban atas permintaan Musa AS agar Harun AS dijadikan Nabi tadi, maka Allah
SWT menceritakan kebaikan-kebaikan yang Dia kerjakan kepada Musa AS,
dikatakannya bahwa Dia-lah yang memelihara Musa AS dalam kotak kemudian
dihanyutkan dalam air, dan juga dipeliharanya
Musa AS di kerajaan Fir’aun,
kemudian dikembalikan kepada ibunya lagi. Dan Allah-lah yang memelihara Beliau
dari cengkeraman Fir’aun dan tentaranya, ketika Musa AS telah membunuh
seseorang dan pergi ke salah satu tempat. Setelah Allah SWT menceriterakan
sekian banyak kebaikan-kebaikan-Nya, maka Allah SWT mengabulkan permintaan Musa
AS. Dan Allah katakan kepada Musa AS dan Harun AS, agar keduanya pergi kepada
Fir’aun. Jadi kenapa Allah SWT ceriterakan panjang lebar, baru kemudian
memenuhi permintaan Musa AS ?. Hal ini dimaksudkan untuk menjelaskan
kepentingan usaha dakwah dan kemulian dari amalan ini.
Segala apa yang terdapat dalam tujuh
lapisan langit dan tujuh lapisan bumi dibandingkan nilai atau harga seorang
da’i sama sekali tidak ada nilainya di sisi Allah SWT. Hari ini, kita dijadikan
oleh Allah SWT untuk mengerjakan dakwah tanpa meminta kepada Allah sebelumnya,
tanpa melihat kemampuan yang ada pada diri kita, tetapi semata-mata karena
Ikhsan-nya Allah, Allah telah memilih kita, maka hendaknya kita betul-betul
bersyukur kepada Allah SWT. Sebenarnya, tanpa harus meminta kepada Allah SWT,
Musa AS mampu membawa Harun AS untuk mengerjakan dakwah. Namun demikian Musa AS
sadar, tanpa meminta kepada Allah SWT, maka kemampuan dan kelebihan yang ada
pada diri Musa AS tidak akan ada pada diri Harun AS. Musa AS menginginkan agar
pertolongan Allah yang ada pada diri Musa AS, juga ada pada diri Harun AS.
Maksudnya, apabila dakwah ini kita kerjakan sendiri, maka pahala akan kita dapatkan.
Tetapi, apabila kita kerjakan usaha ini dengan sering bermusyawarah dan
bertanya dengan orang yang lebih tahu, dan kita tidak keluar atau bebas dari
musyawarah, maka bukan hanya sekedar pahala saja, tetapi pertolonagn Allah juga
akan kita dapatkan.
Oleh
karena itu, marilah kita niatkan betul-betul agar kita tidak lepas dari
musyawarah. Baik yang diangkat sebagai amir atau mereka yang menjadi makmur,
hendaknya selalu mengikatkan diri dengan musyawarah. Maulana Ilyas Rah.A,
Maulana Yusuf Rah.A dan Maulana In'amul Hasan Rah.A, ketiga-tiganya dijadikan
oleh Allah SWT sebagai asbab tersebarnya agama ini, jadi ketiga-tiganya buat
usaha ini, dan tidak pernah mengerjakan sesuatu tanpa melakukan musyawarah
dengan sahabat-sahabatnya terlebih dulu. Bahkan waktu sakitpun, dan diperlukan
berobat, Beliau tidak pernah menentukan sendiri kepada siapa harus berobat,
tetapi Beliau bermusyawarah dulu dengan sahabat-sahabatnya dokter mana yang
dipilih tersebut dan bagaimana cara pengobatannya. Maka dengan demikian, datanglah
rahmat, datanglah keberkatan dan bimbingan dari Allah SWT, kalau seseorang
bekerja dengan tidak melepaskan musyawarah.
Allah
SWT katakan, bahwa pekerjaan dakwah ini adalah pekerjaan suatu perdagangan.
Perdagangan yang bagaimana ?. Yaitu perdagangan yang membebaskan segala
permasalahan yang dihadapi manusia di permukaan bumi ini, bebas dari azab di
dunia dan juga azab di akhirat. Perdagangan dunia yang kita lakukan di dunia
saat ini yang disertai dengan amanah dan kejujuran, dikatakan oleh Nabi SAW apabila pelakunya melaksanakan dengan amanah
dan jujur, maka di hari kebangkitan nanti, akan dibangkitkan bersama dengan
para Nabi dan para Syuhada. Ini baru perdagangan dunia saja.
Orang
yang dagang dunia diisi dengan kejujuran, amanah dan diisi dengan agama saja
dapat dibangkitkan bersama-sama dengan para Nabi dan para Syuhada, bagaimana
kedudukan seseorang di akhirat nanti yang dalam perdagangan agama yaitu dakwah
ini, dia jumpai manusia, dia arahkan manusia kepada Allah Ta’ala dan setiap
hari perdagangan agama ini dilakukan, berapa tinggi derajatnya di sisi Allah
SWT. Dikatakan oleh Nabi SAW derajat antara para Nabi dan Da’i, bedanya hanya
satu derajat saja. Juga do’a-do’a para da’i ummat Rasulullah SAW ini, di hari
kiamat nanti, Allah akan menerima do’anya para da’i tersebut, sebagaimana Allah
terima do’anya para Nabi Bani Israel.
Perumpamaan
dakwah yang kita kerjakan ini, adalah seperti orang yang bekerja pada Jawatan
Kereta Api. Di Jawatan Kereta Api ini, banyak pegawainya dan terdiri dari
bermacam-macam pekerjaan yang harus ditanganinya, baik masinisnya, pegawai yang
mengantur penjualan ticket, kepala stasiun dan lain-lainnya termasuk tukang
sapunya. Kita ini bukan para Nabi, kita bukan para Anbiya yang bekerja penuh
dengan keahliannya, di ibaratkan di Jawatan Kereta Api, kita ini hanya sebagai
tukang sapunya saja. Namun demikian, walaupun kita ini hanya sebagai tukang
sapu saja, tapi namanya kita ini juga sebagai pekerja atau pegawai di Jawatan
Kereta Api tersebut. Nanti apabila pada suatu hari pemerintah mengagumkan bahwa
pada hari “H” yang sudah ditentukan, pemerintah akan memberikan hadiah atau
bonus kepada seluruh pegawai Jawatan Kereta Api, maka tidak hanya Kepala
Jawatan, Masinis, pegawai yang lain saja, tetapi tukang sapupun juga akan mendapatkan
hadiah dari pemerintah yang dimaksud. Pada waktu hari “H” yang ditentukan,
tukang sapu juga pergi ke bagian yang memberikan hadiah tadi. Di tengah jalan,
apabila dia dihadang oleh Polisi atau satpam
di Jawatan Kereta Api dan ditanya: “He,
kamu siapa dan mau kemana ?”. Dijawabnyalah: “Saya tukang sapu di Jawatan Kereta Api, dan hari ini pemerintah akan
membagi-bagikan hadian kepada seluruh pegawai di jajaran Jawatan Kereta Api,
oleh karena itu saya akan mengambil hak saya”. Kemudian, Polisi atau satpam
tersebut, mengijinkan si tukang sapu lewat, dan menerima hadiah dari pemerintah yang sudah dijanjikan.
Demikianlah
di hari kiamat nanti, saat manusia dibangkitkan semua, maka karena kita
letakkan diri kita dalam usaha Rasulullah
SAW, walaupun kita ini istilahnya hanya sebagai tukang-tukang sapu dalam
amalan ini, nanti pada saat dibagikan hadiah oleh Allah SWT, kepada
mereka-mereka yang kerja dakwah ini, walaupun kedudukan kita jauh dibandingkan
dengan kedudukan para Nabi As dan para Sahabat R.A. tetapi karena kita
menempatkan pekerjaan kita seperti yang dilakukan oleh para Anbiya, walaupun
kita tidak mampu menempatkan pekerjaan seperti mereka, maka Allah akan
memberikan hadiah pula seperti Allah memberikan kepada para Anbiya dan para
Sahabat R.A.
Di
hari kiamat nanti, orang-orang datang ingin minum di Telaga Kautsar, yang mana
siapapun yang dapat minum di telaga ini, tidak akan merasa haus selama-lamanya.
Pada saat itu ummat Rasulullah SAW, ada yang diberikan minum langsung dari
tangan Rasulullah SAW. Kemudian manusia yang lainnya, bertanya kepada
Rasulullah SAW : “Ya Rasulullah, saya
juga ummatmu, tetapi mengapa kau beri keistimewaan bagi sebagian orang dengan
cara Engkau berikan langsung minuman itu kepada mereka, sedangkan kami juga
ummat-mu ?”. Maka dijawab oleh Rasulullah SAW : “Kalian hanya mengerjakan pekerjaan para Anbiya (beribadah), sedangkan
mereka mengerjakan pekerjaanku (berdakwah)”. Maka dari itu, kita
betul-betul bersyukur, atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT tadi. Cara
bersyukur itu, harus dengan tiga perkara. Yang pertama dengan lisan kita
ucapkan “Alhamdulillah” bersyukur kepada Allah.
Kedua, di hati kita tanamkan keyakinan bahwa kenikmatan tersebut
datangnya dari Allah. Ketiga, kita juga harus bersyukur dengan amalan.
Bagaimana cara mensyukuri dengan amalan ?. Bukan dengan cara berdakwah 4 bulan
kemudian cuti, atau berdakwah 40 hari kemudian istirahat dan berdakwah 3 hari
kemudian selesai, tapi bukti kesyukuran kita kepada Allah, lagi dan lagi kita
kerjakan amalan ini sampai kita dipanggil oleh Allah SWT.
Karena
amalan ini adalah amalan Nabi, maka akan berjalan sesuai dengan sifat-sifat
Nabi pula. Kalau dakwah ini, dikerjakan sesuai dengan sifat-sifat yang ada pada
Nabi SAW, maka pertolongan Allah, kebersamaan Allah, akan bersama dengan ummat
ini, selama ummat ini mengerjakan dakwah sesuai dengan sifat-sifat Nabi SAW.
Apabila pekerjaan dakwah ini hidup, maka agamapun akan hidup. Sedangkan apabila
dakwah tidak ada, maka agama akan mati. Begitulah sejarah para Anbiya semuanya.
Nabi datang, kemudian buat usaha agama dan agamapun hidup. Ketika Nabinya
meninggal semua ummatnya waktu itu mengerjakan agama, mereka sholat, mereka
puasa, mereka membayar zakat, tetapi dakwah sudah tidak ada lagi. Setelah
dakwah tidak ada lagi dengan wafatnya Nabi mereka, akhirnya lama kelamaan
ibadah mereka menjadi bid’ah dan ke-tauhid-an mereka berubah menjadi syirik,
sehingga ummat dalam kesesatan dan Allah kirim Nabi lagi yang baru. Maka
Nabipun mulai bekerja lagi, dan agamapun mulai hidup. Kemudian Nabinya
meninggal dunia, dan kaummnya mulai menuju kesesatan. Ketika Nabinya meninggal,
segala bentuk ibadah ada, tetapi hanya dakwah yang tidak ada. Maka ketika
dakwah tidak ada, yang pertama kali hilang adalah ruh daripada ibadah, dan lama
kelamaan ibadah itu sendiri hilang dari kaum tersebut.
Begitulah,
ketika Nabi Muhammad SAW lahir, keadaan ummat seperti itu. Maka datanglah Nabi
Muhammad SAW diutus oleh Allah SWT, sampai hari kiamat. Jadi amalan ini,
menjadi tanggungjawab ummat semuanya. Apabila ummat ini tidak sholat, tidak
puasa, tidak membayar zakat, meninggalkan yang halal, mengerjakan yang haram,
maka nanti di hari kiamat akan dihisab oleh Allah SWT dan akan ditentukan
azab-nya. Tetapi kalau ummat ini meninggalkan dakwah, maka azabnya tidak hanya
di akhirat saja, sebelum mereka mati, maka Allah SWT akan turunnya azabnya
kepada ummat ini. Di dunia akan diberikan dan bahkan setelah matipun akan
diberikan azabnya. Karena tanggungjawab dakwah yang telah ditinggalkan oleh
ummat, maka mereka akan sesat dan orang-orang lainpun akan ikut menjadi sesat
kemudian kesesatan terjadi di seluruh dunia, sehingga azabpun akan sangat besar
bagi ummat yang meninggalkan tanggungjawab ini. Tanggungjawab ummat ini memang
berat, oleh karena itu semoga Allah SWT memberikan taufiq dan hidayah untuk
memikul tanggungjawab tersebut.
Sahabat
Abu Bakar Shidiq R.A. katakan : “Apabila
kalian tetap ibadah dan ibadah terus, maka kalian nanti akan menjadi asbab
turunnya hidayah, tetapi kalau kalian tinggalkan amar ma’ruf nahi munkar, Allah
akan hinakan kalian, dan tidak hanya dihinakan saja, tetapi do’a kalian tidak
akan diterima oleh Allah Ta’ala”. Demikianlah sholat adalah fardhu, puasa
adalah fardhu begitu pula amalan-amalan fardhu yang lain, maka dakwah untuk
menjumpai orang satu per satu, ini juga merupakan amalan fardhu. Sebagian ulama
mengatakan dakwah ini adalah fardhu kifayah. Baiklah, kalau memang dakwah
adalah fardhu kifayah, tetapi untuk meningkatkan iman seseorang seperti yang
dikehendaki oleh Rasulullah SAW, ini adalah fardhu a’in bagi setiap individu
yang harus dikerjakan untuk meningkatkan
iman seperti yang dikehendaki oleh Rasulullah SAW. Dan bagi setiap
individu untuk dapat meningkatkan iman, seperti yang diinginkan oleh Rasulullah
SAW, dengan dakwah inilah akan terbentuk. Oleh karena itu, adalah tanggungjawab
setiap orang untuk melaksanakan usaha dakwah ini. Kalau dakwah ini kita
kerjakan, dengan penuh sifat, begitu pula penuh dengan ushul, dengan melalui
musyawarah, dengan ijtima’i amal, begitulah pula dengan tertib-tertib yang
diajarkan oleh para Mashaikh kita, Insya Allah amalan ini akan terwujud
sebagaimana yang diinginkan oleh orang-orang tua kita dan akan membuahkan hasil
yang baik.
Rasulullah
SAW, adalah seorang da’i yang paling baik, da’i yang terbesar serta tidak ada
seorangpun da’i yang dapat melebihinya sampai hari kiamat. Ada dua sifat yang
paling tinggi terdapat pada diri Rasulullah SAW. Yang pertama adalah khusnudhon
(baik sangka) terhadap Allah SWT, dan yang kedua adalah khusnudhon kepada
makhluk. Apapun yang datang dari Allah SWT, Nabi SAW tidak pernah berkeluh
kesah, tidak pernah marah dan tidak pernah jengkel, demikian pula apa yang
datang dari makhluk terhadap diri Beliau, tidak pernah marah tidak pernah
menyalahkan makhluk tersebut, bahkan Beliau berkata : “Ya Allah sayalah yang berdosa, sayalah yang salah”.
Itulah
dalil pada saat kejadian di Thaif. Ketika Nabi SAW ke Thaif, dan mulai
berdakwah, lantas orang-orang Thaif menolak, bahkan melempari Nabi SAW dengan
batu, sehingga darah mengucur sampai ke sepatu Beliau, Nabi-pun pingsan dan
jatuh di jalan. Kemudian Zaid Bin Haritsah yang pada waktu itu bersama dengan
Rasulullah SAW, memanggul Nabi SAW membawa keluar dari Thaif. Setelah sampai
tiba di salah satu kebun, selanjutnya tubuh Nabi SAW dibaringkan oleh Zaid Bin
Haritsah, dan Nabi-pun mulai sadar. Setelah Nabi SAW sadar, maka Jibril AS
datang. Jibril AS mengucapkan salam dan kemudian menyampaikan salam dari Allah
SWT dan mengatakan: “Wahai Muhammad,
Allah SWT mengetahui bagaimana engkau berdakwah dan juga mengetahui penolakan
dari kaum-mu dan segala perbuatan mereka, saya diutus oleh Allah dan sebentar
lagi akan datang Malaikat Gunung, perintahkanlah kepada Malaikat tersebut apa
yang engkau inginkan”. Tapi apa yang dikatakan oleh Nabi SAW kepada Jibril
AS : “Wahai Jibril, saya tidak ingin
menjadi penyebab kehancuran bagi kaum saya, bahkan saya mendo’a kepada Allah
semoga Allah memberikan hidayah kepada mereka”. Kemudian Rasulullah SAW
berdo’a: “Ya Allah, berikanlah hidayah
kepada kaumku, sesungguhnya karena mereka belum tahu terhadap masalah ini”.
Selanjutnya Beliau terus berdo’a dan melaporkan kepada Allah, dengan
mengatakan: “Ya Allah saya laporkan
kepada-Mu akan kelemahanku, dan ketidak mampuanku untuk berdakwah sebagaimana
yang Engkau inginkan”. Jadi Nabi SAW merasa tidak mampu untuk berdakwah
seperti yang diinginkan oleh Allah SWT. Nabi merasa bahwa dirinya yang salah ,
Beliau yang lemah dan ini yang Beliau hadapkan kepada Allah SWT, dan Nabi
meminta agar Allah SWT memberikan hidayah, memberikan petunjuk untuk kaumnya.
Itulah
hadirin sekalian, sifat seorang da’i, tidak ada satupun perasaan untuk membalas
dendam. Maka apabila di hati kita ada perasaan dendam kepada orang lain,
akhirnya dakwahpun akan terhenti. Jadi, seorang da’i itu siapa ?. Yaitu orang
yang siap memaafkan orang lain. Bahkan kepada musuh yang memusuhinya, dia siap
untuk mema’afkannya.
Di
jaman Sayidina Umar RA, ketika Beliau menjadi khalifah, ada seorang Raja telah
ditangkap dan dihadapkan kepada Beliau. Sayidina Annas RA yang membawa tawanan
tersebut kepada Sayidina Umar RA. Dan Sayidina Annas menceritakan
perbuatan-perbuatan Raja tersebut di masa lalu, sehingga Sayidina Umar RA marah
betul terhadap tawanan tersebut. Kemudian Sayidina Umar RA menghunus pedangnya,
untuk memenggal leher orang itu. Melihat situasi semacam ini, maka orang
tersebut minta air. Maka Sayidina Umar RA memberikan air dan diambilkannya
dengan tangannya sendiri, tetapi tangannya gemetar. Maka Umar katakan: “Laba’sa, laba’sa, tidak apa-apa, silahkah
minum dengan tenang”. Maka tawanan itu minum air tadi. Setelah itu, pada
saat Umar RA akan memukulkan pedangnya, maka Abu Musa Al-Ashay RA
mengatakan: “Wahai Umar, engkau tidak akan mampu menerbangkan leher dia. Karena engkau telah memberikan keamanan
kepadanya dengan mengatakan laba’sa, laba’sa, tidak apa-apa. Berarti ini sudah
jaminan”. Maka Umar RA mengatakan
kepada Abu Musa: “Wahai Abu Musa, cari
saksi bahwa saya mengatakan tadi, kalau tidak bisa, maka justru kepalamu
sendiri yang akan saya terbangkan dengan pedang ini”. Mendengar ancaman
ini, Abu Musa RA ketakutan dan pergi ke
Masjid Nabawi untuk mencari saksi. Maka
dalam perjalanan berjumpalah dia dengan Abdullah Bin Zubair RA. Dan dia ceriterakan
semuanya apa yang terjadi kepada Abdullah Bin Zubair. Maka Abdullah Bin Zubair mengatakan bahwa : “Apa yang engkau katakan itu betul, karena
dengan perkataan laba’sa tadi, dia sudah mendapatkan keamanan, dan saya akan
menjadi saksi. Mari kita berjalan bersama-sama menemui Amirul Mukminin”.
Maka Abdulah Bin Zubair, mendatangi majelis Umar RA, dan mengatakan: “Wahai Umar, saya datang untuk menjadi saksi
Abu Musa, bahwa dibalik katak-kata Laba’sa itu adalah keamanan”. Kemudian
Hadrat Umar memasukkan pedangnya, dan tidak jadi memenggal leher tawanan
tersebut, dan Raja itu kembali pulang ke tempatnya dengan mudahnya. Selanjutnya
dia kembali lagi ke Masjid Nabawi, kemudian mengucapkan syahadat. Setelah itu
Raja tadi berkata: “Mengapa saya
mengucapkan Syahadah ?. Karena saya melihat umat ini, bahwa hanya dengan satu
kata saja dari Rasulullah SAW di hati
mereka yaitu dengan mengucap Laba’sa berarti keamanan dan lainnya menjadi
saksi. Dengan satu kata saja dipelihara di hati mereka, orang lain sudah menjadi aman. Bagaimana
dengan ucapan Nabi SAW dan seluruh
amalan-amalan Nabi SAW yang diikuti
oleh ummatnya.” Jadi apabila orang yang mengerjakan dakwah ini, ada
perasaan ingin mema’afkan orang lain, dan menyembunyikan serta melindungi
kesalahan-kesalahan orang lain, bahkan tidak mau mencari-cari kesalahan orang
lain, maka Allah SWT akan letakkan kesan dakwah kepada setiap hati-hati
manusia.
Nabi
SAW pulang dari salah satu perjalanan. Kemudian di perjalanan, Beliau istirahat
dan tidur di sana. Kemudian Nabi SAW gantungkan pedangnya. Lantas musuhpun
melihat. Ketika para sahabat dan Nabi SAW sudah tertidur semua, dengan
pelan-pelan ia datang dan diambilnya pedang Nabi SAW. Setelah pedang dapat
diambil, kemudian dihunus, maka diancamlah Rasulullah SAW. Maka ketika Nabi
membuka matanya dan bangun, musuh tadi kemudian mengatakan: “Wahai Muhammad, siapa yang mampu untuk
mempertahankan dan melindungi kamu dari saya”. Maka Nabi katakan : “Allah”. Dengan kata-kata Allah , maka
musuh tadi tangannya gemetar dan pedangnya jatuh. Kemudian Nabi ganti ambil
pedangnya, dan mengatakan kepada musuh tadi: “Siapa yang mampu untuk mempertahankan kamu dari saya”. Maka dia
tidak dapat berbicara apa-apa, dia katakan: “Jadilah
pemegang pedang yang baik, atau ma’afkanlah saya”. Maka Nabi memaafkan dan
membiarkan dia pergi. Akhirnya, melihat akhlak Rasulullah SAW yang luhur ini,
maka musuh tadi masuk Islam.
Kita
ini, kadang-kadang pada waktu berkeliling kemudian bertemu dengan seseorang,
dan orang tadi mengatakan kata-kata yang tidak baik atau kata-kata yang kotor,
lantas sejak hari itu kita tidak mau lagi bicara kepada dia. Begitu pula para
penanggungjawab ini, kadang-kadang ada seseorang yang berbicara kepadanya
dengan maksud untuk memperbaiki kesalahannya, lantas setelah itu
penanggungjawab tadi kemudian selama dua bulan tak mau bicara dengan orang
tersebut.
Padahal dalam dakwah ini walaupun sepatu diletakkan
di pipi kita atau dipukulkan, bagaimanapun juga kita tidak akan tinggalkan
dakwah ini. Apabila kebesaran dakwah ini tertanam dalam hati kita, maka saat
itulah Allah akan bersama kita. Maka dari itu, dalam dakwah ini kita harus
selalu siap memaafkan kesalahan dan kekurangan orang lain. Dan yang selanjutnya, bila selama kita berdakwah
pandangan kita semata-mata hanya kepada Allah, tidak memandang kepada yang
lain. Apabila kita pergi kepada orang kaya atau pejabat-pejabat atau kepada
mereka yang memiliki jabatan atau keistimewaan, jangan sampai ada niat di hati
kita bahwasanya seandainya mereka ikut dalam dakwah ini maka dakwah ini akan
maju, dakwah akan tersebar dengan cepat atau dakwah mendapat keuntungan. Jangan
punya pikiran semacam ini. Tetapi, hendaknya kita tanamkan di hati kita, kalau
mereka ini ikut dalam dakwah, maka mereka akan mendapat keuntungan dan
dimuliakan oleh Allah.
Kalaulah
kita letakkan akhirat di hadapan kita, dan tidak memandang yang lain atau
mencari keuntungan dunia, maka senantiasa pada saat itu Allah SWT akan pilih
kita, sebagai asbab terbentuknya dakwah ini dan dakwah ini akan berjalan.
Tetapi, apabila kita letakkan dunia di hadapan kita, misalnya kita melakukan
dakwah kepada seseorang dengan pikiran : “Wah
kalau dia ini ikut dakwah maka kita bisa membangun markas, kalau dia ini ikut
dakwah akan berjalan dengan lancar”. Bila kita yakin dengan adanya
kelebihan-kelebihan seseorang yang kita dakwahi bahwa dakwah akan berjalan,
maka berarti kita telah menghina dakwah ini.
Oleh
karena itu, dalam kita berdakwah ini hendaknya dengan perasaan takut. Pada saat
kita berdakwah dan berdakwah, maka orang-orang dunia akan ikut, tapi jangan
sampai kita mengambil keuntungan dunia dari mereka. Bahkan yang kita inginkan,
mereka dapat memberikan jiwa mereka untuk dakwah. Karena kekuatan iman ini,
tidak dapat diperoleh dari seseorang dengan memberikan harta saja, tetapi kalau
seseorang telah memberikan jiwanya, baru mereka mendapatkan kekuatan iman. Jadi,
kalau seseorang memberikan hartanya, dia akan mendapatkan pahala, tetapi kalau
dia sendiri memberikan jiwanya, maka dia akan mendapatkan kekuatan iman. Inilah
pandangan kita setiap saat dalam dakwah ini, yaitu kita tujukan pandangan kita
kepada kodrat Allah, kepada khasanah Allah, kepada kekuasaan-kekuasaan Allah
SWT.
Pekerjaan
dakwah ini mudah sekali, tetapi untuk memahami kerja dakwah, inilah yang sangat
berat. Sangat mudahnya kerja dakwah ini, sebagaimana mudahnya orang menarik
becak atau pekerjaan lainnya, tetapi untuk memahami dakwah tidak semua orang
bisa paham, bahkan tidak semua ulama dapat dipahamkan. Untuk mengerjakannya
mudah sekali, seperti halnya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang sudah
disebutkan sebelumnya. Tetapi kepahaman tentang dakwah ini, tidaklah mudah,
hanya pemberian dari Allah SWT, keberkatan yang diberikan oleh Allah SWT, dan
diberikan hanya kepada orang-orang yang beriman serta percaya kepada yang
ghoib. Pada saat orang di hatinya ada iman
bil ghoib, pada saat itulah Allah berikan kepahaman dan hakekat tentang dakwah.
Selama iman bil ghoib tidak tertanam dalam hatinya, maka kepahaman dan hakekat
dakwah tidak akan diberikan oleh Allah SWT.
Dakwah
kita ini, mengarahkan orang kepada Al Quran. Dakwah kita ini seperti Al Quran.
Dan Al Quran ini mudah dibaca. Anak-anak umur 4 atau 5 tahun bisa membaca Al
Quran. Tetapi untuk memahami Al Quran sangatlah berat, tidak semua orang bisa
memahaminya. Bahkan tidak semua ulama mempunyai kepahaman yang sama tentang Al
Quran. Orang yang paham Al Quran, adalah orang yang tertanam iman di hatinya.
Orang-orang yang membaca-baca Al Quran namun pandangan serta keyakinan
senantiasa kepada benda, kepada jabatan dan sebagainya, maka Al Quran tersebut
tidak akan memberikan hidayah kepada dia, bahkan menjadi asbab kesesatan.
Demikian pula orang yang mengerjakan dakwah ini 4 bulan, 40 hari selalu dia
kerjakan berkali-kali, tetapi dia tidak meyakini bahwa kejayaan, kesuksesan,
terletak pada dakwah, namun di tengah-tengah dakwah tadi dia masih mempunyai keyakinan
bahwa kebahagiaan, kejayaan terletak pada benda-benda, ada pada jabatan dan
lain sebagainya, maka bagi orang semacam ini dakwah tersebut justru akan
menjadi kesesatan pada dirinya sendiri.
Oleh
karena itu, di setiap saat kita harus menimbang dan mengontrol hati kita. Jadi,
kalau kita dakwah, dakwah dan dakwah terus, sementara kecintaan kepada dunia
semakin tertanam di hati kita, maka dakwah ini nanti akan habis dari kehidupan
kita dan akan hilang dari kehidupan ini. Maulana Yusuf Rah.A katakan, bahwa tidak ada satu kekuatanpun yang akan
mampu menghancurkan dakwah ini, tidak ada orang yang mampu menghalang-halangi
dakwah ini, tetapi kapan dakwah ini akan hancur dan akan rusak, kalau sekiranya
orang yang kerja dakwah itu sendiri ada dua perkara dalam diri mereka. Pertama, pada saat orang tersebut
dakwah dan dakwah lagi, tetapi kemudian muncul kecintaan kepada dunia, dan dia
jadikan dakwah ini untuk membentuk asbab dunianya, maka pada saat itulah Allah
akan hapuskan dakwah dan dia sendiri akan dihapuskan oleh Allah SWT. Kedua, sekiranya orang yang kerja
dakwah ini di antara mereka pecah hati. Di antara mereka terjadi
pertengkaran-pertengkaran, maka apa yang akan terjadi, Allah SWT akan hapuskan
amalan ini dari mereka dan Allah-pun akan hilangkan usaha dakwah ini.
Maka
dari itu, kita harus kerjakan dakwah ini dengan penuh rasa takut. Kita kerjakan
dengan penuh ikram. Dengan ikram kita memberi semangat kepada orang lain, dan
jangan ada di hati kita perasaan untuk ingin diikram. Orang memanggil kita
untuk musyawarah atau tidak, orang panggil kita untuk makan di tempat makan
atau tidak, dihargai atau tidak dihargai, maka kita harus terus melakukan usaha
dakwah ini. Jadi, jangan sampai ada perasaan di hati kita untuk dihormati oleh
orang lain. Dan kita kerjakan dakwah ini, dengan meminta musyawarah dengan
semua kawan. Apabila ada salah seorang ahli syuro kita tidak hadir, atau
teman-teman kita bermusyawarah belum hadir, maka kita tunggu dia dan kita
tunggu dengan sabar sampai dia hadir. Jangan punya pikiran di hati kita: “Ah, nggak apa-apa dia tidak hadir, dakwah
masih tetap berjalan”. Maka kalau timbul pikiran semacam ini, atau
melecehkan sahabat kita, nanti akan timbul kekurangan-kekurangan dalam dakwah
kita ini. Jangan sampai kita menunggu dia datang, tetapi justru kita yang harus
datang ke tempat dia.
Dikisahkan,
bahwa semua sahabat telah berbai’at kepada Sayidina Abu Bakar RA, tetapi masih
ada satu orang yang belum datang. Maka Abu Bakar As-Shidiq, tidak membiarkan
orang tadi, dan dia sendiri datang pagi dan petang ke rumah sahabat tersebut.
Sampai akhirnya, setelah lama kelamaan maka orang tersebut timbul rasa cintanya
kepada Abu Bakar RA. Kemudian dikatakan oleh Abu Bakar: “Sebenarnya engkau ingin apa dari aku ?. Saya ingin engkau bersama-sama
dengan orang Islam yang lain”. Maka orang tadi kemudian berkata: “Wahai Abu Bakar, sekarang saya siap untuk
berba’iat kepadamu”. Abu Bakar RA katakan: “Bukan itu maksudku. Karena orang lain sudah berba’iat di tempat ramai,
maka saya berharap engkau juga melakukan yang demikian”. Maksud Abu Bakar,
agar orang lain tidak shu’udhon (buruk sangka) kepada orang tadi, mengapa tidak
berba’iat kepada Abu Bakar RA.
Janganlah
kita merasa merdeka atau bebas, tanpa harus meminta pendapat dari orang yang
lain dalam musyawarah, tetapi hendaknya kita hargai orang lain dan kita
memberikan penilaian yang baik terhadap semua kawan-kawan kita. Semakin kita
hargai dan kita nilai kawan kita tersebut, maka timbul isti’dat (kesiapan) di
hati dia untuk senantiasa bekerja dalam amal ini. Apabila orang-orang lama ini,
senantiasa berpegang pada ushul-ushul dakwah, dan dia tidak tinggalkan satu
ushul-pun juga, maka hal ini akan memberikan kemudahan bagi orang-orang yang
baru. Kalau orang lama senantiasa dalam ushul dakwah dan selalu istiqomah, maka
selera dakwah akan tertanam dalam diri dia kemudian bagi orang baru akan datang
dan mudah meningkat, dan akhirnya ada isti’dat untuk orang baru dalam
melaksanakan dakwah sesuai dengan ushul-ushul.
Maulana
Ilyas Rah.A mengatakan, bahwa ushul dakwah ini adalah merupakan benteng. Oleh
karena itu, selama kita masih berada dalam ushul dakwah, maka Allah SWT
senantiasa membentengi kita. Ushul dakwah itu apa ?. Yang pertama adalah kita
selalu berpegang teguh pada musyawarah. Bahkan pekerjaan duniapun harus kita
kerjakan dengan musyawarah. Maka apabila kita sudah berada dalam lingkungan
dakwah ini, setiap amalan yang kita lakukan harus berdasarkan musyawarah. Dan
kalau ini kita lakukan maka Allah Ta’ala akan letakkan kebaikan di dalamnya.
Keberkahan akan diberikan oleh Allah. Dijauhkan dari segala bahaya. Bahkan
dipelihara dari kedengkian orang lain. Dan Allah bersama kita, serta
pertolongan-Nya selalu bersama kita pula. Maka dari itulah, hendaknya kita
selalu berjalan dalam ushul dakwah ini. Dan dakwah ini adalah umumiyat tidak
ada kekhususan. Bahkan orang-orang khusus seperti VIP, kita bawa pula kepada
umumiyat, sehingga tidak ada lagi kekhususan bagi mereka dan mereka akan siap
untuk menjadi orang umum pula. Dakwah kita ini, tidak ingin menciptakan
ras-ras. Tidak ada kekhususan, seperti adanya jord khawash, jord dokter, jord
ulama dan lain sebagainya. Untuk sementara satu atau dua kali dapat
dilaksanakan jord profesi tersebut, tetapi setelah itu mereka harus bergabung
dengan orang umum dan tidak ada kekhususan lagi, mereka harus membaur sehingga
ummat ini dapat disatukan. Dakwah kita ini, bukan berjalan dari atas ke bawah
tetapi dari bawah ke atas. Dari bawah akan naik ke atas. Dengan cara ini, akan
timbul kecintaan atau mahabah. Satu sama lain akan saling menghormati.
Lahan
atau ladang pertama dalam usaha dakwah kita ini, adalah orang-orang miskin. Di
mana kita mulai dakwah ini ?. Pertama adalah di tempat-tempat orang miskin.
Apabila kita berada di kota, maka kita cari tempat-tempat orang miskin, atau di
desa-desa yang banyak orang miskinnya, di situlah kita mulai kerja dakwah. Kita
buat kerja untuk orang miskin, karena orang miskin ini tidak punya gambaran
macam-macam seperti halnya orang kaya, sehingga mereka mudah dibentuk dan mudah
dibawa dalam ushul dakwah. Karena mereka miskin dan tidak dikenal, maka kalau
kita arahkan ke mana saja, mereka akan ikut. Dan orang-orang miskin ini, hati
mereka selalu tawajuh kepada Allah, dan mudah ditawajuhkan dalam amalan ini.
Setelah orang miskin dapat digarap, maka akan muncul suatu saat dimana
orang-orang khawash, orang kaya, orang cerdik pandai bergabung dalam usaha
dakwah, dan program-program pun mulai dapat diatur.
Apabila
orang-orang khusus ini datang dan sifat tawadhuk belum terbentuk pada diri
mereka, maka mereka tidak akan membawa kebaikan dalam usaha dakwah ini. Oleh
karena itulah, konsentrasi pertama kita bukan kepada orang khusus tadi, tetapi
kepada orang miskin yang hatinya masih lembut mudah diatur. Orang miskin
hatinya kecil dan orang tidak menghagai mereka, orang tidak menilai mereka,
maka kalau kita pergi kepada mereka, kita berkunjung dan berbicara dengan lemah
lembut, berbicara dengan baik, maka mereka merasa dihormati. Dengan demikian,
hati mereka yang kecil tadi menjadi
besar, karena merasa dihargai. Orang kaya, kalau meninggal dunia, semua orang
datang berkunjung. Dan ini adalah hal yang wajar. Tetapi, kalau orang miskin
yang meninggal, kemudian kita datangi mereka, maka seanak cucunya akan selalu
ingat kepada kita. Maka untuk mendapatkan pertolongan Allah, untuk mendapat
segala yang kita kehendaki dari Allah, hendaknya kita mulai amalan ini dari
orang-orang miskin. Dan amalan kita ini pada dasarnya adalah untuk mengumpulkan
semua orang. Kita kumpulkan semua orang, kemudian kita bawa ke dalam amalan
ini. Kalau di hati kita ada perasaan kasih sayang, kemudian tidak ada perasaan
dendam, selalu mema’afkan dan ada sifat dermawan, tidak bakhil, maka semua
orang akan datang dalam usaha dakwah ini.
Khalid
Bin Walid, ketika belum masuk Islam dan masih berada di Mekkah, berkali-kali
didatangi oleh Rasulullah SAW. Menurut
pengakuan Khalid Bin Walid, ketika Rasulullah SAW mendatanginya, Rasulullah SAW
dihina dan dicaci maki dengan kata-kata yang sangat kotor, dengan harapan agar
Rasulullah SAW tidak akan datang lagi kepadanya. Ternyata, besoknya Rasulullah
SAW datang lagi dan terus dilakukannya berkali-kali selama Beliau berada di
Mekkah, dan selama itu pula Khalid Bin Walid tidak pernah bersedia untuk masuk
Islam. Kemudian Rasulullah SAW hijrah ke Medinnah, kemudian terjadi perang
Badar. Dan terjadi pula perang Uhud. Bahkan karena keahlian Khalid Bin Walid
dalam perang Uhud, banyak orang Islam Medinnah yang meninggal, dan masih saja
dia belum masuk Islam.
Setelah
itu, saudara Khalid Bin Walid masuk Islam, dan setelah masuk Islam ia pergi ke
kota Mekkah. Maka Nabi SAW, sampaikan satu kata kepada Khalid Bin Walid melalui
saudaranya tadi. Akibat kata-kata ini, Khalid Bin Walid masuk Islam. Apa yang
dikatakan Nabi SAW ?. Kata Nabi SAW kepada saudaranya Khalid Bin Walid: “Nanti sampaikan salam saya kepada Khalid
Bin Walid dan katakan bahwa Khalid Bin Walid itu orangnya adalah baik”.
Setelah mendengarkan kata-kata tersebut dari saudaranya, maka Khalid Bin Walid
menangis. Dan ketika itu pula timbul keinginannya untuk menjumpai Rasulullah
SAW, kemudian langsung datang ke kota Medinnah.
Banyak
sekali sahabat-sahabat Rasulullah SAW, sebelum masuk Islam sudah bersumpah
bagaimanapun juga sampai mati mereka tidak akan masuk Islam, termasuk Khalib
Bin Walid, Amar Bin Ash, Abu Sofyan, Hindun, Ikramah Bin Abu Jahal. Tetapi
dengan kesabaran para sahabat, pengorbanan para sahabat RA, Allah SWT lembutkan hati-hati mereka yang keras tadi.
Di
pertengahan jalan menuju ke Madinnah, Khalid Bin Walid bertemu dengan Amr Bin
Ash, kemudian ditanyalah dia : ”Kemana
engkau pergi ?”. Dijawab: “Islam
sudah masuk ke dalam hati saya, dan saya akan menuju ke Madinnah”. Dan
dua-duanya kemudian pergi bersama-sama sampai ke Madinnah. Dikatakan oleh
Khalib Bin Walid : “Kalau orang
menanyakan kepada saya, bagaimana
wajahnya Nabi bagaimana bentuknya Nabi, pada waktu masih di Mekkah, saya tidak
pernah dapat mengatakannya. Karena saking bencinya saya kepada Nabi, sehingga
saya tidak pernah memandang rupanya. Dan saya tidak tahu wajahnya macam apa.
Hari ini – setelah ia masuk Islam – kalau ada orang menanya tentang wajah Nabi,
sayapun juga tidak dapat menyifatkannya, karena saking malunya saya melihat
wajah Beliau”. Begitulah akhirnya berturut-turut orang yang pernah membenci
Nabi, kemudian masuk Islam. Sehingga Abu Sofyan katakan: “Sebenarnya saya tidak masuk Islam, tetapi Islam yang telah masuk ke
dalam diri saya”.
Kapan
Islam ini akan tersebar di seluruh dunia ? Islam akan tersebar ke seluruh dunia
kalau dalam hati kita ada perasaan cinta
dan kasih sayang kepada orang lain. Jangankan kepada orang lain, muncul rasa
kasih sayang dan cinta itu, bahkan dalam usaha dakwah ini, kadang-kadang kepada
saudara kandung sendiri, kita tidak punya rasa kasih sayang dan cinta tersebut.
Bagaimana akan datang pertolongan Allah ?. Jadi dakwah ini, penuh dengan
kesabaran, penuh dengan penderitaan, penuh dengan pengorbanan, meskipun hati
kita dikoyak-koyaknya, tetapi tetap saja dakwah harus kita kerjakan. Maka
apabila dakwah ini kita kerjakan dengan sabar, dengan kasih sayang, dengan
perasaan ingin agar kebaikan ada pada orang lain, maka pada saat itu Allah SWT
akan sebarkan dakwah ini ke dalam hati-hati orang.
Hendaknya
tiap hari dan tiap malam, kita adakan muhasabah dan muraqobah kepada diri
sendiri, berapa banyak sifat yang sudah ada dan tertanam dalam diri kita ini.
Maksudnya, agar supaya hilang sifat-sifat yang hina dalam diri kita dan
bagaimana supaya datang sifat-sifat yang baik. Apabila dalam hati kita sudah
ada sifat-sifat yang baik, sifat sabar, sifat kasih sayang, sifat kedermawanan,
sifat mau memaafkan, dan segala sifat-sifat yang baik, maka Allah SWT akan
sebarkan dakwah ini. Pada saat sifat-sifat ini sudah ada pada diri kita, maka
Allah SWT akan sebarkan hidayah, dan merupakan kenikmatan dan keindahan di
dunia ini, apabila Allah SWT telah menjadikan kita sebagai asbab turunnya
hidayah untuk orang lain. Sehubungan dengan ini, Rasulullah SAW pernah katakan
kepada Sayidina Ali RA : “Wahai Ali,
apabila Engkau dapat menjadi asbab hidayah kepada orang lain, maka itu lebih
baik daripada dunia dan seisinya”.
Nanti
di hari kiamat, setiap orang dari ummat Rasulullah SAW, akan membawa ribuan
orang di belakangnya. Melihat ini, maka para Anbiya bartanya kepada Malaikat: “Wahai Malaikat, ini Nabi siapa sehingga
banyak orang berjalan dan mengikuti di belakangnya ?”. Maka Malaikat
katakan: “Itu bukanlah para Nabi, tetapi
mereka adalah ummat Rasulullah SAW “. Karena usaha dakwah inilah, maka
ummat Rasulullah SAW, yang merupakan ummat terakhir ini, akan dihisab pertama
dan yang pertama kali akan masuk sorga sebelum ummat-ummat yang lain. Oleh
karena itu, hendaknya ditanamkan betul-betul sikap tanggungjawab untuk
berdakwah setiap saat kepada seluruh ummat. Orang yang sudah berdakwah,
hendaknya setiap hari bersyukur kepada Allah dan kepada mereka yang belum
mengambil bagian dalam dakwah ini, harus kita datangi setiap pagi dan petang
dan pada malam harinya kita menangis, agar mereka ikut ambil bagian dalam usaha
dakwah ini. Caranya dengan selalu bermusyawarah, dan kalau ini kita lakukan
maka kita akan dapat menyatu dalam amalan ini.
Hendaknya
kita selalu bermusyawarah dengan ahli syuro. Dan kepada ahli syuro baik yang di
tingkat Indonesia yang telah dibentuk maupun syuro-syuro lainnya ini, janganlah
bersikap sebagai Amir. Bagi syuro yang harus dipikirkan hendaknya, dia merasa
sama seperti teman-teman yang lain dan harus punya pikiran bahwa untuk
menguatkan dan mengembangkan usaha ini, maka Allah SWT telah meletakkan pada
kedudukan semacam ini. Demikian pula, ahli syuro harus memperhatikan
teman-teman tadi, dan selalu memperhatikannya, sampai ke level manakah
teman-teman tadi dapat ditingkatkan. Setiap orang dilihat dan dinilai sejauh
manakah levelnya dapat ditingkatkan. Setelah kita tahu kemampuan tadi, baru
kita gunakan sahabat tadi sesuai dengan tingkat kemampuan dan level yang dapat
mereka kerjakan. Dan kita gunakan mereka itu, bagaimana untuk dapatnya memenuhi
takazah. Bagaimana kita berfikir agar mereka dapat menyelesaikan takazah yang
dibebankan kepadanya dan bagaimana kita dapat meningkatkan pengorbanan mereka.
Maka dengan demikian, dakwah ini akan
terus dapat meningkat. Dan setiap saat, hendaknya kita lihat amal maqomi kita
masing-masing.
Di
samping kita memikirkan untuk menggarap seseorang, kita harus pula memikirkan
diri sendiri, bagaimana harus selalu bertasbiah, tilawah Qur'an, tahajud,
sholat di shaf yang pertama, tidak pernah ketinggal takbiratul ula.
Amalan-amalan untuk diri sendiri, hendaknya disempurnakan dalam dakwah ini.
Inilah yang dinamakan usaha sholihin. Selanjutnya, bagaimana kita menghidupkan
maqomi kita, yaitu lima amalan, dimana setiap masjid ada amal maqomi tersebut.
Masalah lain yang perlu diperhatikan lagi dan ditanamkan di hati kita, yaitu
kawan kita kerja atau tidak kerja yang penting saya sendiri harus kerja. Kalau
kita hanya melihat ini tidak kerja, itu tidak kerja, maka ini berarti kita
tidak menghargai amalan dakwah ini. Apabila kita melihat orang lain tidak
kerja, tetapi kita tetap kerja terus, maka Allah SWT akan tanamkan kebesaran
usaha dakwah ini dalam hati kita, dan Allah akan senantiasa bawa kita dalam
usaha dakwah ini. Dan Allah SWT nanti, akan buatkan teman-teman untuk kita.
Bagaimana Nabi SAW kerja sendiri, tetapi karena istqomah Beliau, maka Allah SWT
kirimkan ribuan orang di belakang Beliau. Demikian pula Maulana Ilyas Rah.A,
pada mulanya Beliau kerja sendiri tetapi karena istiqomah Beliau, maka Allah
kirimkan jutaan ummat di belakang Beliau. Jadi, yang membawa amalan ini adalah
Allah Ta’ala. Apabila di hati kita ada tholab yang betul, keinginan yang betul,
kerinduan yang betul, maka Allah SWT nanti akan membawa kita senantiasa dalam
usaha dakwah ini.
Marilah
kita tawajuhkan dan kita fikir secara betul, bahwa usaha ini tidak akan
berjalan hanya mengandalkan tiga perkara. Dakwah tidak berjalan dengan
perkataan saja. Tidak juga dengan tulisan-tulisan saja. Juga tidak dengan
program yang kita buat dengan otak kita ini. Tetapi dakwah ini akan berjalan
dengan tiga perkara. Pertama, dengan fikir, kalau semuanya ini fikirnya hanya
satu, maka dakwah akan berjalan. Kedua, dengan do’a. Dan ketiga dengan usaha
dan mujahadah serta berkorban. Apabila ketiga perkara ini ada pada diri kita,
maka usaha dakwah akan berkembang dan terus berkembang. Dikatakan oleh Maulana
Ilyas Rah.A, bahwa: “Saya tidak takut
kepada orang-orang yang tidak mengerjakan amalan ini. Yang saya takuti, adalah
orang yang tidak mengerjakan amalan ini, tetapi dia merasa bekerja”.
Oleh
karena itu, kerjakan pekerjaan ini dan baru nanti Allah akan memberikan
pertolongan. Kita kerjakan taklim, jaulah, khuruj, baru nanti 6 sifat itu akan
ada pada diri kita. Jadi pekerjaan kita ini, adalah untuk mewujudkan 6 sifat
tersebut. Bagaimana 6 sifat ini belum tertanam dalam hati kita, kemudian kita
berusaha untuk mewujudkannya, inilah yang dimaksudkan dengan usaha dakwah.
Sedangkan taklim, jaulah dan khuruj itu adalah sebagai sarana untuk mewujudkan
6 sifat tersebut ada dalam diri kita. Enam sifat ini bukan merupakan
kesempurnaan agama, tetapi untuk menanamkan isti’dat dalam mewujudkan agama.
Enam sifat bukanlah kesempurnaan agama, tetapi kesempurnaan agama ada dalam
enam sifat ini. Apabila enam sifat sudah tertanam dalam diri kita, maka akan
ada kesanggupan untuk melaksanakan agama secara sempurna. Jadi enam sifat itu
tidak ada di luar agama, tetapi enam sifat itu ada di dalam agama. Apakah ada
agama Islam ini tanpa iman, apakah ada agama tanpa sholat, apakah ada agama
tanpa ilmu dan dzikir, apakah ada agama tapa menghormati satu sama lain, apakah
ada agama tanpa keikhlasan, maka di dalam agama Islam ada sifat-sifat tersebut,
sehingga bagi siapa saja yang ada sifat-sifat itu, maka Allah SWT akan
memberikan taufiq untuk memudahkan melaksanakan agama yang sempurna.
Maulana
Ilyas Rah.A setelah membaca Al Quran, membaca hadits lagi dan lagi, dan
melakukan pengorbanan dalam dakwah ini, maka Beliau mengambil ringkasan bahwa
dakwah kita ini adalah enam sifat. Oleh karena itu, bagi karkun yang
mengerjakan amalan dakwah ini, maka hendaknya senantiasa setiap hari menengok,
berapa banyak enam sifat ini sudah ada pada dirinya. Makin tertanam enam sifat
ini dalam diri seseorang, maka orang tersebut akan semakin meningkat dan
meningkat. Tetapi kalau enam sifat ini tidak datang, meskipun dia bekerja dan
bekerja terus serta enam sifat tidak ada pada diri dia, maka dakwah ini akan
terus tersebar dan berkembang serta banyak orang yang ikut dalam dakwah, namun
dia sendiri tidak meningkat. Jadi setiap kita berdakwah, kita juga harus
berusaha untuk menciptakan enam sifat dalam diri kita. Enam sifat ini, tidak
akan datang dengan takrir saja, atau kita bicarakan, bicarakan dan bicarakan
terus, tapi bagaimana agar enam sifat ini ada dalam muamalah kita, muasyarah
kita dan dalam semua aspek kehidupan kita senantiasa kita letakkan enam sifat
di sana.
Kita
harus senantiasa letakkan iman, berbicara dengan landasan iman, mendengar
dengan landasan iman, berdagang dengan landasan iman, mualah dan muasyarah
serta semuanya selalu berlandaskan dengan iman, maka untuk menanamkan keimanan
dalam diri kita adalah kefardhuan bagi setiap individu. Dan tanamkanlah pada
diri kita, bahwa kejayaan, kebahagian dan kesuksesan kita bukanlah ada pada
bentuk-bentuk seperti perdagangan dan lain sebagainya, tetapi kejayaan,
kebahagian dan kesuksesan hanya terletak pada amalan-amalan seperti yang telah
ditunjukkan oleh Rasulullah SAW.
Kejayaan
bukanlah terletak pada banyaknya keuntungan yang kita dapatkan dari toko kita,
tetapi sejauh mana kita letakkan amalan dan sunnah Rasulullah SAW dalam toko
kita tadi. Apabila dalam toko ini kita bawa amalan Nabi SAW kita bawa sunnah
Nabi SAW, maka Allah akan jayakan kita dalam toko kita, dan Allah jadikan toko
tersebut sebagai asbab kejayaan kita. Tetapi kalau dalam toko kita tidak ada
amalan Nabi SAW, walaupun kita mendapat keuntungan sekian juta, maka Allah akan
hancurkan keuntungan itu.
Dan
dakwah ini ada qouli dan amali, ada dengan perkataan dan ada dengan amalan.
Dakwah qouli atau dakwah dengan perkataan, ditujukan kepada orang Islam.
Misalnya, ta’atlah kamu kepada Allah, imanlah kamu kepada Allah, sholatlah
dirimu, semua kata-kata dakwah ini kita tujukan kepada orang Islam. Sedangkan
dakwah dengan amalan atau amaliyah adalah untuk semua manusia. Bagaimana kita
berdakwah dengan amalan di toko, kita tunjukkan akhlak Nabi , bagaimana
berdagang dengan betul, dengan kejujuran, dengan amanah, begitu pula dengan
muamalah dan muasyarah kita, maka dakwah semacam ini yaitu dengan amalan
ditujukan untuk semua manusia. Dan orang tidak terkesan dengan ucapan kita
dalam dakwah, tetapi orang akan terkesan dengan amalan kita dalam berdakwah.
Demikian
pula kemurtadan juga ada dua, yaitu murtad qouli dan murtad amali. Sekarang
orang Islam tidak murtad dengan qouli atau dengan ucapan, misalnya dengan
ucapan dia tidak merubah syahadat, tetapi kebanyakan orang Islam hari ini telah
murtad dalam amalan. Dia tidak kerjakan
sholat, dia tidak kerjakan puasa, dia tidak kerjakan haji dan dia tidak
kerjakan amalan-amalan agama, maka inilah yang disebut amalan murtad dalam
kehidupan agama Islam. Jadi sekarang ini, sasaran kita berdakwah adalah orang-orang
Islam sendiri, karena mereka sudah murtad dalam amalan agama. Oleh karena itu
sebelum mereka murtad dengan qouli, maka lahan dakwah kita ini adalah seluruh
orang Islam tersebut. Kenapa ? Karena mereka hanya murtad dalam amalan saja.
Maka dari itu, sekarang kita jumpai seluruh ummat Islam, karena mereka belum
murtad secara qouli, belum menjadi orang kafir, sehingga merekalah yang menjadi
sasaran dakwah kita ini. Kita harus berusaha terhadap orang Islam, untuk
mengembalikan amalan mereka kepada amalan yang betul, maka pahalanya dan
nilainya akan lebih tinggi daripada meng-Islamkan 10 orang kafir. Inilah
tanggung jawab yang cukup besar, kemana ummat ini akan pergi.
Sebenarnya
ummat ini adalah ummat yang betul-betul dicintai oleh Nabi SAW dan ummat yang
betul-betul disayangi oleh Nabi SAW dan ummat yang betul-betul dirindukan oleh
Nabi SAW, tetapi kemana ummat ini sekarang, karena ummat yang dincintai,
disayangi dan dirindukan oleh Nabi SAW saat ini sudah tidak ada lagi. Dengan
pengorbanan Nabi dengan tangisan Nabi SAW, ummat terwujud, tetapi sekarang
kemanakah ummat ini ?.
Ummat
ini adalah ummat yang betul-betul disayangi dan dicintai oleh Baginda
Rasulullah SAW. Pernah suatu ketika Rasulullah SAW masuk ke rumah Aisyah RA,
maka Aisyah katakan: “Ya Rasulullah SAW, do’akan saya”. Maka oleh Nabi SAW,
kemudian dido’akan: “Ya Allah ampunkanlah
dosa Aisyah yang dulu dan yang sekarang, yang dinampakkan dan yang tidak
nampak”. Maka Aisyah RA menjadi gembira, sehingga saking gembiranya Aisyah
RA jatuh ke pangkuan Rasulullah SAW. Kemudian dikatakan oleh Nabi SAW : “Wahai Aisyah, apakah engkau gembira dengan
do’aku ini ?”. Maka dikatakan oleh Aisyah: “Kalau aku tidak gembira, siapa lagi yang akan gembira dengan do’amu
ini”. Maka dikatakan oleh Rasulullah SAW : “Wahai Aisyah, aku do’akan dengan do’a ini ummatku lima kali sehari
semalam”. Jadi kalau untuk Aisyah RA, isteri yang dicintai dan tercinta
hanya satu kali itu saja Nabi SAW do’akan secara khusus, tetapi untuk ummat ini
dido’akan lima kali sehari semalam. Ini menunjukkan cintanya Beliau SAW kepada
ummat ini.
Ummat
yang betul-betul dicintai oleh Nabi SAW, sampai dengan akhir hayat Beliau,
Beliau tidak ada keinginan untuk melihat keluarganya, ingin melihat anaknya,
ingin melihat saudara-saudaranya, tetapi kalau kerinduan itu diwujudkan oleh
Allah SWT, maka Nabi akan katakan kepada Aisyah : “Wahai Aisyah saya turunkan purdah/hijab silahkan engkau melihat
ummat-ummatku”.
Ummat
yang sudah susah payah dibina oleh Rasulullah SAW, sejak di Mekkah Beliau
menderita dilempari batu kemudian sampai di akhir kehidupan Nabi SAW, akhirnya
ummat ini terwujud, sekarang dimanakah ummat tersebut yang sudah dibina dengan
penuh kesusahan dan pengorbanan itu ?. Jadi kalau kita sekarang, berikan harta
kita, diri kita, kita korbankan segala-galanya untuk ummat, membina dan
mengembalikan ummat kembali ke ajaran Rasulullah SAW, maka kita akan semakin
dekat dengan Nabi SAW, dan semakin dekat dengan do’a Nabi SAW.
Misalnya,
seseorang kehilangan anaknya, bahkan sampai 10 tahun anak tersebut tidak
diketemukan, kemudian ada seseorang yang menemukan anak tersebut dan
mengembalikan kepada kedua orang tuanya, maka bagaimana gembiranya orang
tersebut menerima anaknya, dan betapa banyaknya do’a yang diberikan kepada
orang yang menemukan anaknya kembali. Maka ummat yang sudah jauh dengan agama
ini, lantas kita kunjungi dengan kasih sayang, mereka yang sudah 40 tahun dalam
kemaksiatan, dan tidak pernah lagi sholat, sekian lama sekian lama, maka kalau
kita mau membawa ummat yang sudah lupa kepada Allah dan Rasulullah SAW, dengan
penuh kasih sayang kita bawa ke Masjid, sampai orang tadi mau datang ke Masjid,
maka betapa gembiranya Rasulullah SAW dan berapa banyak do’a Nabi SAW yang
diberikan kepada orang yang telah berhasil membawa orang yang jauh dari agama
tersebut.
Amalan
ummat ini, diperdengarkan di dalam kubur Beliau SAW dua kali dalam satu minggu.
Maka ketika Nabi SAW mendengar amalan-amalan ummatnya, betapa sedihnya Nabi
SAW, ternyata si Fulan ada di Night Club
sana, dalam suasana perzinaan, ada di Bar
sedang minum khamr, ada di Discotheque,
betapa sedihnya Nabi SAW. Namun kalau ada ummat yang bergerak menjumpai mereka,
ternyata si Fulan dalam laporan dilihat telah membawa orang yang berzina untuk
ta’at kepada Allah, mereka yang minum khamr di bawa kembali kepada Allah, si
Fulan yang sesat dibawa kembali kepada Allah, betapa gembiranya Rasulullah SAW
melihat orang yang membawa ummat kembali kepada Allah SWT dan kembali kepada
amalan yang dibuat oleh Rasulullah SAW. Jadi, kalau ada orang mengatakan bahwa:
“Masya Allah dakwah sekarang sudah
berkembang dan berkembang”, maka sebenarnya hal ini adalah berkat do’a dari
Rasulullah SAW.
Suatu
hari ada orang yang bermimpi, bahwa Nabi SAW bangun dari kuburnya, ternyata
Nabi SAW sedang terluka dan dalam keadaan yang sedih sekali. Kemudian orang
tadi bertanya: “Ya Rasulullah kenapa
Engkau terluka semacam ini ?”. Maka dijawab oleh Nabi : “Ini adalah kemaksiatan, kejahatan, yang
dilakukan oleh ummat-ummatku yang jauh dari agama hari ini, sehingga aku
terluka semacam ini”. Maka datang Syaikh Ilyas Rah.A dan mulai membersihkan
lukanya Nabi SAW, maka Beliau-pun sembuh kembali. Jadi, berkat usaha dakwah
kita ini, maka luka-luka yang ada pada wajah dan tubuh Nabi SAW dapat
tersembuhkan. Maka, marilah kita niatkan, Insya Allah, sampai kita mati tetap
saja kita kerjakan amalan ini. Insya
Allah.
Dan
niat sampai mati saja, ini adalah niat yang kecil. Tapi niatkanlah sampai hari
kiamat kita kerjakan usaha dakwah ini. Walaupun kita sudah meninggal 10 tahun
kemudian, tetapi kita sudah berniat sampai hari kiamat, maka pahala kita akan
terus mengalir dan Allah akan terus jalankan sampai hari kiamat. Sebenarnya, dalam usaha dakwah ini kita tidak
mampu menjalankan sampai hari kiamat, tetapi kalau kita niat untuk kerja dakwah
sampai hari kiamat, maka nanti pada hari kiamat para ulama akan menjadi saksi
bahwasanya kita yang mengerjakan dakwah ini. Bahkan ummat yang melakukan usaha
Rasulullah SAW kerja dan kerja lagi, mereka akan dimuliakan oleh Allah SWT, dan
di padang mahsyar ketika para ummat-ummat mendustakan Nabi nya bahwa mereka
telah menyampaikan agama, maka para Nabi mengatakan: “Kami sudah sampaikan, dan yang menjadi saksi adalah ummat Rasulullah SAW”.
Pekerjaan
kita ini belum selesai. Kapan selesainya ?. Nanti kalau kita sudah menjadi
saksi untuk para Anbiya, dan kita katakan kepada ummatnya bahwa para Anbiya
telah sampaikan dengan betul, maka pada
saat itu selesailah pekerjaan kita. Maka hendaknya kita niat, dan niat kita
harus yang besar-besar sekali, jangan niat yang kecil, sehingga pada saat kita
niat yang besar, maka pada saat itu pertolongan Allah akan ada pada kita. Dan
kita niat, jangan hanya melihat kemampuan kita saja. Tapi kita niat, bagaimana
kebesaran Allah, kekuasaan Allah, kemampuan Allah, kita niat dan kita lihat
kekuatan Allah SWT. Maka, orang lama yang ada dalam majelis ini, semuanya niat
setiap tahun keluar 4 bulan. Insya
Allah. Dan yang belum keluar, maka mulai hari ini niatkan keluar 4 bulan di
jalan Allah SWT.