BAYAN TERAKHIR HATRAJI SHEIKH I’NAMUL HASAN (RAHMATULLAH ALAIHI) DI IJTIMA TONGI, BANGLADESH 7 JANUARI 1995



                Allah SWT tidak hanya mengirim kita ke dunia, tetapi juga memberikan petunjuk-petunjuk bagaimana kita harus menyikapi hidup ini. Cara hidup yang dipilih Allah Ta’ala untuk kita, itulah yang disebut “din” atau agama (Islam). Agama bukanlah hanya sekedar beberapa bentuk amalan dan ritual. Agama adalah pola hidup, yang melibatkan seluruh aspek kehidupan ummat manusia. Tidak ada bagian dari salah satu aspek kehidupan manusia yang dapat disebut sebagai agama, apakah itu berhubungan dengan iman, ibadah, akhlaq, mualamat, muasyarat. Tetapi, kelima aspek kehidupan inilah yang disebut sebagai agama, sehingga tidak dapat dipisah-pisahkan,  harus utuh dilaksanakan secara keseluruhan, tidak hanya menekuni salah satu aspeknya saja. Melaksanakan perintah Allah sesuai dengan ajaran dari Rasulullah SAW, dengan berpegang teguh pada kelima aspek tersebut, itulah yang disebut sebagai agama. Siapa saja yang mengikuti cara-cara Rasulullah SAW dan ta’at kepada Allah Ta’ala dengan berpedoman kepada lima aspek tertsebut, dapat dikatakan orang itu ada agama pada dirinya.

            Allah SWT telah memberikan petunjuk-petunjuk yang apabila kita ikuti, maka akan dapat mengantarkan kita kepada suatu kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat nanti. Allah Maha Tahu, apa sebenarnya kebutuhan dari ciptaan-Nya. Allah tidak hanya sekedar memberikan petunjuk-petunjuk yang sempurna dalam kehidupan ini, tetapi siapa saja yang  melaksanakan petunjuk-petunjuk tersebut dan ta’at kepada-Nya, akan mendapat kesuksesan di dua tempat yaitu dunia dan akhirat. Allah akan memberikan barokah di dunia ini dan menaikkan derajatnya di akhirat.

            Pengetahuan manusia sangatlah terbatas, demikian pula ilmunya juga sangat sedikit, serta tidak tahu apa kerugian-kerugian yang telah dilaluinya dan kerugian-kerugian yang akan dihadapinya kelak. Hanya dengan mengikuti pola hidup Rasulullah SAW, kita akan mendapatkan kesuksesan. Kalau tidak, apapun pola hidup yang manusia ikuti apakah dia pria atau wanita, akan menjerumuskannya ke dalam kegagalan dan kerugian sehingga tidak ada keuntungannya sama sekali. Kalaulah manusia itu ada yang mengatakan mengalami kesuksesan tanpa mengikuti pola hidup Rasulullah SAW, sifatnya sangat sementara dan waktunya hanya di dunia ini saja. Meskipun manusia tersebut dapat dikatakan sukses, namun dalam realitanya, kehidupannya adalah penuh dengan tipu daya, bukan kesuksesan hakiki dan juga tidak menguntungkan sama sekali. Tidak ada satupun ilmu pengetahuan manusia, yang dapat bekerja di akhirat nanti, tidak ada yang dapat menolongnya, kecuali petunjuk-petunjuk dalam agama, dan hanya inilah yang disebut sebagai sukses. Apapun pola hidup manusia, di luar agama, hanya akan mendatangkan kerugian dan kegagalan semata. Manusia, karena kesombongannya dan tidak menyadari kerugian yang sebenarnya dalam mengikuti pola hidup yang hanya mengikuti keputusan dan naluri mereka sendiri, pada suatu saat akan mengalami kerugian kemudian muncul kekhawatiran-kekhawatiran. Ia menghadapi kesulitan di dunia dan di akhirat, dan hanya Allah-lah yang mengetahui kesulitan-kesulitan yang akan dihadapinya.

            Semenjak Allah menurunkan anak cucu Adam As. ke muka bumi ini, sejak saat itu Allah Ta’ala juga menurunkan petunjuk-petunjuk-Nya. Pada setiap masa seorang Nabi datang, selalu disertai dengan petunjuk-petunjuk. Pada saat seorang Nabi meninggalkan dunia ini, diturunkan seorang Nabi yang lainnya lagi. Dengan kedatangan Rasulullah SAW, maka rantai kenabian telah terputus dan stempel kenabian berakhir pada Rasulullah SAW. Sekarang, tidak akan datang lagi seorang Nabi, dan juga tidak akan datang petunjuk-petunjuk yang baru. Petunjuk-petunjuk yang sudah diturunkan oleh Allah SWT adalah merupakan petunjuk yang sudah lengkap dan terakhir, serta akan abadi sampai datangnya hari kiamat nanti. Sejalan dengan kemajuan peradaban manusia,  seorang Nabi yang diturunkan oleh Allah, syariat-syariat agama yang diturunkan bersama Nabi tersebut, disesuaikan dengan waktu dan tingkatan mental ummat pada waktu itu. Pada saat Rasulullah SAW datang, peradaban manusia sudah sempurna, oleh karena itu syariah yang diturunkan sudah sempurna, sehingga tidak diperlukan lagi syariah yang baru. Sebagai contoh, baju yang dikenakan oleh seseorang. Pada saat ia baru lahir ke muka bumi, ukuran bajunya hanya satu macam. Pada saat si anak berumur 5 tahun, maka baju yang lama atau pada saat dia masih bayi, sudah tidak dapat digunakan lagi dan ukuran baru harus dibeli. Demikian pula pada saat berumur 10 tahun, ukuran baju anak tersebut akan berubah semakin besar. Manakala anak tumbuh terus menerus sampai pada umur tertentu/matang, sampai dengan saat ia meninggal, maka ukuran baju akan tetap sama yaitu satu ukuran saja. Demikianlah, peradaban manusia yang terus tumbuh berkembang sampai dengan datangnya Rasulullah SAW, peradaban manusia sudah sempurna atau matang, sehingga tidak diperlukan lagi syariah-syariah baru.

Kedatangan para Nabi sudah berhenti, tetapi kerja para Nabi tidak pernah  dan tidak akan berhenti. Dengan barakah yang diberikan oleh Allah SWT, bersamaan dengan tugas-tugas yang dibebankan kepada Rasulullah SAW, maka tugas dan kerja para Nabi tersebut diletakkan di pundak ummat ini. Sehubungan dengan hal itu, maka telah menjadi kodrat Allah bahwa pada hari kebangkitan nanti, ummat-ummat Nabi yang lainnya diminta untuk memberikan jalan dan memberikan prioritas utama kepada ummat Rasulullah SAW, untuk menghadap kepada Allah SWT. Pada saat ummat Rasulullah SAW, melewati ummat-ummat terdahulu, maka para ummat tersebut akan mengatakan bahwa ummat Rasulullah SAW, mempunyai kualitas sebagai seorang Nabi. Apakah yang menyebabkan kemulian semacam ini ?. Kualitas mulia tersebut, dikarenakan ummat Rasulullah SAW, telah mengemban tugas kenabian, yaitu berdakwah, mengajak ummat manusia untuk ta’at kepada Allah Ta’ala dan menjauhi larangan-Nya. Manakala dakwah hidup, maka semua aspek agama akan menjadi segar kembali dan seluruh aspek yang diperintahkan oleh Allah SWT akan hidup. Sementara itu, sehubungan dengan berhentinya kerja dakwah, maka kehidupan syaitan telah memasuki pola hidup kita, sehingga peradaban manusia menjadi sakit. Obat mujarab untuk menyembuhkan penyakit itu, adalah hanya dengan dakwah. Oleh karena itu, kita harus menjadikan dakwah sebagai maksud hidup kita. Apabila kita secara terus menerus melakukan usaha dakwah, maka seluruh kehidupan agama termasuk cabang-cabangnya akan hidup dan tumbuh dengan subur.

            Imam Malik Rah.A, telah mengatakan bahwa ummat yang hidup saat ini, akan dapat mengikuti jejak para pendahulunya, dengan cara melakukan dakwah. Pada saat mereka melakukan dakwah, maka pada saat itu pula akan menghasilkan kebaikan-kebaikan. Pada saat kebaikan-kebaikan semakin tersebar di permukaan bumi ini dan berserakan di mana-mana, maka kita akan mendapatkan Rahmat dan Barokah dari Allah SWT. Allah Ta’ala tidak mempunyai hubungan dengan siapapun. Allah memulai semuanya dengan “petunjuk”. Bagi siapa saja yang mengikuti petunjuk-Nya, maka akan mendapat rahmat dari Allah Ta’ala. Dan siapa saja yang mengabaikan petunjuk-Nya, maka Allah tidak merasa dirugikan apa-apa, tetapi justru akan merugikan mereka yang meninggalkannya. Siapa saja yang tidak ta’at kepada Allah, maka justru akan membawa kerugian pada diri sendiri. Apabila perintah-perintah Allah tidak ditegakkan di muka bumi ini, maka Kebesaran dan Kemuliaan Allah tidak akan berkurang sedikitpun. Demikian pula, pada saat seluruh manusia ta’at kepada-Nya, maka Kebesaran dan Kemuliaan Allah juga tidak akan bertambah. Jika seluruh ummat manusia tidak ta’at kepada Allah, maka Allah juga tidak akan menderita kerugian sedikitpun. Apapun masalah yang dihadapi oleh manusia, apakah itu kemuliaan atau kehancuran, semata-mata hanya akibat dari ulah manusia yang bersangkutan. Oleh karena itulah sahabat-sahabatku, dakwah sangatlah penting pada saat sekarang ini, sehingga seluruh aspek kehidupan akan berjalan di bawah petunjuk yang benar, yang pada gilirannya kita akan mendapatkan cucuran rahmat dan keberkahan dari Allah Ta’ala.

Bagi mereka yang terus menerus melakukan usaha dakwah dan menanggung segala akibatnya, maka amal dakwah akan mereka terima, dan melalui dakwah inilah seluruh pola kehidupan yang benar akan datang. Seluruh Ambiya yang datang, telah melakukan usaha dakwah.

            Pada saat ini, kita sering mendengar slogan-slogan atau ide-ide baru yang mengatakan bahwa kita akan mengalami kejayaan atau dapat berkembang, apabila Islam harus ditingkatkan, materi dunia harus dikuasai, kedudukan tinggi harus ditempati dan lain sebagainya. Seluruh Ambiya datang, dan melakukan kerja atau usaha atas Iman, mereka bekerja atas hati-hati manusia. Apabila hati-hati manusia sudah dapat dibenahi, maka seluruh tatanan kehidupan secara otomatis akan terbenahi pula, dan kesemuanya akan berjalan dengan normal. Sasaran kerja para Nabi, adalah hati manusia sehingga iman akan masuk ke dalam hati manusia. Dan imanlah benda dalam tubuh manusia yang paling berharga. Oleh karena itu, kita harus menjadikan dakwah sebagai suatu tugas mulia, dan meletakkannya di atas pundak kita, sebagai beban yang harus dipikul bersama. Dengan demikian, maka setiap diri kita ini akan menjadi seorang da’i, dan tidak ada satupun di antara kita yang tidak melakukan kerja dakwah. Kita harus berfikir dan mengambil keputusan, bahwa dakwah adalah pola hidup kita. Allah Ta’ala telah berfirman dalam Al Quran: “Hai Nabi, katakan kepada mereka; inilah jalan-Ku, untuk menyajak manusia kepada Allah, dan bagi mereka yang akan mengikuti-Ku”.  Mereka yang menganggap dirinya sebagai ummat Rasulullah SAW, dan mengikuti sunnah-sunnah beliau, jalan hidup mereka adalah jalan hidup dakwah. Oleh karenya, marilah kita jadikan dakwah sebagai pola hidup kita.

            Dakwah kita adalah kalimah imaniyah dan sholat. Kedua masalah ini bukan merupakan kesempurnaan agama. Apakah yang dimaksud dengan kalimah. Ini adalah kunci sorga dan dunia. Apabila kalimah imaniyah yang pada dasarkan adalah “yakin” kita pegang dengan teguh, maka pintu-pintu gerbang sorga dan dunia akan terbuka lebar untuk kita. Tetapi sayangnya, kalimah syahadat saat ini, tidak dapat mencegah kita dari perbuatan haram. Oleh karena itulah, kita harus bekerja keras atas kalimah tersebut, sehingga yakin masuk ke dalam hati, dan ada kekuatan untuk melaksanakan perintah-perintah Allah serta menjauhi larangan-Nya. Dalam kondisi semacam inilah, maka kehidupan ini akan menjadi indah dan menyenangkan.

            Demikian pula halnya dengan sholat. Apabila sholat dilaksanakan dengan cara yang benar, maka kita akan dapat terhindar dari tindakan maksiat, karena Allah Ta’ala telah berfirman: “Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar”. Namun demikian sholat kita saat ini, tidak dapat mencegah perbuatan kita dari tindakan-tindakan syaitan, dan sholat itu tidak dapat mencegah perbuatan maksiat. Sholat semacam ini, tidak mempunyai ruh. Tidak ada kehidupan dalam sholat kita. Rasulullah SAW telah bersabda: “Sholat yang tidak dapat mencegah perbuatan dosa dan tidak dapat menjauhkan syaitan, itu sebenarnya bukan sholat”. Sholat semacam ini, tidak hidup dan tidak mempunyai ruh serta tidak ada kekuatannya. Oleh karena itu, apabila kita yakin terhadap kalimah imaniyah dan sholat kita hidup atau ada ruhnya, maka syaitan dan kemaksiatan akan jauh dari kita. Para ulama telah menulis, bahwa sholat adalah tindakan yang paling tepat untuk menjauhkan godaan syaitan.

            Kita harus sungguh-sungguh dalam melaksanakan sholat, dan menyampaikan dakwah tentang sholat. Dengan demikian, maka ruh sholat akan memasuki kehidupan kita dan sholat yang dilakukan secara benar sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW, dapat kita kerjakan dengan baik. Kita tidak boleh marah kepada orang lain, yang belum dapat melakukan sholatnya dengan betul, tetapi tugas kita adalah untuk menyampaikan dakwah tentang sholat. Dengan dakwah tentang sholat inilah, maka kebesaran sholat akan masuk ke dalam diri kita,  sehingga kita mudah melaksanakan sholat tersebut.

            Demikian pula halnya dengan dzikir. Apabila amal kita semata-mata untuk mengingat Allah, berfikir tentang Allah, maka amalan tersebut akan terasa hidup. Sedangkan sholat kita, kalau tidak disertai dengan dzikir, maka tidak akan mempunyai kehidupan. Oleh karena itu, kita harus membiasakan diri untuk mengerjakan dzikir, dan mencoba untuk selalu ingat kepada Allah,  pada saat apapun dan dimanapun kita berada.

            Tidak kalah pentingnya, adalah masalah ilmu. Masalah ilmu, mempunyai kaitan yang sangat erat dengan masalah iman. Melalui ilmu inilah kita mengerti nilai-nilai amalan yang sedang kita lakukan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering memahami tentang nilai-nilai benda atau makhluk, tetapi kita tidak tahu nilai-nilai dari amalan agama. Apabila kita tidak mengetahui berapa tingginya nilai suatu benda, maka hati kita tidak akan tertarik kepada benda yang dimaksud. Tetapi, kalau kita mengetahui nilai dari benda tersebut, maka hati kita akan sangat tertarik dan berupaya untuk memilikinya. Hari ini, salah satu sebab atau alasan mengapa kita tidak melakukan amalan sholeh, disebabkan oleh karena ketidak tahuan kita terhadap nilai-nilai amalan tersebut. Kita tidak tahu, seberapa besar nilai suatu amalan di hadapan Allah. Padahal satu amalan, bisa bernilai lebih besar daripada dunia dan seisinya. Hanya satu amalan saja kita laksanakan, dapat menyelamatkan diri kita. Seluruh dunia bergabung menjadi satu,  tidak dapat menyelamatkan kita dari api neraka, atau kemurkaan Allah. Namun demikian, dengan satu amalan saja, kita dapat terselamat dari api neraka dan dari murka Allah Ta’ala. Namun, masalahnya kita tidak mengetahui nilai dari suatu amalan. Kita sungguh-sungguh lengah terhadap masalah ini. Oleh karena itu, kita harus melakukan taklim tentang fadhail amal. Msalah ini harus diakukan sedemikian rupa, sehingga keyakinan terhadap amal tersebut akan mengakar di hati.

            Selanjutnya adalah masalah ikram. Kita harus berikram terhadap sesama saudara. Hanya disebabkan karena tidak berikram kepada saudara sesama muslim, maka kita tidak mendapatkan pahala dari Allah SWT. Pada hari pengadilan nanti, seseorang akan menerima banyak amalan tentang shodaqoh, puasa, sholat dalam buku amalnya. Namun demikian, ia menyakiti saudaranya yang lain, maka seluruh amalannya tersebut akan mengalir ke orang yang disakiti itu, sehingga buku amalannya sendiri menjadi kosong. Oleh karena itu, untuk menjaga amalan kita sendiri, kita harus melaksanakan ikram. Sehingga tidak ada satupun orang yang tidak kita hormati, tidak ada satupun orang yang kita sakiti, justru kita berusaha berikram kepada mereka dengan cara yang  sebaik-baiknya. Manakala kita bicara dengan seseorang, harus kita sampaikan dakwah tentang ikram, sehingga tidak ada orang yang akan menganggap enteng diri kita. Sebanyak mana kita memberikan ikram, maka sebanyak itu pulalah kita akan selamat.

            Masalah lainnya, adalah ikhlas dalam niat. Apakah yang dimaksud dengan ikhlas ?. Ikhlas adalah melakukan suatu amalan, semata-mata hanya mengharapkan ridho dari Allah. Tidak mempunyai pamrih apapun kepada makhluk, inilah yang disebut ikhlas. Rasulullah SAW telah bersabda: “Ikhlas adalah sebagian daripada iman”. Apabila ikhlas ada dalam iman, maka itulah yang disebut sebagai sebenar-benarnya iman. Dan apabila tidak ada ikhlas, maka akan muncul kemunafikan. Oleh karena itulah, maka kita harus benar-benar ikhlas dalam setiap melakukan suatu amalan. Di sisi lain, kita tidak boleh berangan-angan atau mengatakan diri kita sebagai orang yang ikhlas (mukhlis). Karena masalah ini hanya Allah-lah yang akan menentukannya, siapa sebenarnya hamba-Nya yang betul-betul mukhlis. Dan masalah ini, tidak berada di tangan kita. Pada hari pengadilan nanti, barulah akan nampak siapa yang sebenarnya termasuk orang yang dapat dikatagorikan sebagai seorang mukhlis. Semoga Allah memberikan sifat ikhlas, dalam setiap amalan yang kita lakukan.

            Masalah terakhir yang perlu diperhatikan adalah dakwah. Dalam melaksanakan dakwah ini, kita perlu meninggalkan rumah untuk sementara waktu, dan semua yang kita cintai yang selama ini telah merasuk ke dalam hati kita. Inilah yang disebut sebagai keluar di jalan Allah. Pada saat keluar di jalan Allah inilah, maka amalan-amalan yang kita lakukan secara pelahan-lahan dan pasti, akan memasuki hati kita, dan amalan itu sendiri akan terasa hidup, karena ada ruhnya. Oleh karena itu, dalam melaksanakan dakwah ini kita harus bersungguh-sungguh. Apabila hal ini dapat kita lakukan, maka kita akan merasakan kesejukan hati dalam melaksanakan dakwah. Dan amalan-amalan selama keluar di jalan Allah ini, apabila diletakkan dalam salah satu timbangan, maka timbangan amal ini akan turun ke bawah dan timbangan di sebelah lainnya akan naik ke atas. Karena beratnya timbangan amalan tersebut, sehingga seseorang berfikir timbangan tersebut akan menimpa dirinya. Namun demikian, semua amalan itu hanya dengan syarat apabila dilaksanakan dengan ikhlas dan penuh rasa yakin. 





















BAYAN MAGHRIB MAULANA SHAMIM DI MARKAZ YOGYAKARTA MASJID AL ITTIHAD TANGGAL: 11 APRIL 2000


            Pada jaman sekarang ini, Allah SWT memberikan kepada kita usaha dakwah yang sangat mulia. Sebenarnya kita bukan ahlinya dalam dakwah seperti ini. Dan dalam diri kita sebenarnya tidak ada keahlian untuk berbuat demikian. Apalagi kalau kita tengok dalam kehidupan kita di masa lalu, latar belakang kita di masa lalu, apa yang terjadi dalam diri kita sendiri. Apabila kita melihat keahlian, kemampuan yang ada pada diri kita, sebenarnya kita tidak memiliki kemampuan untuk mengerjakan dakwah ini. Tetapi hanya semata-mata karena karunia dari Allah SWT, maka Allah letakkan kemudahan dalam dakwah ini. Bagi Allah SWT, apapun yang ada di muka bumi ini, tidak ada nilainya sama sekali di sisi Allah SWT. Dan apabila Allah SWT ingin memberikan penilaian atau penghargaan terhadap seseorang, maka Allah SWT jadikan dia sebagai seorang da’i. Nabi Sulaiman AS minta untuk diberikan kerajaan, maka langsung diberikan oleh Allah SWT kerajaan tersebut, tanpa menyebutkan kebaikan-kebaikan yang ada pada Beliau. Demikian pula pada saat Nabi Zakaria AS meminta anak, maka diberikan oleh Allah SWT permintaan tersebut, tanpa menyebutkan kebaikan-kebaikan Nabi Zakaria AS.

Tetapi, ketika Nabi Musa AS meminta agar saudaranya yaitu Harun AS agar dapat juga dijadikan sebagai Nabi untuk membuat amalan ini yaitu mengerjakan dakwah, maka sebelum memberikan jawaban atas permintaan Musa AS, Allah SWT pertama kali menyebutkan kebaikan-kebaikan yang ada pada diri-Nya. Sebelum memberikan jawaban atas permintaan Musa AS agar Harun AS dijadikan Nabi tadi, maka Allah SWT menceritakan kebaikan-kebaikan yang Dia kerjakan kepada Musa AS, dikatakannya bahwa Dia-lah yang memelihara Musa AS dalam kotak kemudian dihanyutkan dalam air, dan juga dipeliharanya  Musa AS di  kerajaan Fir’aun, kemudian dikembalikan kepada ibunya lagi. Dan Allah-lah yang memelihara Beliau dari cengkeraman Fir’aun dan tentaranya, ketika Musa AS telah membunuh seseorang dan pergi ke salah satu tempat. Setelah Allah SWT menceriterakan sekian banyak kebaikan-kebaikan-Nya, maka Allah SWT mengabulkan permintaan Musa AS. Dan Allah katakan kepada Musa AS dan Harun AS, agar keduanya pergi kepada Fir’aun. Jadi kenapa Allah SWT ceriterakan panjang lebar, baru kemudian memenuhi permintaan Musa AS ?. Hal ini dimaksudkan untuk menjelaskan kepentingan usaha dakwah dan kemulian dari amalan ini.

            Segala apa yang terdapat dalam tujuh lapisan langit dan tujuh lapisan bumi dibandingkan nilai atau harga seorang da’i sama sekali tidak ada nilainya di sisi Allah SWT. Hari ini, kita dijadikan oleh Allah SWT untuk mengerjakan dakwah tanpa meminta kepada Allah sebelumnya, tanpa melihat kemampuan yang ada pada diri kita, tetapi semata-mata karena Ikhsan-nya Allah, Allah telah memilih kita, maka hendaknya kita betul-betul bersyukur kepada Allah SWT. Sebenarnya, tanpa harus meminta kepada Allah SWT, Musa AS mampu membawa Harun AS untuk mengerjakan dakwah. Namun demikian Musa AS sadar, tanpa meminta kepada Allah SWT, maka kemampuan dan kelebihan yang ada pada diri Musa AS tidak akan ada pada diri Harun AS. Musa AS menginginkan agar pertolongan Allah yang ada pada diri Musa AS, juga ada pada diri Harun AS. Maksudnya, apabila dakwah ini kita kerjakan sendiri, maka pahala akan kita dapatkan. Tetapi, apabila kita kerjakan usaha ini dengan sering bermusyawarah dan bertanya dengan orang yang lebih tahu, dan kita tidak keluar atau bebas dari musyawarah, maka bukan hanya sekedar pahala saja, tetapi pertolonagn Allah juga akan kita dapatkan.

Oleh karena itu, marilah kita niatkan betul-betul agar kita tidak lepas dari musyawarah. Baik yang diangkat sebagai amir atau mereka yang menjadi makmur, hendaknya selalu mengikatkan diri dengan musyawarah. Maulana Ilyas Rah.A, Maulana Yusuf Rah.A dan Maulana In'amul Hasan Rah.A, ketiga-tiganya dijadikan oleh Allah SWT sebagai asbab tersebarnya agama ini, jadi ketiga-tiganya buat usaha ini, dan tidak pernah mengerjakan sesuatu tanpa melakukan musyawarah dengan sahabat-sahabatnya terlebih dulu. Bahkan waktu sakitpun, dan diperlukan berobat, Beliau tidak pernah menentukan sendiri kepada siapa harus berobat, tetapi Beliau bermusyawarah dulu dengan sahabat-sahabatnya dokter mana yang dipilih tersebut dan bagaimana cara pengobatannya. Maka dengan demikian, datanglah rahmat, datanglah keberkatan dan bimbingan dari Allah SWT, kalau seseorang bekerja dengan tidak melepaskan musyawarah.

Allah SWT katakan, bahwa pekerjaan dakwah ini adalah pekerjaan suatu perdagangan. Perdagangan yang bagaimana ?. Yaitu perdagangan yang membebaskan segala permasalahan yang dihadapi manusia di permukaan bumi ini, bebas dari azab di dunia dan juga azab di akhirat. Perdagangan dunia yang kita lakukan di dunia saat ini yang disertai dengan amanah dan kejujuran, dikatakan oleh Nabi SAW  apabila pelakunya melaksanakan dengan amanah dan jujur, maka di hari kebangkitan nanti, akan dibangkitkan bersama dengan para Nabi dan para Syuhada. Ini baru perdagangan dunia saja.

Orang yang dagang dunia diisi dengan kejujuran, amanah dan diisi dengan agama saja dapat dibangkitkan bersama-sama dengan para Nabi dan para Syuhada, bagaimana kedudukan seseorang di akhirat nanti yang dalam perdagangan agama yaitu dakwah ini, dia jumpai manusia, dia arahkan manusia kepada Allah Ta’ala dan setiap hari perdagangan agama ini dilakukan, berapa tinggi derajatnya di sisi Allah SWT. Dikatakan oleh Nabi SAW derajat antara para Nabi dan Da’i, bedanya hanya satu derajat saja. Juga do’a-do’a para da’i ummat Rasulullah SAW ini, di hari kiamat nanti, Allah akan menerima do’anya para da’i tersebut, sebagaimana Allah terima do’anya para Nabi Bani Israel.

Perumpamaan dakwah yang kita kerjakan ini, adalah seperti orang yang bekerja pada Jawatan Kereta Api. Di Jawatan Kereta Api ini, banyak pegawainya dan terdiri dari bermacam-macam pekerjaan yang harus ditanganinya, baik masinisnya, pegawai yang mengantur penjualan ticket, kepala stasiun dan lain-lainnya termasuk tukang sapunya. Kita ini bukan para Nabi, kita bukan para Anbiya yang bekerja penuh dengan keahliannya, di ibaratkan di Jawatan Kereta Api, kita ini hanya sebagai tukang sapunya saja. Namun demikian, walaupun kita ini hanya sebagai tukang sapu saja, tapi namanya kita ini juga sebagai pekerja atau pegawai di Jawatan Kereta Api tersebut. Nanti apabila pada suatu hari pemerintah mengagumkan bahwa pada hari “H” yang sudah ditentukan, pemerintah akan memberikan hadiah atau bonus kepada seluruh pegawai Jawatan Kereta Api, maka tidak hanya Kepala Jawatan, Masinis, pegawai yang lain saja, tetapi tukang sapupun juga akan mendapatkan hadiah dari pemerintah yang dimaksud. Pada waktu hari “H” yang ditentukan, tukang sapu juga pergi ke bagian yang memberikan hadiah tadi. Di tengah jalan, apabila dia dihadang oleh Polisi atau satpam di Jawatan Kereta Api dan ditanya: “He, kamu siapa dan mau kemana ?”. Dijawabnyalah: “Saya tukang sapu di Jawatan Kereta Api, dan hari ini pemerintah akan membagi-bagikan hadian kepada seluruh pegawai di jajaran Jawatan Kereta Api, oleh karena itu saya akan mengambil hak saya”. Kemudian, Polisi atau satpam tersebut, mengijinkan si tukang sapu lewat, dan menerima  hadiah dari pemerintah yang sudah dijanjikan.

Demikianlah di hari kiamat nanti, saat manusia dibangkitkan semua, maka karena kita letakkan diri kita dalam usaha Rasulullah  SAW, walaupun kita ini istilahnya hanya sebagai tukang-tukang sapu dalam amalan ini, nanti pada saat dibagikan hadiah oleh Allah SWT, kepada mereka-mereka yang kerja dakwah ini, walaupun kedudukan kita jauh dibandingkan dengan kedudukan para Nabi As dan para Sahabat R.A. tetapi karena kita menempatkan pekerjaan kita seperti yang dilakukan oleh para Anbiya, walaupun kita tidak mampu menempatkan pekerjaan seperti mereka, maka Allah akan memberikan hadiah pula seperti Allah memberikan kepada para Anbiya dan para Sahabat R.A.

Di hari kiamat nanti, orang-orang datang ingin minum di Telaga Kautsar, yang mana siapapun yang dapat minum di telaga ini, tidak akan merasa haus selama-lamanya. Pada saat itu ummat Rasulullah SAW, ada yang diberikan minum langsung dari tangan Rasulullah SAW. Kemudian manusia yang lainnya, bertanya kepada Rasulullah SAW : “Ya Rasulullah, saya juga ummatmu, tetapi mengapa kau beri keistimewaan bagi sebagian orang dengan cara Engkau berikan langsung minuman itu kepada mereka, sedangkan kami juga ummat-mu ?”. Maka dijawab oleh Rasulullah SAW : “Kalian hanya mengerjakan pekerjaan para Anbiya (beribadah), sedangkan mereka mengerjakan pekerjaanku (berdakwah)”. Maka dari itu, kita betul-betul bersyukur, atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT tadi. Cara bersyukur itu, harus dengan tiga perkara. Yang pertama dengan lisan kita ucapkan “Alhamdulillah” bersyukur kepada Allah.  Kedua, di hati kita tanamkan keyakinan bahwa kenikmatan tersebut datangnya dari Allah. Ketiga, kita juga harus bersyukur dengan amalan. Bagaimana cara mensyukuri dengan amalan ?. Bukan dengan cara berdakwah 4 bulan kemudian cuti, atau berdakwah 40 hari kemudian istirahat dan berdakwah 3 hari kemudian selesai, tapi bukti kesyukuran kita kepada Allah, lagi dan lagi kita kerjakan amalan ini sampai kita dipanggil oleh Allah SWT.

Karena amalan ini adalah amalan Nabi, maka akan berjalan sesuai dengan sifat-sifat Nabi pula. Kalau dakwah ini, dikerjakan sesuai dengan sifat-sifat yang ada pada Nabi SAW, maka pertolongan Allah, kebersamaan Allah, akan bersama dengan ummat ini, selama ummat ini mengerjakan dakwah sesuai dengan sifat-sifat Nabi SAW. Apabila pekerjaan dakwah ini hidup, maka agamapun akan hidup. Sedangkan apabila dakwah tidak ada, maka agama akan mati. Begitulah sejarah para Anbiya semuanya. Nabi datang, kemudian buat usaha agama dan agamapun hidup. Ketika Nabinya meninggal semua ummatnya waktu itu mengerjakan agama, mereka sholat, mereka puasa, mereka membayar zakat, tetapi dakwah sudah tidak ada lagi. Setelah dakwah tidak ada lagi dengan wafatnya Nabi mereka, akhirnya lama kelamaan ibadah mereka menjadi bid’ah dan ke-tauhid-an mereka berubah menjadi syirik, sehingga ummat dalam kesesatan dan Allah kirim Nabi lagi yang baru. Maka Nabipun mulai bekerja lagi, dan agamapun mulai hidup. Kemudian Nabinya meninggal dunia, dan kaummnya mulai menuju kesesatan. Ketika Nabinya meninggal, segala bentuk ibadah ada, tetapi hanya dakwah yang tidak ada. Maka ketika dakwah tidak ada, yang pertama kali hilang adalah ruh daripada ibadah, dan lama kelamaan ibadah itu sendiri hilang dari kaum tersebut.

Begitulah, ketika Nabi Muhammad SAW lahir, keadaan ummat seperti itu. Maka datanglah Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah SWT, sampai hari kiamat. Jadi amalan ini, menjadi tanggungjawab ummat semuanya. Apabila ummat ini tidak sholat, tidak puasa, tidak membayar zakat, meninggalkan yang halal, mengerjakan yang haram, maka nanti di hari kiamat akan dihisab oleh Allah SWT dan akan ditentukan azab-nya. Tetapi kalau ummat ini meninggalkan dakwah, maka azabnya tidak hanya di akhirat saja, sebelum mereka mati, maka Allah SWT akan turunnya azabnya kepada ummat ini. Di dunia akan diberikan dan bahkan setelah matipun akan diberikan azabnya. Karena tanggungjawab dakwah yang telah ditinggalkan oleh ummat, maka mereka akan sesat dan orang-orang lainpun akan ikut menjadi sesat kemudian kesesatan terjadi di seluruh dunia, sehingga azabpun akan sangat besar bagi ummat yang meninggalkan tanggungjawab ini. Tanggungjawab ummat ini memang berat, oleh karena itu semoga Allah SWT memberikan taufiq dan hidayah untuk memikul tanggungjawab tersebut.

Sahabat Abu Bakar Shidiq R.A. katakan : “Apabila kalian tetap ibadah dan ibadah terus, maka kalian nanti akan menjadi asbab turunnya hidayah, tetapi kalau kalian tinggalkan amar ma’ruf nahi munkar, Allah akan hinakan kalian, dan tidak hanya dihinakan saja, tetapi do’a kalian tidak akan diterima oleh Allah Ta’ala”. Demikianlah sholat adalah fardhu, puasa adalah fardhu begitu pula amalan-amalan fardhu yang lain, maka dakwah untuk menjumpai orang satu per satu, ini juga merupakan amalan fardhu. Sebagian ulama mengatakan dakwah ini adalah fardhu kifayah. Baiklah, kalau memang dakwah adalah fardhu kifayah, tetapi untuk meningkatkan iman seseorang seperti yang dikehendaki oleh Rasulullah SAW, ini adalah fardhu a’in bagi setiap individu yang harus dikerjakan untuk meningkatkan  iman seperti yang dikehendaki oleh Rasulullah SAW. Dan bagi setiap individu untuk dapat meningkatkan iman, seperti yang diinginkan oleh Rasulullah SAW, dengan dakwah inilah akan terbentuk. Oleh karena itu, adalah tanggungjawab setiap orang untuk melaksanakan usaha dakwah ini. Kalau dakwah ini kita kerjakan, dengan penuh sifat, begitu pula penuh dengan ushul, dengan melalui musyawarah, dengan ijtima’i amal, begitulah pula dengan tertib-tertib yang diajarkan oleh para Mashaikh kita, Insya Allah amalan ini akan terwujud sebagaimana yang diinginkan oleh orang-orang tua kita dan akan membuahkan hasil yang baik.

Rasulullah SAW, adalah seorang da’i yang paling baik, da’i yang terbesar serta tidak ada seorangpun da’i yang dapat melebihinya sampai hari kiamat. Ada dua sifat yang paling tinggi terdapat pada diri Rasulullah SAW. Yang pertama adalah khusnudhon (baik sangka) terhadap Allah SWT, dan yang kedua adalah khusnudhon kepada makhluk. Apapun yang datang dari Allah SWT, Nabi SAW tidak pernah berkeluh kesah, tidak pernah marah dan tidak pernah jengkel, demikian pula apa yang datang dari makhluk terhadap diri Beliau, tidak pernah marah tidak pernah menyalahkan makhluk tersebut, bahkan Beliau berkata : “Ya Allah sayalah yang berdosa, sayalah yang salah”.

Itulah dalil pada saat kejadian di Thaif. Ketika Nabi SAW ke Thaif, dan mulai berdakwah, lantas orang-orang Thaif menolak, bahkan melempari Nabi SAW dengan batu, sehingga darah mengucur sampai ke sepatu Beliau, Nabi-pun pingsan dan jatuh di jalan. Kemudian Zaid Bin Haritsah yang pada waktu itu bersama dengan Rasulullah SAW, memanggul Nabi SAW membawa keluar dari Thaif. Setelah sampai tiba di salah satu kebun, selanjutnya tubuh Nabi SAW dibaringkan oleh Zaid Bin Haritsah, dan Nabi-pun mulai sadar. Setelah Nabi SAW sadar, maka Jibril AS datang. Jibril AS mengucapkan salam dan kemudian menyampaikan salam dari Allah SWT dan mengatakan: “Wahai Muhammad, Allah SWT mengetahui bagaimana engkau berdakwah dan juga mengetahui penolakan dari kaum-mu dan segala perbuatan mereka, saya diutus oleh Allah dan sebentar lagi akan datang Malaikat Gunung, perintahkanlah kepada Malaikat tersebut apa yang engkau inginkan”. Tapi apa yang dikatakan oleh Nabi SAW kepada Jibril AS : “Wahai Jibril, saya tidak ingin menjadi penyebab kehancuran bagi kaum saya, bahkan saya mendo’a kepada Allah semoga Allah memberikan hidayah kepada mereka”. Kemudian Rasulullah SAW berdo’a: “Ya Allah, berikanlah hidayah kepada kaumku, sesungguhnya karena mereka belum tahu terhadap masalah ini”. Selanjutnya Beliau terus berdo’a dan melaporkan kepada Allah, dengan mengatakan: “Ya Allah saya laporkan kepada-Mu akan kelemahanku, dan ketidak mampuanku untuk berdakwah sebagaimana yang Engkau inginkan”. Jadi Nabi SAW merasa tidak mampu untuk berdakwah seperti yang diinginkan oleh Allah SWT. Nabi merasa bahwa dirinya yang salah , Beliau yang lemah dan ini yang Beliau hadapkan kepada Allah SWT, dan Nabi meminta agar Allah SWT memberikan hidayah, memberikan petunjuk untuk kaumnya.
Itulah hadirin sekalian, sifat seorang da’i, tidak ada satupun perasaan untuk membalas dendam. Maka apabila di hati kita ada perasaan dendam kepada orang lain, akhirnya dakwahpun akan terhenti. Jadi, seorang da’i itu siapa ?. Yaitu orang yang siap memaafkan orang lain. Bahkan kepada musuh yang memusuhinya, dia siap untuk mema’afkannya.
Di jaman Sayidina Umar RA, ketika Beliau menjadi khalifah, ada seorang Raja telah ditangkap dan dihadapkan kepada Beliau. Sayidina Annas RA yang membawa tawanan tersebut kepada Sayidina Umar RA. Dan Sayidina Annas menceritakan perbuatan-perbuatan Raja tersebut di masa lalu, sehingga Sayidina Umar RA marah betul terhadap tawanan tersebut. Kemudian Sayidina Umar RA menghunus pedangnya, untuk memenggal leher orang itu. Melihat situasi semacam ini, maka orang tersebut minta air. Maka Sayidina Umar RA memberikan air dan diambilkannya dengan tangannya sendiri, tetapi tangannya gemetar. Maka Umar katakan: “Laba’sa, laba’sa, tidak apa-apa, silahkah minum dengan tenang”. Maka tawanan itu minum air tadi. Setelah itu, pada saat Umar RA akan memukulkan pedangnya, maka Abu Musa Al-Ashay RA mengatakan:  “Wahai Umar, engkau tidak akan mampu menerbangkan leher dia.  Karena engkau telah memberikan keamanan kepadanya dengan mengatakan laba’sa, laba’sa, tidak apa-apa. Berarti ini sudah jaminan”.  Maka Umar RA mengatakan kepada Abu Musa: “Wahai Abu Musa, cari saksi bahwa saya mengatakan tadi, kalau tidak bisa, maka justru kepalamu sendiri yang akan saya terbangkan dengan pedang ini”. Mendengar ancaman ini, Abu Musa  RA ketakutan dan pergi ke Masjid Nabawi untuk mencari saksi.  Maka dalam perjalanan berjumpalah dia dengan Abdullah Bin Zubair RA. Dan dia ceriterakan semuanya apa yang terjadi kepada Abdullah Bin Zubair.  Maka Abdullah Bin Zubair mengatakan bahwa : “Apa yang engkau katakan itu betul, karena dengan perkataan laba’sa tadi, dia sudah mendapatkan keamanan, dan saya akan menjadi saksi. Mari kita berjalan bersama-sama menemui Amirul Mukminin”. Maka Abdulah Bin Zubair, mendatangi majelis Umar RA, dan mengatakan: “Wahai Umar, saya datang untuk menjadi saksi Abu Musa, bahwa dibalik katak-kata Laba’sa itu adalah keamanan”. Kemudian Hadrat Umar memasukkan pedangnya, dan tidak jadi memenggal leher tawanan tersebut, dan Raja itu kembali pulang ke tempatnya dengan mudahnya. Selanjutnya dia kembali lagi ke Masjid Nabawi, kemudian mengucapkan syahadat. Setelah itu Raja tadi berkata: “Mengapa saya mengucapkan Syahadah ?. Karena saya melihat umat ini, bahwa hanya dengan satu kata saja dari Rasulullah SAW di hati mereka yaitu dengan mengucap Laba’sa berarti keamanan dan lainnya menjadi saksi. Dengan satu kata saja dipelihara di hati mereka,  orang lain sudah menjadi aman. Bagaimana dengan ucapan Nabi SAW dan seluruh amalan-amalan Nabi SAW yang diikuti oleh ummatnya.” Jadi apabila orang yang mengerjakan dakwah ini, ada perasaan ingin mema’afkan orang lain, dan menyembunyikan serta melindungi kesalahan-kesalahan orang lain, bahkan tidak mau mencari-cari kesalahan orang lain, maka Allah SWT akan letakkan kesan dakwah kepada setiap hati-hati manusia.

Nabi SAW pulang dari salah satu perjalanan. Kemudian di perjalanan, Beliau istirahat dan tidur di sana. Kemudian Nabi SAW gantungkan pedangnya. Lantas musuhpun melihat. Ketika para sahabat dan Nabi SAW sudah tertidur semua, dengan pelan-pelan ia datang dan diambilnya pedang Nabi SAW. Setelah pedang dapat diambil, kemudian dihunus, maka diancamlah Rasulullah SAW. Maka ketika Nabi membuka matanya dan bangun, musuh tadi kemudian mengatakan: “Wahai Muhammad, siapa yang mampu untuk mempertahankan dan melindungi kamu dari saya”. Maka Nabi katakan : “Allah”. Dengan kata-kata Allah , maka musuh tadi tangannya gemetar dan pedangnya jatuh. Kemudian Nabi ganti ambil pedangnya, dan mengatakan kepada musuh tadi: “Siapa yang mampu untuk mempertahankan kamu dari saya”. Maka dia tidak dapat berbicara apa-apa, dia katakan: “Jadilah pemegang pedang yang baik, atau ma’afkanlah saya”. Maka Nabi memaafkan dan membiarkan dia pergi. Akhirnya, melihat akhlak Rasulullah SAW yang luhur ini, maka musuh tadi masuk Islam.

Kita ini, kadang-kadang pada waktu berkeliling kemudian bertemu dengan seseorang, dan orang tadi mengatakan kata-kata yang tidak baik atau kata-kata yang kotor, lantas sejak hari itu kita tidak mau lagi bicara kepada dia. Begitu pula para penanggungjawab ini, kadang-kadang ada seseorang yang berbicara kepadanya dengan maksud untuk memperbaiki kesalahannya, lantas setelah itu penanggungjawab tadi kemudian selama dua bulan tak mau bicara dengan orang tersebut.

Padahal  dalam dakwah ini walaupun sepatu diletakkan di pipi kita atau dipukulkan, bagaimanapun juga kita tidak akan tinggalkan dakwah ini. Apabila kebesaran dakwah ini tertanam dalam hati kita, maka saat itulah Allah akan bersama kita. Maka dari itu, dalam dakwah ini kita harus selalu siap memaafkan kesalahan dan kekurangan orang lain. Dan yang  selanjutnya, bila selama kita berdakwah pandangan kita semata-mata hanya kepada Allah, tidak memandang kepada yang lain. Apabila kita pergi kepada orang kaya atau pejabat-pejabat atau kepada mereka yang memiliki jabatan atau keistimewaan, jangan sampai ada niat di hati kita bahwasanya seandainya mereka ikut dalam dakwah ini maka dakwah ini akan maju, dakwah akan tersebar dengan cepat atau dakwah mendapat keuntungan. Jangan punya pikiran semacam ini. Tetapi, hendaknya kita tanamkan di hati kita, kalau mereka ini ikut dalam dakwah, maka mereka akan mendapat keuntungan dan dimuliakan oleh Allah.

Kalaulah kita letakkan akhirat di hadapan kita, dan tidak memandang yang lain atau mencari keuntungan dunia, maka senantiasa pada saat itu Allah SWT akan pilih kita, sebagai asbab terbentuknya dakwah ini dan dakwah ini akan berjalan. Tetapi, apabila kita letakkan dunia di hadapan kita, misalnya kita melakukan dakwah kepada seseorang dengan pikiran : “Wah kalau dia ini ikut dakwah maka kita bisa membangun markas, kalau dia ini ikut dakwah akan berjalan dengan lancar”. Bila kita yakin dengan adanya kelebihan-kelebihan seseorang yang kita dakwahi bahwa dakwah akan berjalan, maka berarti kita telah menghina dakwah ini.

Oleh karena itu, dalam kita berdakwah ini hendaknya dengan perasaan takut. Pada saat kita berdakwah dan berdakwah, maka orang-orang dunia akan ikut, tapi jangan sampai kita mengambil keuntungan dunia dari mereka. Bahkan yang kita inginkan, mereka dapat memberikan jiwa mereka untuk dakwah. Karena kekuatan iman ini, tidak dapat diperoleh dari seseorang dengan memberikan harta saja, tetapi kalau seseorang telah memberikan jiwanya, baru mereka mendapatkan kekuatan iman. Jadi, kalau seseorang memberikan hartanya, dia akan mendapatkan pahala, tetapi kalau dia sendiri memberikan jiwanya, maka dia akan mendapatkan kekuatan iman. Inilah pandangan kita setiap saat dalam dakwah ini, yaitu kita tujukan pandangan kita kepada kodrat Allah, kepada khasanah Allah, kepada kekuasaan-kekuasaan Allah SWT.

Pekerjaan dakwah ini mudah sekali, tetapi untuk memahami kerja dakwah, inilah yang sangat berat. Sangat mudahnya kerja dakwah ini, sebagaimana mudahnya orang menarik becak atau pekerjaan lainnya, tetapi untuk memahami dakwah tidak semua orang bisa paham, bahkan tidak semua ulama dapat dipahamkan. Untuk mengerjakannya mudah sekali, seperti halnya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang sudah disebutkan sebelumnya. Tetapi kepahaman tentang dakwah ini, tidaklah mudah, hanya pemberian dari Allah SWT, keberkatan yang diberikan oleh Allah SWT, dan diberikan hanya kepada orang-orang yang beriman serta percaya kepada yang ghoib. Pada saat orang  di hatinya ada iman bil ghoib, pada saat itulah Allah berikan kepahaman dan hakekat tentang dakwah. Selama iman bil ghoib tidak tertanam dalam hatinya, maka kepahaman dan hakekat dakwah tidak akan diberikan oleh Allah SWT.

Dakwah kita ini, mengarahkan orang kepada Al Quran. Dakwah kita ini seperti Al Quran. Dan Al Quran ini mudah dibaca. Anak-anak umur 4 atau 5 tahun bisa membaca Al Quran. Tetapi untuk memahami Al Quran sangatlah berat, tidak semua orang bisa memahaminya. Bahkan tidak semua ulama mempunyai kepahaman yang sama tentang Al Quran. Orang yang paham Al Quran, adalah orang yang tertanam iman di hatinya. Orang-orang yang membaca-baca Al Quran namun pandangan serta keyakinan senantiasa kepada benda, kepada jabatan dan sebagainya, maka Al Quran tersebut tidak akan memberikan hidayah kepada dia, bahkan menjadi asbab kesesatan. Demikian pula orang yang mengerjakan dakwah ini 4 bulan, 40 hari selalu dia kerjakan berkali-kali, tetapi dia tidak meyakini bahwa kejayaan, kesuksesan, terletak pada dakwah, namun di tengah-tengah dakwah tadi dia masih mempunyai keyakinan bahwa kebahagiaan, kejayaan terletak pada benda-benda, ada pada jabatan dan lain sebagainya, maka bagi orang semacam ini dakwah tersebut justru akan menjadi kesesatan pada dirinya sendiri.

Oleh karena itu, di setiap saat kita harus menimbang dan mengontrol hati kita. Jadi, kalau kita dakwah, dakwah dan dakwah terus, sementara kecintaan kepada dunia semakin tertanam di hati kita, maka dakwah ini nanti akan habis dari kehidupan kita dan akan hilang dari kehidupan ini. Maulana Yusuf Rah.A katakan, bahwa tidak ada satu kekuatanpun yang akan mampu menghancurkan dakwah ini, tidak ada orang yang mampu menghalang-halangi dakwah ini, tetapi kapan dakwah ini akan hancur dan akan rusak, kalau sekiranya orang yang kerja dakwah itu sendiri ada dua perkara dalam diri mereka. Pertama, pada saat orang tersebut dakwah dan dakwah lagi, tetapi kemudian muncul kecintaan kepada dunia, dan dia jadikan dakwah ini untuk membentuk asbab dunianya, maka pada saat itulah Allah akan hapuskan dakwah dan dia sendiri akan dihapuskan oleh Allah SWT. Kedua, sekiranya orang yang kerja dakwah ini di antara mereka pecah hati. Di antara mereka terjadi pertengkaran-pertengkaran, maka apa yang akan terjadi, Allah SWT akan hapuskan amalan ini dari mereka dan Allah-pun akan hilangkan usaha dakwah ini.

Maka dari itu, kita harus kerjakan dakwah ini dengan penuh rasa takut. Kita kerjakan dengan penuh ikram. Dengan ikram kita memberi semangat kepada orang lain, dan jangan ada di hati kita perasaan untuk ingin diikram. Orang memanggil kita untuk musyawarah atau tidak, orang panggil kita untuk makan di tempat makan atau tidak, dihargai atau tidak dihargai, maka kita harus terus melakukan usaha dakwah ini. Jadi, jangan sampai ada perasaan di hati kita untuk dihormati oleh orang lain. Dan kita kerjakan dakwah ini, dengan meminta musyawarah dengan semua kawan. Apabila ada salah seorang ahli syuro kita tidak hadir, atau teman-teman kita bermusyawarah belum hadir, maka kita tunggu dia dan kita tunggu dengan sabar sampai dia hadir. Jangan punya pikiran di hati kita: “Ah, nggak apa-apa dia tidak hadir, dakwah masih tetap berjalan”. Maka kalau timbul pikiran semacam ini, atau melecehkan sahabat kita, nanti akan timbul kekurangan-kekurangan dalam dakwah kita ini. Jangan sampai kita menunggu dia datang, tetapi justru kita yang harus datang ke tempat dia.

Dikisahkan, bahwa semua sahabat telah berbai’at kepada Sayidina Abu Bakar RA, tetapi masih ada satu orang yang belum datang. Maka Abu Bakar As-Shidiq, tidak membiarkan orang tadi, dan dia sendiri datang pagi dan petang ke rumah sahabat tersebut. Sampai akhirnya, setelah lama kelamaan maka orang tersebut timbul rasa cintanya kepada Abu Bakar RA. Kemudian dikatakan oleh Abu Bakar: “Sebenarnya engkau ingin apa dari aku ?. Saya ingin engkau bersama-sama dengan orang Islam yang lain”. Maka orang tadi kemudian berkata: “Wahai Abu Bakar, sekarang saya siap untuk berba’iat kepadamu”. Abu Bakar RA katakan: “Bukan itu maksudku. Karena orang lain sudah berba’iat di tempat ramai, maka saya berharap engkau juga melakukan yang demikian”. Maksud Abu Bakar, agar orang lain tidak shu’udhon (buruk sangka) kepada orang tadi, mengapa tidak berba’iat kepada Abu Bakar RA.

Janganlah kita merasa merdeka atau bebas, tanpa harus meminta pendapat dari orang yang lain dalam musyawarah, tetapi hendaknya kita hargai orang lain dan kita memberikan penilaian yang baik terhadap semua kawan-kawan kita. Semakin kita hargai dan kita nilai kawan kita tersebut, maka timbul isti’dat (kesiapan) di hati dia untuk senantiasa bekerja dalam amal ini. Apabila orang-orang lama ini, senantiasa berpegang pada ushul-ushul dakwah, dan dia tidak tinggalkan satu ushul-pun juga, maka hal ini akan memberikan kemudahan bagi orang-orang yang baru. Kalau orang lama senantiasa dalam ushul dakwah dan selalu istiqomah, maka selera dakwah akan tertanam dalam diri dia kemudian bagi orang baru akan datang dan mudah meningkat, dan akhirnya ada isti’dat untuk orang baru dalam melaksanakan dakwah sesuai dengan ushul-ushul.

Maulana Ilyas Rah.A mengatakan, bahwa ushul dakwah ini adalah merupakan benteng. Oleh karena itu, selama kita masih berada dalam ushul dakwah, maka Allah SWT senantiasa membentengi kita. Ushul dakwah itu apa ?. Yang pertama adalah kita selalu berpegang teguh pada musyawarah. Bahkan pekerjaan duniapun harus kita kerjakan dengan musyawarah. Maka apabila kita sudah berada dalam lingkungan dakwah ini, setiap amalan yang kita lakukan harus berdasarkan musyawarah. Dan kalau ini kita lakukan maka Allah Ta’ala akan letakkan kebaikan di dalamnya. Keberkahan akan diberikan oleh Allah. Dijauhkan dari segala bahaya. Bahkan dipelihara dari kedengkian orang lain. Dan Allah bersama kita, serta pertolongan-Nya selalu bersama kita pula. Maka dari itulah, hendaknya kita selalu berjalan dalam ushul dakwah ini. Dan dakwah ini adalah umumiyat tidak ada kekhususan. Bahkan orang-orang khusus seperti VIP, kita bawa pula kepada umumiyat, sehingga tidak ada lagi kekhususan bagi mereka dan mereka akan siap untuk menjadi orang umum pula. Dakwah kita ini, tidak ingin menciptakan ras-ras. Tidak ada kekhususan, seperti adanya jord khawash, jord dokter, jord ulama dan lain sebagainya. Untuk sementara satu atau dua kali dapat dilaksanakan jord profesi tersebut, tetapi setelah itu mereka harus bergabung dengan orang umum dan tidak ada kekhususan lagi, mereka harus membaur sehingga ummat ini dapat disatukan. Dakwah kita ini, bukan berjalan dari atas ke bawah tetapi dari bawah ke atas. Dari bawah akan naik ke atas. Dengan cara ini, akan timbul kecintaan atau mahabah. Satu sama lain akan saling menghormati.

Lahan atau ladang pertama dalam usaha dakwah kita ini, adalah orang-orang miskin. Di mana kita mulai dakwah ini ?. Pertama adalah di tempat-tempat orang miskin. Apabila kita berada di kota, maka kita cari tempat-tempat orang miskin, atau di desa-desa yang banyak orang miskinnya, di situlah kita mulai kerja dakwah. Kita buat kerja untuk orang miskin, karena orang miskin ini tidak punya gambaran macam-macam seperti halnya orang kaya, sehingga mereka mudah dibentuk dan mudah dibawa dalam ushul dakwah. Karena mereka miskin dan tidak dikenal, maka kalau kita arahkan ke mana saja, mereka akan ikut. Dan orang-orang miskin ini, hati mereka selalu tawajuh kepada Allah, dan mudah ditawajuhkan dalam amalan ini. Setelah orang miskin dapat digarap, maka akan muncul suatu saat dimana orang-orang khawash, orang kaya, orang cerdik pandai bergabung dalam usaha dakwah, dan program-program pun mulai dapat diatur.

Apabila orang-orang khusus ini datang dan sifat tawadhuk belum terbentuk pada diri mereka, maka mereka tidak akan membawa kebaikan dalam usaha dakwah ini. Oleh karena itulah, konsentrasi pertama kita bukan kepada orang khusus tadi, tetapi kepada orang miskin yang hatinya masih lembut mudah diatur. Orang miskin hatinya kecil dan orang tidak menghagai mereka, orang tidak menilai mereka, maka kalau kita pergi kepada mereka, kita berkunjung dan berbicara dengan lemah lembut, berbicara dengan baik, maka mereka merasa dihormati. Dengan demikian, hati  mereka yang kecil tadi menjadi besar, karena merasa dihargai. Orang kaya, kalau meninggal dunia, semua orang datang berkunjung. Dan ini adalah hal yang wajar. Tetapi, kalau orang miskin yang meninggal, kemudian kita datangi mereka, maka seanak cucunya akan selalu ingat kepada kita. Maka untuk mendapatkan pertolongan Allah, untuk mendapat segala yang kita kehendaki dari Allah, hendaknya kita mulai amalan ini dari orang-orang miskin. Dan amalan kita ini pada dasarnya adalah untuk mengumpulkan semua orang. Kita kumpulkan semua orang, kemudian kita bawa ke dalam amalan ini. Kalau di hati kita ada perasaan kasih sayang, kemudian tidak ada perasaan dendam, selalu mema’afkan dan ada sifat dermawan, tidak bakhil, maka semua orang akan datang dalam usaha dakwah ini.

Khalid Bin Walid, ketika belum masuk Islam dan masih berada di Mekkah, berkali-kali didatangi oleh Rasulullah  SAW. Menurut pengakuan Khalid Bin Walid, ketika Rasulullah SAW mendatanginya, Rasulullah SAW dihina dan dicaci maki dengan kata-kata yang sangat kotor, dengan harapan agar Rasulullah SAW tidak akan datang lagi kepadanya. Ternyata, besoknya Rasulullah SAW datang lagi dan terus dilakukannya berkali-kali selama Beliau berada di Mekkah, dan selama itu pula Khalid Bin Walid tidak pernah bersedia untuk masuk Islam. Kemudian Rasulullah SAW hijrah ke Medinnah, kemudian terjadi perang Badar. Dan terjadi pula perang Uhud. Bahkan karena keahlian Khalid Bin Walid dalam perang Uhud, banyak orang Islam Medinnah yang meninggal, dan masih saja dia belum masuk Islam.

Setelah itu, saudara Khalid Bin Walid masuk Islam, dan setelah masuk Islam ia pergi ke kota Mekkah. Maka Nabi SAW, sampaikan satu kata kepada Khalid Bin Walid melalui saudaranya tadi. Akibat kata-kata ini, Khalid Bin Walid masuk Islam. Apa yang dikatakan Nabi SAW ?. Kata Nabi SAW kepada saudaranya Khalid Bin Walid: “Nanti sampaikan salam saya kepada Khalid Bin Walid dan katakan bahwa Khalid Bin Walid itu orangnya adalah baik”. Setelah mendengarkan kata-kata tersebut dari saudaranya, maka Khalid Bin Walid menangis. Dan ketika itu pula timbul keinginannya untuk menjumpai Rasulullah SAW, kemudian langsung datang ke kota Medinnah.

Banyak sekali sahabat-sahabat Rasulullah SAW, sebelum masuk Islam sudah bersumpah bagaimanapun juga sampai mati mereka tidak akan masuk Islam, termasuk Khalib Bin Walid, Amar Bin Ash, Abu Sofyan, Hindun, Ikramah Bin Abu Jahal. Tetapi dengan kesabaran para sahabat, pengorbanan para sahabat RA, Allah SWT  lembutkan hati-hati mereka yang keras tadi.

Di pertengahan jalan menuju ke Madinnah, Khalid Bin Walid bertemu dengan Amr Bin Ash, kemudian ditanyalah dia : ”Kemana engkau pergi ?”. Dijawab: “Islam sudah masuk ke dalam hati saya, dan saya akan menuju ke Madinnah”. Dan dua-duanya kemudian pergi bersama-sama sampai ke Madinnah. Dikatakan oleh Khalib Bin Walid : “Kalau orang menanyakan kepada saya,  bagaimana wajahnya Nabi bagaimana bentuknya Nabi, pada waktu masih di Mekkah, saya tidak pernah dapat mengatakannya. Karena saking bencinya saya kepada Nabi, sehingga saya tidak pernah memandang rupanya. Dan saya tidak tahu wajahnya macam apa. Hari ini – setelah ia masuk Islam – kalau ada orang menanya tentang wajah Nabi, sayapun juga tidak dapat menyifatkannya, karena saking malunya saya melihat wajah Beliau”. Begitulah akhirnya berturut-turut orang yang pernah membenci Nabi, kemudian masuk Islam. Sehingga Abu Sofyan katakan: “Sebenarnya saya tidak masuk Islam, tetapi Islam yang telah masuk ke dalam diri saya”.

Kapan Islam ini akan tersebar di seluruh dunia ? Islam akan tersebar ke seluruh dunia kalau dalam  hati kita ada perasaan cinta dan kasih sayang kepada orang lain. Jangankan kepada orang lain, muncul rasa kasih sayang dan cinta itu, bahkan dalam usaha dakwah ini, kadang-kadang kepada saudara kandung sendiri, kita tidak punya rasa kasih sayang dan cinta tersebut. Bagaimana akan datang pertolongan Allah ?. Jadi dakwah ini, penuh dengan kesabaran, penuh dengan penderitaan, penuh dengan pengorbanan, meskipun hati kita dikoyak-koyaknya, tetapi tetap saja dakwah harus kita kerjakan. Maka apabila dakwah ini kita kerjakan dengan sabar, dengan kasih sayang, dengan perasaan ingin agar kebaikan ada pada orang lain, maka pada saat itu Allah SWT akan sebarkan dakwah ini ke dalam hati-hati orang.

Hendaknya tiap hari dan tiap malam, kita adakan muhasabah dan muraqobah kepada diri sendiri, berapa banyak sifat yang sudah ada dan tertanam dalam diri kita ini. Maksudnya, agar supaya hilang sifat-sifat yang hina dalam diri kita dan bagaimana supaya datang sifat-sifat yang baik. Apabila dalam hati kita sudah ada sifat-sifat yang baik, sifat sabar, sifat kasih sayang, sifat kedermawanan, sifat mau memaafkan, dan segala sifat-sifat yang baik, maka Allah SWT akan sebarkan dakwah ini. Pada saat sifat-sifat ini sudah ada pada diri kita, maka Allah SWT akan sebarkan hidayah, dan merupakan kenikmatan dan keindahan di dunia ini, apabila Allah SWT telah menjadikan kita sebagai asbab turunnya hidayah untuk orang lain. Sehubungan dengan ini, Rasulullah SAW pernah katakan kepada Sayidina Ali RA : “Wahai Ali, apabila Engkau dapat menjadi asbab hidayah kepada orang lain, maka itu lebih baik daripada dunia dan seisinya”.

Nanti di hari kiamat, setiap orang dari ummat Rasulullah SAW, akan membawa ribuan orang di belakangnya. Melihat ini, maka para Anbiya bartanya kepada Malaikat: “Wahai Malaikat, ini Nabi siapa sehingga banyak orang berjalan dan mengikuti di belakangnya ?”. Maka Malaikat katakan: “Itu bukanlah para Nabi, tetapi mereka adalah ummat Rasulullah SAW “. Karena usaha dakwah inilah, maka ummat Rasulullah SAW, yang merupakan ummat terakhir ini, akan dihisab pertama dan yang pertama kali akan masuk sorga sebelum ummat-ummat yang lain. Oleh karena itu, hendaknya ditanamkan betul-betul sikap tanggungjawab untuk berdakwah setiap saat kepada seluruh ummat. Orang yang sudah berdakwah, hendaknya setiap hari bersyukur kepada Allah dan kepada mereka yang belum mengambil bagian dalam dakwah ini, harus kita datangi setiap pagi dan petang dan pada malam harinya kita menangis, agar mereka ikut ambil bagian dalam usaha dakwah ini. Caranya dengan selalu bermusyawarah, dan kalau ini kita lakukan maka kita akan dapat menyatu dalam amalan ini.

Hendaknya kita selalu bermusyawarah dengan ahli syuro. Dan kepada ahli syuro baik yang di tingkat Indonesia yang telah dibentuk maupun syuro-syuro lainnya ini, janganlah bersikap sebagai Amir. Bagi syuro yang harus dipikirkan hendaknya, dia merasa sama seperti teman-teman yang lain dan harus punya pikiran bahwa untuk menguatkan dan mengembangkan usaha ini, maka Allah SWT telah meletakkan pada kedudukan semacam ini. Demikian pula, ahli syuro harus memperhatikan teman-teman tadi, dan selalu memperhatikannya, sampai ke level manakah teman-teman tadi dapat ditingkatkan. Setiap orang dilihat dan dinilai sejauh manakah levelnya dapat ditingkatkan. Setelah kita tahu kemampuan tadi, baru kita gunakan sahabat tadi sesuai dengan tingkat kemampuan dan level yang dapat mereka kerjakan. Dan kita gunakan mereka itu, bagaimana untuk dapatnya memenuhi takazah. Bagaimana kita berfikir agar mereka dapat menyelesaikan takazah yang dibebankan kepadanya dan bagaimana kita dapat meningkatkan pengorbanan mereka. Maka dengan demikian,  dakwah ini akan terus dapat meningkat. Dan setiap saat, hendaknya kita lihat amal maqomi kita masing-masing.

Di samping kita memikirkan untuk menggarap seseorang, kita harus pula memikirkan diri sendiri, bagaimana harus selalu bertasbiah, tilawah Qur'an, tahajud, sholat di shaf yang pertama, tidak pernah ketinggal takbiratul ula. Amalan-amalan untuk diri sendiri, hendaknya disempurnakan dalam dakwah ini. Inilah yang dinamakan usaha sholihin. Selanjutnya, bagaimana kita menghidupkan maqomi kita, yaitu lima amalan, dimana setiap masjid ada amal maqomi tersebut. Masalah lain yang perlu diperhatikan lagi dan ditanamkan di hati kita, yaitu kawan kita kerja atau tidak kerja yang penting saya sendiri harus kerja. Kalau kita hanya melihat ini tidak kerja, itu tidak kerja, maka ini berarti kita tidak menghargai amalan dakwah ini. Apabila kita melihat orang lain tidak kerja, tetapi kita tetap kerja terus, maka Allah SWT akan tanamkan kebesaran usaha dakwah ini dalam hati kita, dan Allah akan senantiasa bawa kita dalam usaha dakwah ini. Dan Allah SWT nanti, akan buatkan teman-teman untuk kita. Bagaimana Nabi SAW kerja sendiri, tetapi karena istqomah Beliau, maka Allah SWT kirimkan ribuan orang di belakang Beliau. Demikian pula Maulana Ilyas Rah.A, pada mulanya Beliau kerja sendiri tetapi karena istiqomah Beliau, maka Allah kirimkan jutaan ummat di belakang Beliau. Jadi, yang membawa amalan ini adalah Allah Ta’ala. Apabila di hati kita ada tholab yang betul, keinginan yang betul, kerinduan yang betul, maka Allah SWT nanti akan membawa kita senantiasa dalam usaha dakwah ini.
Marilah kita tawajuhkan dan kita fikir secara betul, bahwa usaha ini tidak akan berjalan hanya mengandalkan tiga perkara. Dakwah tidak berjalan dengan perkataan saja. Tidak juga dengan tulisan-tulisan saja. Juga tidak dengan program yang kita buat dengan otak kita ini. Tetapi dakwah ini akan berjalan dengan tiga perkara. Pertama, dengan fikir, kalau semuanya ini fikirnya hanya satu, maka dakwah akan berjalan. Kedua, dengan do’a. Dan ketiga dengan usaha dan mujahadah serta berkorban. Apabila ketiga perkara ini ada pada diri kita, maka usaha dakwah akan berkembang dan terus berkembang. Dikatakan oleh Maulana Ilyas Rah.A, bahwa: “Saya tidak takut kepada orang-orang yang tidak mengerjakan amalan ini. Yang saya takuti, adalah orang yang tidak mengerjakan amalan ini, tetapi dia merasa bekerja”.

Oleh karena itu, kerjakan pekerjaan ini dan baru nanti Allah akan memberikan pertolongan. Kita kerjakan taklim, jaulah, khuruj, baru nanti 6 sifat itu akan ada pada diri kita. Jadi pekerjaan kita ini, adalah untuk mewujudkan 6 sifat tersebut. Bagaimana 6 sifat ini belum tertanam dalam hati kita, kemudian kita berusaha untuk mewujudkannya, inilah yang dimaksudkan dengan usaha dakwah. Sedangkan taklim, jaulah dan khuruj itu adalah sebagai sarana untuk mewujudkan 6 sifat tersebut ada dalam diri kita. Enam sifat ini bukan merupakan kesempurnaan agama, tetapi untuk menanamkan isti’dat dalam mewujudkan agama. Enam sifat bukanlah kesempurnaan agama, tetapi kesempurnaan agama ada dalam enam sifat ini. Apabila enam sifat sudah tertanam dalam diri kita, maka akan ada kesanggupan untuk melaksanakan agama secara sempurna. Jadi enam sifat itu tidak ada di luar agama, tetapi enam sifat itu ada di dalam agama. Apakah ada agama Islam ini tanpa iman, apakah ada agama tanpa sholat, apakah ada agama tanpa ilmu dan dzikir, apakah ada agama tapa menghormati satu sama lain, apakah ada agama tanpa keikhlasan, maka di dalam agama Islam ada sifat-sifat tersebut, sehingga bagi siapa saja yang ada sifat-sifat itu, maka Allah SWT akan memberikan taufiq untuk memudahkan melaksanakan agama yang sempurna.

Maulana Ilyas Rah.A setelah membaca Al Quran, membaca hadits lagi dan lagi, dan melakukan pengorbanan dalam dakwah ini, maka Beliau mengambil ringkasan bahwa dakwah kita ini adalah enam sifat. Oleh karena itu, bagi karkun yang mengerjakan amalan dakwah ini, maka hendaknya senantiasa setiap hari menengok, berapa banyak enam sifat ini sudah ada pada dirinya. Makin tertanam enam sifat ini dalam diri seseorang, maka orang tersebut akan semakin meningkat dan meningkat. Tetapi kalau enam sifat ini tidak datang, meskipun dia bekerja dan bekerja terus serta enam sifat tidak ada pada diri dia, maka dakwah ini akan terus tersebar dan berkembang serta banyak orang yang ikut dalam dakwah, namun dia sendiri tidak meningkat. Jadi setiap kita berdakwah, kita juga harus berusaha untuk menciptakan enam sifat dalam diri kita. Enam sifat ini, tidak akan datang dengan takrir saja, atau kita bicarakan, bicarakan dan bicarakan terus, tapi bagaimana agar enam sifat ini ada dalam muamalah kita, muasyarah kita dan dalam semua aspek kehidupan kita senantiasa kita letakkan enam sifat di sana.
Kita harus senantiasa letakkan iman, berbicara dengan landasan iman, mendengar dengan landasan iman, berdagang dengan landasan iman, mualah dan muasyarah serta semuanya selalu berlandaskan dengan iman, maka untuk menanamkan keimanan dalam diri kita adalah kefardhuan bagi setiap individu. Dan tanamkanlah pada diri kita, bahwa kejayaan, kebahagian dan kesuksesan kita bukanlah ada pada bentuk-bentuk seperti perdagangan dan lain sebagainya, tetapi kejayaan, kebahagian dan kesuksesan hanya terletak pada amalan-amalan seperti yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah SAW.

Kejayaan bukanlah terletak pada banyaknya keuntungan yang kita dapatkan dari toko kita, tetapi sejauh mana kita letakkan amalan dan sunnah Rasulullah SAW dalam toko kita tadi. Apabila dalam toko ini kita bawa amalan Nabi SAW kita bawa sunnah Nabi SAW, maka Allah akan jayakan kita dalam toko kita, dan Allah jadikan toko tersebut sebagai asbab kejayaan kita. Tetapi kalau dalam toko kita tidak ada amalan Nabi SAW, walaupun kita mendapat keuntungan sekian juta, maka Allah akan hancurkan keuntungan itu.

Dan dakwah ini ada qouli dan amali, ada dengan perkataan dan ada dengan amalan. Dakwah qouli atau dakwah dengan perkataan, ditujukan kepada orang Islam. Misalnya, ta’atlah kamu kepada Allah, imanlah kamu kepada Allah, sholatlah dirimu, semua kata-kata dakwah ini kita tujukan kepada orang Islam. Sedangkan dakwah dengan amalan atau amaliyah adalah untuk semua manusia. Bagaimana kita berdakwah dengan amalan di toko, kita tunjukkan akhlak Nabi , bagaimana berdagang dengan betul, dengan kejujuran, dengan amanah, begitu pula dengan muamalah dan muasyarah kita, maka dakwah semacam ini yaitu dengan amalan ditujukan untuk semua manusia. Dan orang tidak terkesan dengan ucapan kita dalam dakwah, tetapi orang akan terkesan dengan amalan kita dalam berdakwah.

Demikian pula kemurtadan juga ada dua, yaitu murtad qouli dan murtad amali. Sekarang orang Islam tidak murtad dengan qouli atau dengan ucapan, misalnya dengan ucapan dia tidak merubah syahadat, tetapi kebanyakan orang Islam hari ini telah murtad dalam amalan.  Dia tidak kerjakan sholat, dia tidak kerjakan puasa, dia tidak kerjakan haji dan dia tidak kerjakan amalan-amalan agama, maka inilah yang disebut amalan murtad dalam kehidupan agama Islam. Jadi sekarang ini, sasaran kita berdakwah adalah orang-orang Islam sendiri, karena mereka sudah murtad dalam amalan agama. Oleh karena itu sebelum mereka murtad dengan qouli, maka lahan dakwah kita ini adalah seluruh orang Islam tersebut. Kenapa ? Karena mereka hanya murtad dalam amalan saja. Maka dari itu, sekarang kita jumpai seluruh ummat Islam, karena mereka belum murtad secara qouli, belum menjadi orang kafir, sehingga merekalah yang menjadi sasaran dakwah kita ini. Kita harus berusaha terhadap orang Islam, untuk mengembalikan amalan mereka kepada amalan yang betul, maka pahalanya dan nilainya akan lebih tinggi daripada meng-Islamkan 10 orang kafir. Inilah tanggung jawab yang cukup besar, kemana ummat ini akan pergi.
Sebenarnya ummat ini adalah ummat yang betul-betul dicintai oleh Nabi SAW dan ummat yang betul-betul disayangi oleh Nabi SAW dan ummat yang betul-betul dirindukan oleh Nabi SAW, tetapi kemana ummat ini sekarang, karena ummat yang dincintai, disayangi dan dirindukan oleh Nabi SAW saat ini sudah tidak ada lagi. Dengan pengorbanan Nabi dengan tangisan Nabi SAW, ummat terwujud, tetapi sekarang kemanakah ummat ini ?.

Ummat ini adalah ummat yang betul-betul disayangi dan dicintai oleh Baginda Rasulullah SAW. Pernah suatu ketika Rasulullah SAW masuk ke rumah Aisyah RA, maka Aisyah katakan: “Ya Rasulullah SAW, do’akan saya”. Maka oleh Nabi SAW, kemudian dido’akan: “Ya Allah ampunkanlah dosa Aisyah yang dulu dan yang sekarang, yang dinampakkan dan yang tidak nampak”. Maka Aisyah RA menjadi gembira, sehingga saking gembiranya Aisyah RA jatuh ke pangkuan Rasulullah SAW. Kemudian dikatakan oleh Nabi SAW : “Wahai Aisyah, apakah engkau gembira dengan do’aku ini ?”. Maka dikatakan oleh Aisyah: “Kalau aku tidak gembira, siapa lagi yang akan gembira dengan do’amu ini”. Maka dikatakan oleh Rasulullah SAW : “Wahai Aisyah, aku do’akan dengan do’a ini ummatku lima kali sehari semalam”. Jadi kalau untuk Aisyah RA, isteri yang dicintai dan tercinta hanya satu kali itu saja Nabi SAW do’akan secara khusus, tetapi untuk ummat ini dido’akan lima kali sehari semalam. Ini menunjukkan cintanya Beliau SAW kepada ummat ini.

Ummat yang betul-betul dicintai oleh Nabi SAW, sampai dengan akhir hayat Beliau, Beliau tidak ada keinginan untuk melihat keluarganya, ingin melihat anaknya, ingin melihat saudara-saudaranya, tetapi kalau kerinduan itu diwujudkan oleh Allah SWT, maka Nabi akan katakan kepada Aisyah : “Wahai Aisyah saya turunkan purdah/hijab silahkan engkau melihat ummat-ummatku”.

Ummat yang sudah susah payah dibina oleh Rasulullah SAW, sejak di Mekkah Beliau menderita dilempari batu kemudian sampai di akhir kehidupan Nabi SAW, akhirnya ummat ini terwujud, sekarang dimanakah ummat tersebut yang sudah dibina dengan penuh kesusahan dan pengorbanan itu ?. Jadi kalau kita sekarang, berikan harta kita, diri kita, kita korbankan segala-galanya untuk ummat, membina dan mengembalikan ummat kembali ke ajaran Rasulullah SAW, maka kita akan semakin dekat dengan Nabi SAW, dan semakin dekat dengan do’a Nabi SAW.

Misalnya, seseorang kehilangan anaknya, bahkan sampai 10 tahun anak tersebut tidak diketemukan, kemudian ada seseorang yang menemukan anak tersebut dan mengembalikan kepada kedua orang tuanya, maka bagaimana gembiranya orang tersebut menerima anaknya, dan betapa banyaknya do’a yang diberikan kepada orang yang menemukan anaknya kembali. Maka ummat yang sudah jauh dengan agama ini, lantas kita kunjungi dengan kasih sayang, mereka yang sudah 40 tahun dalam kemaksiatan, dan tidak pernah lagi sholat, sekian lama sekian lama, maka kalau kita mau membawa ummat yang sudah lupa kepada Allah dan Rasulullah SAW, dengan penuh kasih sayang kita bawa ke Masjid, sampai orang tadi mau datang ke Masjid, maka betapa gembiranya Rasulullah SAW dan berapa banyak do’a Nabi SAW yang diberikan kepada orang yang telah berhasil membawa orang yang jauh dari agama tersebut.

Amalan ummat ini, diperdengarkan di dalam kubur Beliau SAW dua kali dalam satu minggu. Maka ketika Nabi SAW mendengar amalan-amalan ummatnya, betapa sedihnya Nabi SAW, ternyata si Fulan ada di Night Club sana, dalam suasana perzinaan, ada di Bar sedang minum khamr, ada di Discotheque, betapa sedihnya Nabi SAW. Namun kalau ada ummat yang bergerak menjumpai mereka, ternyata si Fulan dalam laporan dilihat telah membawa orang yang berzina untuk ta’at kepada Allah, mereka yang minum khamr di bawa kembali kepada Allah, si Fulan yang sesat dibawa kembali kepada Allah, betapa gembiranya Rasulullah SAW melihat orang yang membawa ummat kembali kepada Allah SWT dan kembali kepada amalan yang dibuat oleh Rasulullah SAW. Jadi, kalau ada orang mengatakan bahwa: “Masya Allah dakwah sekarang sudah berkembang dan berkembang”, maka sebenarnya hal ini adalah berkat do’a dari Rasulullah SAW.

Suatu hari ada orang yang bermimpi, bahwa Nabi SAW bangun dari kuburnya, ternyata Nabi SAW sedang terluka dan dalam keadaan yang sedih sekali. Kemudian orang tadi bertanya: “Ya Rasulullah kenapa Engkau terluka semacam ini ?”. Maka dijawab oleh Nabi : “Ini adalah kemaksiatan, kejahatan, yang dilakukan oleh ummat-ummatku yang jauh dari agama hari ini, sehingga aku terluka semacam ini”. Maka datang Syaikh Ilyas Rah.A dan mulai membersihkan lukanya Nabi SAW, maka Beliau-pun sembuh kembali. Jadi, berkat usaha dakwah kita ini, maka luka-luka yang ada pada wajah dan tubuh Nabi SAW dapat tersembuhkan. Maka, marilah kita niatkan, Insya Allah, sampai kita mati tetap saja kita kerjakan amalan ini. Insya Allah. 

Dan niat sampai mati saja, ini adalah niat yang kecil. Tapi niatkanlah sampai hari kiamat kita kerjakan usaha dakwah ini. Walaupun kita sudah meninggal 10 tahun kemudian, tetapi kita sudah berniat sampai hari kiamat, maka pahala kita akan terus mengalir dan Allah akan terus jalankan sampai hari kiamat.  Sebenarnya, dalam usaha dakwah ini kita tidak mampu menjalankan sampai hari kiamat, tetapi kalau kita niat untuk kerja dakwah sampai hari kiamat, maka nanti pada hari kiamat para ulama akan menjadi saksi bahwasanya kita yang mengerjakan dakwah ini. Bahkan ummat yang melakukan usaha Rasulullah SAW kerja dan kerja lagi, mereka akan dimuliakan oleh Allah SWT, dan di padang mahsyar ketika para ummat-ummat mendustakan Nabi nya bahwa mereka telah menyampaikan agama, maka para Nabi mengatakan: “Kami sudah sampaikan, dan yang menjadi saksi adalah ummat Rasulullah SAW.

Pekerjaan kita ini belum selesai. Kapan selesainya ?. Nanti kalau kita sudah menjadi saksi untuk para Anbiya, dan kita katakan kepada ummatnya bahwa para Anbiya telah sampaikan dengan  betul, maka pada saat itu selesailah pekerjaan kita. Maka hendaknya kita niat, dan niat kita harus yang besar-besar sekali, jangan niat yang kecil, sehingga pada saat kita niat yang besar, maka pada saat itu pertolongan Allah akan ada pada kita. Dan kita niat, jangan hanya melihat kemampuan kita saja. Tapi kita niat, bagaimana kebesaran Allah, kekuasaan Allah, kemampuan Allah, kita niat dan kita lihat kekuatan Allah SWT. Maka, orang lama yang ada dalam majelis ini, semuanya niat setiap tahun keluar 4 bulan. Insya Allah. Dan yang belum keluar, maka mulai hari ini niatkan keluar 4 bulan di jalan Allah SWT.